Liputan6.com, Jakarta Wakil Presiden K.H. Ma'ruf Amin menyambut perkembangan industri fintech di masa depan, literasi soal keuangan digital dibutuhkan dan harus didorong.
Pemerintah dan asosiasi sendiri sepakat untuk terus mendongkrak inklusi keuangan, agar semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan fintech, sementara di sisi lain juga meningkatkan literasi keuangan digital.
Advertisement
Dalam The 3rd Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 di Nusa Dua,Bali, Wapres dalam sambutannya mengungkapkan pentingnya upaya-upaya peningkatan literasi, sembari mendorong peningkatan model bisnis yang ditopang oleh kebijakan yang afirmatif.
"Seluruh pemangku kebijakan, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan asosiasi-asosiasi, saya minta untuk berperan aktif dalam membantu terciptanya kebijakan yang afirmatif," kata Wapres Ma'ruf Amin.
"Kita ingin bersama-sama memajukan industri ekonomi dan keuangan digital yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat," imbuhnya mengutip siaran pers, Selasa (14/12/2021).
Wapres mengatakan, upaya-upaya tersebut tidak lain untuk menyambut perkembangan fintech di masa depan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tumbuh Delapan Kali Lipat
Selain itu, Wapres juga mengutip data proyeksi Kementerian Perdagangan, yang menyebut bahwa sektor keuangan digital akan tumbuh delapan kali lipat di 2030, dari sekitar Rp 600 triliun menjadi Rp 4.500 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut B. Panjaitan juga mengatakan, tingkat inklusi keuangan diigtal di Indonesia memang sudah berada di indiktor yang sangat baik.
Namun, Luhut menyebut grafik tersebut belum ditunjang dengan tingkat literasi keuangan, yang menurutnya, masih sangat jatuh dibanding negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Advertisement
Angka Literasi Keuangan di Indonesia
Luhut menyebut, berdasarkan data OJK pada 2019. Indeks Literasi Keuangan baru mencapai 38,03 persen dan Indeks Inklusi Keuangan 76,19 persen. Angka ini berbanding jauh dari Singapura di angka 98 persen, Malaysia 85 persen, dan Thailand 82 persen.
"Tingkat inklusi tinggi dengan literasi rendah menunjukkan potensi risiko yang begitu tinggi. Karena meski masyarakat memiliki akses keuangan, sebenarnya mereka tidak memahami fungsi dan risikonya," kata Luhut.
Luhut pun mengatakan, peningkatan literasi menjadi kunci agar tingkat inklusi yang sudah bisa berdampak menjadi lebih produktif, dengan risiko yang minim.
"Inilah yang jadi pekerjaan kita bersama, antara pemerintah dan asosiasi," pungkas Luhut.
(Dio/Isk)
Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia
Advertisement