Cukai Rokok Naik, Rokok Ilegal Bakal Berkurang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan selama tahun 2020 terjadi peningkatan penyelundupan rokok ilegal yang masuk ke Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Des 2021, 20:51 WIB
Massa membentangkan spanduk saat aksi unjuk rasa di depan Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (20/9/2021). Rencana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tersebut dinilai dapat mengancam kehidupan petani tembakau akibat banyak industri kecil akan gulung tikar. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan selama tahun 2020 terjadi peningkatan penyelundupan rokok ilegal yang masuk ke Indonesia.

Tercatat kenaikan penyelundupan rokok ilegal sebesar 4,9 persen di tahun 2020. Lebih tinggi dari masuknya rokok ilegal pada tahun 2019 sebesar 3 persen.

"Tahun 2020 penyelundupan rokok ilegal meningkat karena salah peruntukkan dan salah personalisasi yang tinggi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (13/12/2021).

Dia melanjutkan kebijakan cukai rokok tahun 2020 mendorong disparitas harga semakin jauh antara sigaret mesin dan tangan. Hal ini pun berkontribusi pada kenaikan salah satu peruntukan dan salah personalisasi.

"Kenaikan dari kegiatan rokok ilegal didominasi dalam bentuk personalisasi seperti pita cukai ilegal dan penggunaan pita cukai bekas dan ini harus jadi perhatian kita pada kebijakan 2022," kata dia .

Sri Mulyani melanjutkan peningkatan tarif cukai rokok berdampak pada penurunan masuknya rokok ilegal yang masuk ke Indonesia. Tren rokok ilegal sepanjang 2016-2019 menunjukkan penurunan seiring dengan meningkatnya jumlah penindakan Dirjen Bea dan Cukai.

"Dalam jangka waktu 3 tahun ini bisa turun 3 persen dan tahun 2020 ini naik lagi menjadi 4,9 persen," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Cukai Rokok Elektrik Ikut Naik di 2022

Seorang pria meneteskan cairan vape atau rokok elektronik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Selasa (12/11/2019). Pemerintah melalui BPOM mengusulkan pelarangan penggunaan rokok elektrik dan vape di Indonesia, salah satu usulannya melalui revisi PP Nomor 109 Tahun 2012. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengumumkan produk hasil pengelolaan tembakau lainnya (HPTL) yang terbuat dari daun tembakau mengalami kenaikan. Sebelumnya, Sri Mulyani juga mengumumkan bahwa tarif cukai rokok mengalami kenaikan rata-rata 12 persen.

Untuk Hasil Pengelolaan Tembakau Lainnya (HPTL) adalah tembakau hirup  yaitu snuff tobacco dan rokok elektrik, tembakau kunyah, tembakau molases, dan tembakau ekstrak serta esens tembakau.

 "Untuk rokok elektrik yang padat dan cair, baik yang dikunyah atau dihirup dilakukan penyesuaian tarif spesifik. Penyesuaian minimum harga jual eceran ini 1,5 persen dari kisaran tarif spesifik," kata Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (13/12/2021).

Tarif cukai untuk HPTL dampak dari penerapan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam UU HPP diatur penambahan jenis hasil tembakau baru yaitu rokok elektrik. Sebelumnya rokok elektrik masuk dalam HPTL berupa ekstrak dan esens tembakau (EET).

Rokok elektrik cair sistem terbuka merupakan e-liquid yang diproduksi 164 UKM dan UMKM. Sedangkan Rokok elektrik cair sistem tertutup merupakan e-liquid yang terpabrikasi dalam kemasan atau diproduksi oleh industri.

Adapun penyesuaian tarif cukainya antara lain untuk rokok elektrik padat tarifnya menjadi Rp 2.710 per gram dengan minimal harga jual eceran (HJE) Rp 5.190 per gram.

Untuk rokok elektrik cair dengan sistem terbuka dikenakan tarif Rp 445 per mililiter (ml) dan minimal HJE sebesar Rp 785 per ml. Sedangkan rokok elektrik sistem tertutup dikenakan tarif Rp 6.030 per ml dengan minimal HJE Rp 35.250 per cartridge.

Sementara itu, untuk produk HPTL seperti tembakau kunyah, tembakau molasses dan tembakau hirup mengalami peningkatan Rp 120 per gram dengan minimal HJE Rp 215 per gram. Tarif ini lebih tinggi dari yang saat ini berlaku yakni Rp 100 per gram dengan minimal HJE Rp 175 per gram.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya