11 Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Anak di Lingkungan Pesantren

Kriminolog Haniva Hasna, M. Krim mengatakan bahwa lingkungan pesantren rentan menjadi tempat pemerkosaan. Maka dari itu, ia menyebutkan 11 upaya pencegahan agar kasus pemerkosaan di lingkungan pesantren tidak terulang.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Des 2021, 07:00 WIB
Hari Santri di Pondok Pesantren Al Hikmah, Ngadipurwo, Blora (Liputan6.com/Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Jakarta Kriminolog Haniva Hasna, M. Krim mengatakan bahwa lingkungan pesantren rentan menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual atau pemerkosaan. Maka dari itu, ia menyebutkan 11 upaya pencegahan agar kasus pemerkosaan di lingkungan pesantren tidak terulang.

“Upaya pencegahan ini menjadi proses yang wajib dan harus dilakukan secara serius oleh orangtua,” kata Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks ditulis Rabu (15/12/2021).

Upaya-upaya pencegahan agar kasus pemerkosaan di pesantren tidak terulang menurut Iva yakni :

-Edukasi tentang seksualitas harus dilakukan sejak dini, bagaimana seorang anak harus bisa menjaga tubuhnya, menjaga pandangan, menjaga kemaluan. Edukasi ini dilakukan sebelum anak masuk ke pesantren.

-Sadarkan keluarga terutama anak-anak untuk mengenali situasi potensial yang dapat menyeret ke jurang pelecehan.

-Jangan segan dan sungkan membahas masalah pelecehan seksual yang muncul di pemberitaan media massa.

-Latih diri dan anak-anak untuk dapat bersikap tegas walau mungkin itu bertentangan dengan karakternya.

Simak Video Berikut Ini


Upaya Lainnya

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah:

-Anak wajib dilatih keterampilan menghadapi dan menyelesaikan masalah. Caranya dengan menghadapkan anak dengan permasalahan sehari-hari, orangtua mengontrol apa saja yang akan dilakukan anak bila menghadapi masalah.

Ini juga terkait dengan ke mana mereka harus mencari bantuan saat menghadapi masalah berat. Apakah memiliki keberanian ketika akan mencari perlindungan. Apa yang harus dilakukan bila dia melihat kekerasan.

Keterampilan dan keberanian ini bisa menjadi modal anak ketika menghadapi masalah. Namun, hal ini tidak bisa diwujudkan secara instan, harus melewati latihan. Tugas orangtua adalah memberi kesempatan anak untuk terampil menyelesaikan masalahnya, bukan mengambil alih masalah anak. Mengambil alih masalah anak ini membuat anak tidak mandiri dalam menghadapi kesulitan.

-Cerdas memilih lembaga pendidikan bagi anaknya. Banyak aspek yang perlu dipertimbangkan mulai dari biaya, fasilitas, metode belajar, asal usul pendidikan guru, pendiri, yayasan, hingga legalitas lembaga.


Dari Sisi Aturan Pesantren

-Orangtua perlu memastikan bahwa pesantren yang hendak dimasuki memiliki aturan terkait kekerasan yang disepakati saat mendaftar. Aturan harus bersifat jelas dan masuk akal.

Misalnya terjadi perundungan fisik hukumannya adalah membersihkan lapangan. Kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap murid sanksinya adalah pelaporan ke kepolisian dan lain-lain.

“Sehingga ada kepercayaan serta tanggung jawab antara sesama murid dan guru untuk selalu berperilaku baik.”

-Orangtua dan anak harus tahu alur pelaporan ketika terjadi kekerasan. Kepada siapakah anak/siswa akan mencari perlindungan serta melapor ketika dia merasakan ada tindak kejahatan.

-Sosialisasi terus menerus sehingga anak/siswa merasa bahwa melaporkan sebuah kasus kekerasan adalah hal yang harus dilakukan.

-Komunikasi terbuka antara anak, orangtua serta guru. Hal ini berfungsi sebagai kontrol sosial. Komunikasi tidak bisa hanya dilakukan oleh orangtua dan guru saja, karena kondisi psikis anak tetap harus terjaga dan terkontrol dengan komunikasi langsung (menggunakan sambungan telepon). Suara, kata-kata, intonasi akan menunjukkan kondisi psikis anak ketika berjauhan dengan orangtua

-Kerja sama dengan aparat penegak hukum serta penegakan aturan yang seadil-adilnya.

 


Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia

Infografis Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya