Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed) akan menyampaikan perubahan kebijakan lebih awal daripada prediksi waktu sebelumnya. Ini artinya potensi kenaikan suku bunga pertama mungkin terjadi awal 2022.
Pasar mengantisipasi langkah The Fed dalam mempercepat penghentian program pembelian obligasi atau tapering yang semula pada Maret hingga Juni. Tindakan ini memberikan keleluasan terhadap the Fed untuk menaikkan suku bunganya.
Advertisement
The Fed diproyeksikan dalam rilis terbaru akan ada dua hingga tiga kenaikan suku bunga pada 2022. Sementara pada tahun berikutnya, peningkatan suku bunga dilakukan tiga hingga empat kali.
Sebelumnya tidak ada kosensus terhadap enaikan suku bunga pada 2022 meskipun setengah anggota The Fed berharap setidaknya terjadi satu kali kenaikan di tahun depan.
Akhir pertemuan The Fed pada Rabu sore, 15 Desember 2021 mengungkapkan bank sentral mengakui inflasi bukan sekadar masalah jangka pendek.
Lonjakan harga bisa menjadi ancaman besar bagi perekonomian AS. Indeks harga konsumen meningkat 6 persen pada November dan terus merangkak naik sampai Desember.
"Saya pikir sudah terlambat untuk keluar dari pelonggaran," ujar Chief Investment Officer BlackRock Rick Riederr dilansir dari CNBC, Rabu (15/12/2021).
Komentar Rieder merupakan tanggapan atas program pelonggaran kuantitatif yang diterapkan The Fed sejak 2020, guna menekan dampak pandemi. Di samping itu, The Fed pun memangkas suku bunga acuan dana fed fund ke angka nol.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pertimbangan Penerapan Kebijakan The Fed
Pada pertengahan November anggota The Fed mulai mendiskusikan gagasan pengurangan yang lebih cepat. Hasilnya sukses mengubah harapan pasar demi mencapai tujuan dengan cepat dari satu kali pembelian obligasi senilai USD 120 miliar setara Rp 1.718,6 triliun (estimasi kurs Rp 14.322 per dolar AS) per bulan.
Ekspetasi pasar juga bergerak positif pada saat kenaikan suku bungan yang akan berlangsung akhir tahun depan hingga awal Juni.
Rieder menuturkan dengan berakhirnya pembelian obligasi lebih cepat, The Fed mempunyai opsi lebih banyak untuk menaikkan suku bunga.
"Saya pikir mereka (The Fed) dapat menaikan suku bunga pada 2022 dan tiga hingga emoat kali pada 2023. Saya berpikir itu (kenaikkan suku bunga) tidak akan terburu-buru,” tambah Rieder.
Menurut Rieder, data akan menetukan kapan The Fed akan memulai kebijakan tersebut. Dari pandangannya The Fed memiliki gasasan untuk memulai rencananya pada kuartal tertentu.
“Lalu The Fed akan dapat menangani lebih baik seberapa persistennya inflasi dan apakah virus menjadi risiko bagi ekonomi global di tahun baru,” ia menambahkan.
Advertisement
The Fed Bakal Hawkish
Sementara The Fed diperkirakan terdengar hawkish atau berada dalam mode pengetatan. Ketua Fed Jerome Powell memberikan sedikit penjelasan kepada pers pada Rabu, 15 Desember 2021, setelah 30 menit bank sentral AS menyampaikan pernyataan dan perkiraan ekonomi.
"Agar mereka membenarkan percepatan penurunan, pernyataan FOMC harus cukup mendadak," kata Ekonom di Dreyfus & Mellon, Vince Reinhart.
Powell kemungkinan akan membahas kedua inflasi yang lebih panas, tetapi juga The Fed bisa tetap berhati-hati.
"Kami menghentikan ‘transitori’, tetapi transisi tampaknya menjadi hal yang besar karena dia melakukan transisi yang cepat. Dia bisa meluangkan waktu untuk berbicara tentang mutasi virus dan risiko terhadap prospek dan hal-hal yang bisa salah,” ujar Reinhart.
Menyeimbangkan Neraca
Kartu liar besar untuk pasar adalah apa yang dikatakan The Fed tentang neracanya sebesar USD 4,1 triliun pada Januari 2020 sebelum pandemi. Angka ini membengkak menjadi USD 8,7 triliun. Saat sekuritas di neraca jatuh tempo, The Fed menggantinya secara terpisah dengan membeli miliaran lebih banyak di Treasurys setiap bulan.
"Itu akan sangat mengejutkan pasar jika The Fed keluar dan mengatakan tidak perlu mempertahankan ukuran pada level ini. The Fed lebih mungkin akan mengurangi neraca setelah menaikkan suku bunga. Pengurangan terakhir The Fed dari neraca kadang-kadang bisa memiliki dampak lebih besar terhadap pasar daripada efek kenaikan suku bunga," kata Rieder.
Ekonom Goldman Sachs menyusun skenario untuk suku bunga, yang menurut mereka kurang konservatif daripada di siklus terakhir setelah krisis keuangan.
Kenaikan suku bunga akan dimulai jika The Fed membiarkan sekuritas jatuh tempo dan tidak menggantinya otomatis neraca akan mulai menyusut.
"Kami memperkirakan kenaikan suku bunga keempat akan terjadi pada kuartal I 2023. Untuk saat ini perkiraan terbaik kami adalah limpasan akan dimulai sekitar waktu itu," tulis Ekonom Goldman Sachs dalam sebuah catatan.
Dalam catatan itu menyebutkan, penelitian tentang kebijakan neraca menisyaratkan dampak limpasan pada suku bunga, kondisi keuangan yang lebih luas, pertumbuhan, dan inflasi harus moderat.
Di mana jauh lebih kecil daripada kenaikan suku bunga yang kami harapkan. Namun, pasar terkadang bereaksi keras terhadap pengurangan akomodasi neraca di masa lalu.
Chief Economist Grant Thornton Diane Swonk mengharapkan The Fed membahas neraca pada pertemuan Selasa-Rabu tetapi tidak mengambil tindakan.
"Saya pikir dia akan ditanyai tentang neraca. The Fed mencoba membiarkan neraca mereka terkuras sebelumnya. Itu adalah sesuatu yang kita harapkan terjadi juga lebih cepat kali ini. Saya tidak berpikir mereka membuat keputusan itu. Saya tidak akan terkejut melihatnya di menit akhir pertemuan,” ujar dia.
Reporter: Ayesha Puri
Advertisement