Liputan6.com, Pekanbaru - Persoalan sampah di Pekanbaru tak ada habisnya. Pada saat masyarakat membutuhkan lingkungan bersih dan nyaman tanpa gangguan, sampah selalu berserakan di sejumlah titik meskipun Pemerintah Kota Pekanbaru sudah punya pihak ketiga untuk mengangkutnya.
Hal ini membuat aktivis lingkungan menggugat wali kota Pekanbaru, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan hingga DPRD Kota Pekanbaru. Ketiganya digugat agar membenahi kebijakan pengelolaan sampah, baik penanganan hingga pembatasan.
Baca Juga
Advertisement
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Even Sembiring, menyebut gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru. Di antara penggugat adalah Riko Kurniawan dan Sri Wahyuni serta diinisiasi oleh Walhi Riau, LBH Pekanbaru serta lainnya.
Even menyatakan, persoalan sampah di Pekanbaru merupakan persoalan krusial. Timbulan sampah terjadi setiap tahun sejak 2016 yang mengakibatkan banjir, pencemaran air, polusi udara hingga gangguan keindahan kota.
Timbulan sampah yang terus berulang, lanjut Even, memperlihatkan buruknya tata kelola pemerintahan di Kota Pekanbaru. Begitu juga perencanaan, implementasi hingga pengawasan yang buruk sehingga persoalan sampah terus terjadi tiap tahun.
"Hal ini mengakibatkan penduduk Pekanbaru kehilangan hak dasarnya, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat," sebut Even.
Selain persoalan timbulan sampah, Kota Pekanbaru juga menghadapi persoalan sampah plastik yang tidak terkendali. Ini tertuang dalam dokumen BPK yang menyebutkan Pemerintah Kota Pekanbaru harus segara menerbitkan aturan tentang pembatasan plastik sekali pakai.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak video pilihan berikut ini:
Bukan Pekerjaan Sulit
Menurut Even, seharusnya perumusan aturan ini bukan menjadi pekerjaan sulit. Banyak peraturan kepala daerah, seperti Kota Bogor, Surabaya, DKI Jakarta, Bali dan lainnya yang dapat dirujuk pemerintah kota untuk merumuskan peraturan pembatasan plastik sekali pakai.
Even menjelaskan, pihaknya juga melihat DPRD Kota Pekanbaru tidak serius menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran pengelolaan sampah. Kejadian berulang tidak direspon dengan sikap tegas dan solutif, sehingga Wali Kota dan Dinas LHK Kota Pekanbaru tidak serius membenahi persolan pengelolaan sampah.
Sementara itu, Direktur LBH Pekanbaru Andi Wijaya, sekaligus koordinator tim advokasi mengatakan gugatan ini memperlihatkan partisipasi publik guna mendorong perbaikan kebijakan dan tindakan Pemerintah Kota Pekanbaru dalam pengelolaan sampah.
Dia menyebut gugatan ini harus dimaknai secara positif oleh para tergugat. Keseluruhan petitum meminta perbaikan, penguatan kebijakan dan alokasi anggaran pengelolaan sampah.
"Jadi Wali Kota, Dinas LHK dan DPRD Kota Pekanbaru harus berterima kasih kepada publik yang sudah menginisiasi gugatan," kata Andi.
Andi menjelaskan, kegagalan pengelolaan sampah merupakan suatu pelanggaran hak atas lingkungan hidup yang sehat. Kegagalan itu terjadi setiap tahun, sampah menumpuk dan tidak terangkut.
"Penyebabnya adalah kebijakan pengelolaan sampah yang buruk dari penanganan dan pengangkutan sampah hingga pengurangan sampah," katanya.
Advertisement
Hak Hidup Sehat
Paling tidak, sambung Andi, ada beberapa hal terkait persoalan sampah di Pekanbaru. Yaitu tidak jelasnya tata kelola kebijakan sampah yang mengarah kepada pengurangan sampah yang tidak efektif. Kemudian tidak adanya kebijakan yang khusus dalam pembatasan sampah plastik.
"Kemudian masih memberlakukan sistem pihak ketiga dalam pengangkutan sampah berakibat kota Pekanbaru tahun ke tahun problem sampah menumpuk yang tidak ditangani," jelas Andi.
Sementara itu, penggugat I sebagai penduduk Pekanbaru, Riko Kurniawan menyebut menjadi penggugat karena ingin memastikan anaknya dan penduduk Pekanbaru lainnya mendapat hak atas lingkungan hidup baik dan sehat.
"Persoalan sampah tahunan di Pekanbaru tidak boleh terulang kembali, kita semua rindu Kota Pekanbaru yang bersih, tertib, usaha bersama, aman dan harmonis (BERTUAH)," kata Riko.
Selanjutnya, penggugat II yang juga Direktur Riau Woman Working Group, Sri Wahyuni menjelaskan, plastik merupakan materil yang berasal dari penyulingan gas dan minyak. Dari proses awal ia sudah menyumbang pada pelepasan emisi.
Ketika berproses menjadi sampah mengakibatkan polusi air dan tanah. Bahkan, proses daur ulangnya juga berbahaya, karena melalui proses pembakaran.
"Kondisi ini membahayakan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, terlebih bagi ibu dan anak," jelas Sri Wahyuni.