Perhimpunan Dokter Paru Sambut Baik Rencana Cukai Rokok Naik 12 Persen

Cukai rokok disebut akan naik menjadi 12 persen pada 2022

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 15 Des 2021, 17:00 WIB
Ilustrasi Rokok. Foto: Ade Nasihudin (15/9/2020).

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan Republik Indonesia pada Senin, 13 Desember 2021 mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok 2022 rata-rata sebesar 12 persen.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan bahwa ini adalah upaya yang bagus. Mengingat, menaikkan cukai rokok ini adalah salah satu dari enam langkah pengendalian tembakau.

“Menaikkan cukai rokok adalah salah satu upaya pengurangan jumlah perokok, tentu nantinya ini akan berdampak pada jumlah perokok, kita berharap seperti itu,” ujar Agus kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu, 15 Desember 2021.

Dalam pengendalian tembakau dan menurunkan jumlah perokok, menaikkan harga cukai rokok hanya salah satu langkah saja. Artinya, pelaksanaannya harus dilakukan secara komprehensif dengan langkah-langkah lain.

Simak Video Berikut Ini


6 Langkah Pengendalian Tembakau

Agus, menambahkan, enam langkah pengendalian tembakau yang sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni:

- Pertama, terkait kebijakan yang mengatur penggunaan tembakau dan monitoringnya. Ini mencakup peraturan-peraturan dari kementerian, peraturan dari pemerintah mengenai dampak tembakau dan penggunaannya.

- Kedua, bagaimana melindungi masyarakat terhadap asap rokok. Ini termasuk penerapan kawasan tanpa tembakau atau Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Ini membuat perokok tidak bisa merokok di sembarang tempat dan diharapkan jumlahnya semakin sedikit.

- Ketiga, membantu orang untuk berhenti merokok dengan menyediakan layanan atau fasilitas kesehatan yang membantu orang yang ingin berhenti merokok sehingga jumlahnya berkurang.

- Keempat, perlu ada edukasi yang rutin, berkala, dan luas agar masyarakat tahu bahaya rokok. Ini perlu dilakukan secara berkelanjutan oleh semua aspek yang ada di Indonesia. Mulai dari tenaga kesehatan, pemerintah daerah, sekolah, di masyarakat termasuk organisasi-organisasinya.

- Kelima, pengaturan tentang iklan di mana iklan rokok harus dibatasi.

- Keenam, menaikkan cukai.

“Jadi keenam langkah ini yang harus dilakukan untuk mengendalikan jumlah perokok supaya turun," katanya.


Pelayanan Berhenti Merokok

Terkait poin ketiga yakni pelayanan berhenti merokok, di Indonesia sendiri Kementerian Kesehatan sudah menyusun program berhenti merokok di layanan primer.

“Setahu saya Kementerian Kesehatan sudah bekerja sama dengan kementerian-kementerian untuk menyusun program berhenti merokok di layanan primer dalam hal ini di puskesmas-puskesmas. Kemenkes juga sudah melakukan pelatihan sejak 2013.”

Maka dari itu, ia merasa bahwa di puskesmas-puskesmas sudah tersedia fasilitas konsultasi pelayanan berhenti merokok.

Sedang, di tingkat rumah sakit, PDPI sudah melakukan beberapa pelatihan kepada dokter paru dan spesialis lain di berbagai rumah sakit di Indonesia sejak 2016.

“Kita buat program berhenti merokok di rumah sakit, mereka yang akan menjadi pionir-pionir di provinsi masing-masing dan masyarakat dapat menggunakan kesempatan untuk berhenti merokok melalui program yang disediakan rumah sakit dengan tenaga yang sudah terlatih.”

Walau demikian, ia tak memungkiri bahwa belum banyak rumah sakit di Indonesia yang menyediakan fasilitas tersebut.

“Tentunya ini harus didorong, supaya di rumah sakit-rumah sakit itu ada fasilitas untuk membantu berhenti merokok,” tutup Agus.


Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet

Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya