Menlu Antony Blinken: AS Pertimbangkan Sanksi Baru Untuk Myanmar

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang mempertimbangkan langkah-langkah tambahan apa yang harus diambil terhadap junta Myanmar.

Oleh DW.com diperbarui 16 Des 2021, 08:03 WIB
Senat Amerika Serikat telah mengukuhkan Antony Blinken sebagai Menteri Luar Negeri AS pada Selasa (26/1/2021). (Photo credit: Alex Edelman/POOL/AFP/File)

, Jakarta - Amerika Serikat mempertimbangkan langkah-langkah baru terhadap junta militer di Myanmar, kata Menlu Antony Blinken. Presiden AS juga mengundang para pemimpin ASEAN untuk mengadakan pertemuan puncak istimewa.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada Rabu (15/12) bahwa Amerika Serikat sedang mempertimbangkan langkah-langkah tambahan apa yang harus diambil terhadap junta Myanmar dan mengatakan para pemimpin Asia Tenggara telah diundang untuk mengadakan pembicaraan pada pertemuan puncak dengan Presiden Joe Biden.

Hal itu disampaikan Antony Blinken dalam kunjungannya ke Malaysia. Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan, undangan KTT Presiden Biden akan dibahas dalam pertemuan ASEAN 19 Januari mendatang, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Kamis (16/12/2021).

"Kami sangat menantikan pertemuan puncak khusus dengan ASEAN tahun depan," kata Antony Blinken, dan menyebut ASEAN sebagai sangat "penting bagi arsitektur kawasan Indo-Pasifik".

Menlu AS Antony Blinken sebelumnya berkunjung ke Jakarta dan menjanjikan komitmen Amerika Serikat untuk meningkatkan kerja sama pertahanan dan intelijen dengan mitra-mitranya di kawasan Indo-Pasifik sehubungan dengan "sikap dan tindakan agresif China".

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


KTT AS-ASEAN Untuk Bahas Isu Global

Warga Myanmar yang tinggal di Thailand membakar gambar Jenderal Min Aung Hlaing saat protes di depan Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok, Thailand, Kamis (4/2/2021). Jenderal Min Aung Hlaing menjadi tokoh di balik kudeta militer Myanmar pada 1 Februari 2021. (AP Photo/Sakchai Lalit)

ASEAN telah memimpin upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis di Myanmar, namun menyatakan frustrasi dengan "kemajuan yang lambat". Karena itu ASEAN tidak mengundang pemimpin militer Myanmar menghadiri pertemuan puncak yang digelar baru-baru ini.

"Penting dalam beberapa minggu dan bulan ke depan untuk melihat langkah-langkah tambahan apa yang dapat kita ambil secara individu maupun kolektif untuk menekan rezim agar mengembalikan negara ke jalur demokrasi," kata Blinken.

Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya telah memberlakukan sanksi terhadap kepemimpinan militer Myanmar. Selain membahas krisis di Myanmar, Blinken mengatakan usulan KTT AS- ASEAN juga diharapkan akan membahas isu-isu seperti pemulihan dari pandemi COVID-19, perubahan iklim, investasi dan infrastruktur.

 


Hampir 11 Ribu Orang Ditahan Rezim Militer

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pada Selasa 19 September 2017 akhirnya bicara ke dunia soal krisis di Rakhine yang memicu eksodus massal warga Rohingya ke Bangladesh (AP Photo/Aung Shine Oo)

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer 1 Februari lalu menggulingkan pemerintah sipil yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi, yang memicu protes dan perlawanan bersenjata.

Sejak kudeta militer, Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik AAPP mengatakan sudah lebih dari 10.900 warga sipil ditahan dan lebih dari 1.300 orang dibunuh oleh pasukan keamanan.

Militer Myanmar mengatakan AAPP bias dan menggunakan data yang berlebihan, dan ratusan tentara juga tewas dalam konflik itu.

Myanmar berada dalam sorotan sejak lebih dari 730.000 minoritas Muslim Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine pada Agustus 2017 setelah tindakan keras militer, yang menurut para pengungsi termasuk pembunuhan massal dan pemerkosaan.


Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya