Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Lenny N Rosalin mengatakan, perkawinan usia anak maupun kejahatan seksual terhadap anak menimbulkan efek domino yang merugikan masa depan anak tersebut.
Pada webinar bertajuk "Pelibatan Laki-Laki dalam Meningkatkan Kesehatan Ibu sebagai Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu" yang diikuti secara daring, Lenny mencontohkan anak perempuan korban pemerkosaan yang akhirnya berperan sebagai kepala rumah tangga.
Baca Juga
Advertisement
"Anak-anak kecil baru umur 13 tahun, 14 tahun yang diperkosa kemudian dia (anak) mendadak jadi kepala rumah tangga, si perempuan ini dengan anak-anaknya," kata dia di Jakarta, Rabu, (15/12/2021), dikutip dari Antara.
Kemudian, menurut dia, jika anak-anak yang dilahirkan tidak dapat diasuh dengan baik, maka anak-anak tersebut memiliki risiko kematian yang tinggi ataupun rentan mengalami stunting.
Lalu, jika sang ibu membiarkan anaknya diadopsi oleh orang lain karena merasa tidak sanggup mengurus anak tersebut, akan ada permasalahan berikutnya, yakni kemungkinan terjadinya perdagangan orang.
"Isu adopsi juga menjadi isu penting karena yang mengadopsi tulus tidak? Baik tidak? Adakah niatan untuk memperdagangkan, menjualnya. Banyak sekali motif-motif (perdagangan orang) dan inilah kompleksitas yang pemicunya adalah perkawinan anak atau kejahatan seksual kepada anak," kata dia.
Tak Pernah Usai
Lenny menyebut, Kemen PPPA dan aparat penegak hukum terus menangani berbagai kasus kekerasan seksual yang korbannya sebagian besar anak perempuan.
"Kasusnya itu hilir mudik tidak pernah usai dan sebagian besar didominasi dengan kejahatan seksual, yang mana korbannya yang paling banyak adalah para perempuan, anak-anak kita ya," kata Lenny.
Advertisement