Mengenal Spinal Cord Injury yang Dialami Edelenyi Laura Anna Sebelum Meninggal

Selebriti Instagram Edelenyi Laura Anna meninggal dunia pada Rabu 15 Desember di usia 21. Sebelumnya, ia sempat mengalami kecelakaan yang mengakibatkan spinal cord injury.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Des 2021, 13:00 WIB
Kabar duka, selebgram Edelenyi Laura Anna meninggal dunia. (Sumber: Instagram/edlnlaura)

Liputan6.com, Jakarta Selebriti Instagram Edelenyi Laura Anna meninggal dunia pada Rabu 15 Desember di usia 21. Sebelumnya, ia sempat mengalami kecelakaan yang mengakibatkan spinal cord injury.

Menurut Ketua Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf DKI Jakarta Wawan Mulyawan spinal cord injury atau cedera saraf tulang belakang merupakan cedera pada tulang belakang yang dapat menyebabkan disabilitas fisik hingga kematian.

Menurut definisi Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI 2006) cedera ini dapat timbul secara langsung (kecelakaan ataupun jatuh) maupun tidak langsung (infeksi bakteri atau virus).

Wawan juga mengutip Price 2003 yang menyatakan bahwa cedera tulang belakang dapat mengakibatkan terjadinya paralisis, paraplegia, depresi refleks neurologis, edema dan hipoksia jaringan.

“Kasus spinal cord injury jumlahnya tidak sebanyak cedera pada otak. Tidak ada data global yang persis berapa banyak orang yang memiliki cedera ini (akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh atau luka tusuk atau tembak),” kata Wawan dalam keterangan pers ditulis Kamis (16/12/2021).

Namun, menurut data nasional dan regional di dunia berkisar antara 300 -1.300 orang yang mempunyai cedera saraf tulang belakang di antara 1 juta penduduk. Jika mengacu pada angka ini, walau data di Indonesia belum ada, diperkirakan ada sekitar 200.000 orang Indonesia yang menyandang cedera saraf tulang belakang.

Simak Video Berikut Ini


Kerusakan Primer

Wawan menambahkan, ada 2 kerusakan akibat cedera saraf tulang belakang. Pertama, kerusakan langsung akibat benturan dan penekanan atau disebut kerusakan primer.

Kerusakan primer adalah cedera pada saraf  tulang belakang yang biasanya terjadi akibat trauma pada tulang belakang mulai dari leher/servikal sampai tulang belakang sakral.

Tulang yang retak atau patah akan menekan sumsum tulang belakang atau bahkan merobeknya. Cedera saraf tulang belakang dapat saja terjadi tanpa patah tulang belakang yang jelas. Sebaliknya seseorang bisa saja mengalami patah tulang belakang tanpa terjadi cedera tulang belakang.

Namun, pada sebagian besar cedera saraf tulang belakang, sumsum tulang belakang tertekan atau robek. Sedangkan berat ringannya kerusakan saraf tergantung pada kekuatan penekanan saraf oleh tulang belakangnya, keras ringannya energi yang menghantam, dan lamanya penekanan atau lamanya pertolongan.


Kerusakan Sekunder

Kedua adalah kerusakan sekunder atau kerusakan tambahan/ikutan. Kerusakan sekunder dapat terjadi akibat terus berlangsungnya kerusakan primer karena kurang cepatnya pertolongan atau tidak tepatnya pertolongan.

“Sehingga kerusakan yang seharusnya lebih ringan, menjadi lebih berat atau menjadi permanen dibandingkan kerusakan langsung di awal cedera/benturan.” 

Karena begitu banyak kerusakan yang muncul setelah cedera awal, maka menjadi penting proses-proses kecepatan dan ketepatan penanganan untuk mempertahankan sebanyak mungkin fungsi saraf sensorik, motoric, dan otonom.

Dalam beberapa menit setelah kecelakaan atau cedera, jika tidak segera ditangani, dapat menyebabkan pengiriman nutrisi dan oksigen yang tidak cukup ke sel saraf, dan sel saraf akhirnya mati permanen.

Ketika sel saraf di sumsum tulang belakang, akson, atau astrosit cedera, jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bahkan akan bisa merusak dirinya sendiri (self-destruction) akibat memproduksi bahan kimia beracun yang disebut zat radikal bebas. 

 


Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya