Citizen6: Indonesia merupakan negara yang kaya akan tradisi dan budaya. Dari Sabang sampai Merauke, tersimpan berbagai macam kesenian, tradisi dan adat yang dapat ditunjukan pada dunia luar. Sudah semestinya anak bangsa merasa bangga akan hal tersebut. Namun pada kenyataannya, semua warisan budaya tersebut hampir tidak mempunyai tempat di kalangan remaja.
Masuknya budaya luar ikut mewarnai selera masyarakat dalam perkembangan zaman ini. Kecenderungan mereka untuk mengadopsi budaya luar bahkan menjadikannya sebagai trendsetter jauh lebih besar dibanding mempelajari budaya sendiri. Masyarakat Indonesia baru mau mengakui dan tergerak untuk melestarikannya, saat budaya mereka diklaim oleh negara lain. Setelah hal itu terjadi, mereka baru menaruh perhatian cukup besar pada budayanya.Tidak dapat dipungkiri, apabila masalah ini dapat mengancam keeksistensian budaya tradisional.
Mengapa budaya luar seperti K-Pop dapat lebih diterima daripada kesenian Indonesia seperti tarian Jawa? Hal tersebut tentunya menjadi keprihatinan masyarakat Indonesia pada umumnya. Menyadari bahwa semua warisan budaya adalah identitas bangsa, sudah semestinya kita menjaga dan melestarikannya. Tugas ini bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, melainkan juga seluruh masyarakat Indonesia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjaga ke eksistensian warisan budaya bangsa ini. Tidak ada salahnya, apabila dilakukan akulturas ibudaya, dimana kita mengadopsi budaya luar, dan memadukan dengan budaya lokal tanpa menghilangkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Terkadang, pengembangan suatu budaya memang diperlukan untuk mengikuti perkembangan zaman. Yang terpenting adalah nilai yang terkandung di dalamnya, bukan sekadar kepopuleritasan semata. Kreatif dan inovatif memang diperlukan dalam hal ini. Contoh ke kreatifan yang telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah warisan budaya dari NTB, yakni kainTenun. Kain tenun khas Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dipadukan dengan gaya Eropa menghasilkan rancangan busana yang tidak kalah menarik dengan busana Internasional. Sehingga tidak heran, kain tenun khas NTB ini akan melangkah ke kancah Internasional.
Keprihatinan lain yang sering dijumpai, adalah kurangnya komunikasi budaya. Komunikasi budaya yang seyogianya dapat memperkenalkan berbagai macam kebudayaan, kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Media sendiri lebih sering menyuguhkan kesenian modern dari pada tradisional. Secara tidak langsung, masyarakat khususnya remaja akan lebih banyak mengenal sesuatu yang seharusnya tidak perlu terlalu dikenal, seperti drama Korea, drama Asia, sinetron yang mengandung unsur kekerasan, dan sebagainya. Tayangan-tayangan seperti itu, tidak sebanding dengan tayangan tradisional yang diberikan. Sehingga wajar saja apabila pemahaman masyarakat akan budaya sendiri menjadi cukup minim. Lantas bagaimana para generasi muda pada generasi ini, dapat mewarisi budaya ke generasi selanjutnya?
Pada era globalisasi ini, keprihatinan tersebut tidak dapat dihindari, akan tetapi upaya filtrasi budaya juga harus digunakan. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga warisan budaya yang kita miliki. Itu semua hanya membutuhkan kemauan dan niat. Dalam dunia pendidikan, misalnya. Pemerintah tentunya telah memasukan mata pelajaran bahasa daerah dalam kurikulum pembelajaran. Hal ini merupakan contoh upaya yang dilakukan pemerintah untuk ikut ambil bagian dalam melestarikan budaya.
Selain itu, ada juga kegiatan ekstrakurikuler di sekolah atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti kesenian Jawa, tari tradisional, musik tradisional seperti karawitan, angklung, kulintang, dan lain sebagainya. Apabila kegiatan tersebut dimasukan dalam kegiatan intrakurikuler di sekolah, tentunya semua
siswa akan terlibat secara langsung di dalamnya. Hal tersebut adalah contoh konkret upaya pelestarian budaya kita, apabila dilihat dari bidang pendidikan.
Di lingkup keluarga pun perlu dilakukan upaya-upaya seperti itu. Ada baiknya orangtua mengajarkan kepada anak untuk lebih menghargai warisan budaya. Seperti misalnya, mengajak anak menonton pagelaran seni secara langsung entah wayang, tarian, maupun musik tradisional. Contoh kecil lain yang tidak jauh berbeda dengan hal tersebut, misalnya saat mengadakan syukuran hari ulang tahun, wisuda, atau apapun. Tidak ada salahnya menampilkan hiburan tradisional juga di dalamnya. Banyak sekali hal-hal kecil yang dapat dilakukan untuk menjaga warisan budaya yang kita miliki. Sebenarnya, kita hanya membutuhkan kemauan dan niat untuk melakukannya. (Klaudia Molasiarani S/YSH)
Masuknya budaya luar ikut mewarnai selera masyarakat dalam perkembangan zaman ini. Kecenderungan mereka untuk mengadopsi budaya luar bahkan menjadikannya sebagai trendsetter jauh lebih besar dibanding mempelajari budaya sendiri. Masyarakat Indonesia baru mau mengakui dan tergerak untuk melestarikannya, saat budaya mereka diklaim oleh negara lain. Setelah hal itu terjadi, mereka baru menaruh perhatian cukup besar pada budayanya.Tidak dapat dipungkiri, apabila masalah ini dapat mengancam keeksistensian budaya tradisional.
Mengapa budaya luar seperti K-Pop dapat lebih diterima daripada kesenian Indonesia seperti tarian Jawa? Hal tersebut tentunya menjadi keprihatinan masyarakat Indonesia pada umumnya. Menyadari bahwa semua warisan budaya adalah identitas bangsa, sudah semestinya kita menjaga dan melestarikannya. Tugas ini bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, melainkan juga seluruh masyarakat Indonesia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjaga ke eksistensian warisan budaya bangsa ini. Tidak ada salahnya, apabila dilakukan akulturas ibudaya, dimana kita mengadopsi budaya luar, dan memadukan dengan budaya lokal tanpa menghilangkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Terkadang, pengembangan suatu budaya memang diperlukan untuk mengikuti perkembangan zaman. Yang terpenting adalah nilai yang terkandung di dalamnya, bukan sekadar kepopuleritasan semata. Kreatif dan inovatif memang diperlukan dalam hal ini. Contoh ke kreatifan yang telah dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah warisan budaya dari NTB, yakni kainTenun. Kain tenun khas Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dipadukan dengan gaya Eropa menghasilkan rancangan busana yang tidak kalah menarik dengan busana Internasional. Sehingga tidak heran, kain tenun khas NTB ini akan melangkah ke kancah Internasional.
Keprihatinan lain yang sering dijumpai, adalah kurangnya komunikasi budaya. Komunikasi budaya yang seyogianya dapat memperkenalkan berbagai macam kebudayaan, kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Media sendiri lebih sering menyuguhkan kesenian modern dari pada tradisional. Secara tidak langsung, masyarakat khususnya remaja akan lebih banyak mengenal sesuatu yang seharusnya tidak perlu terlalu dikenal, seperti drama Korea, drama Asia, sinetron yang mengandung unsur kekerasan, dan sebagainya. Tayangan-tayangan seperti itu, tidak sebanding dengan tayangan tradisional yang diberikan. Sehingga wajar saja apabila pemahaman masyarakat akan budaya sendiri menjadi cukup minim. Lantas bagaimana para generasi muda pada generasi ini, dapat mewarisi budaya ke generasi selanjutnya?
Pada era globalisasi ini, keprihatinan tersebut tidak dapat dihindari, akan tetapi upaya filtrasi budaya juga harus digunakan. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga warisan budaya yang kita miliki. Itu semua hanya membutuhkan kemauan dan niat. Dalam dunia pendidikan, misalnya. Pemerintah tentunya telah memasukan mata pelajaran bahasa daerah dalam kurikulum pembelajaran. Hal ini merupakan contoh upaya yang dilakukan pemerintah untuk ikut ambil bagian dalam melestarikan budaya.
Selain itu, ada juga kegiatan ekstrakurikuler di sekolah atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti kesenian Jawa, tari tradisional, musik tradisional seperti karawitan, angklung, kulintang, dan lain sebagainya. Apabila kegiatan tersebut dimasukan dalam kegiatan intrakurikuler di sekolah, tentunya semua
siswa akan terlibat secara langsung di dalamnya. Hal tersebut adalah contoh konkret upaya pelestarian budaya kita, apabila dilihat dari bidang pendidikan.
Di lingkup keluarga pun perlu dilakukan upaya-upaya seperti itu. Ada baiknya orangtua mengajarkan kepada anak untuk lebih menghargai warisan budaya. Seperti misalnya, mengajak anak menonton pagelaran seni secara langsung entah wayang, tarian, maupun musik tradisional. Contoh kecil lain yang tidak jauh berbeda dengan hal tersebut, misalnya saat mengadakan syukuran hari ulang tahun, wisuda, atau apapun. Tidak ada salahnya menampilkan hiburan tradisional juga di dalamnya. Banyak sekali hal-hal kecil yang dapat dilakukan untuk menjaga warisan budaya yang kita miliki. Sebenarnya, kita hanya membutuhkan kemauan dan niat untuk melakukannya. (Klaudia Molasiarani S/YSH)