Liputan6.com, Jakarta - Virus Covid-19 varian Omicron diperkirakan memberikan dampak yang sangat terbatas pada pertumbuhan ekonomi di kuartal IV 2021. Hal ini karena dampak dari virus varian Omicron ini tidak sebesar varian Delta.
"Berdasarkan WHO, belum terdapat bukti bahwa varian ini mempunyai tingkat penularan dan ancaman terhadap kesehatan yang lebih tinggi," kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (17/12/2021).
Omicron dapat menjadi ancaman bila tidak dimitigasi oleh pemerintah. Beberapa negara Eropa kembali merestriksi kegiatan ekonomi, sejalan dengan kenaikan kasus, meskipun belum dapat dilacak bahwa penyebab kenaikan kasus dikarenakan oleh Omicron.
Masih minimnya informasi terkait Omicron, pemerintah mungkin akan memperketat kunjungan dari luar negeri, dengan harapan tidak adanya impor kasus dari para pengunjung luar negeri ataupun wisatawan yang baru kembali.
Dengan kondisi tersebut, ia memperkirakan Pemerintah belum akan memperketat PSBB dalam waktu dekat ini, kecuali peningkatan PSBB yang direncanakan pada Nataru sebelumnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Prediksi 2022
Dari perkiraan tersebut, kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi di 2022 tetap berada pada kisaran 4,75-5,25 persen, didorong oleh perbaikan aktivitas ekonomi Indonesia, sehingga pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 akan cenderung mendekati pertumbuhan ekonomi sebelum masa pandemi.
"Dengan kembalinya perekonomian di tahun 2021 ini, low-based effect, yang terjadi pada kuartal II 2021 lalu diperkirakan tidak akan terulang kembali. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 akan didorong oleh pertumbuhan ekonomi dari sisi investasi serta konsumsi," ujarnya.
Begitupun, pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh semakin atraktifnya investasi di Indonesia, sejalan dengan kegiatan ekonomi yang mendekati kondisi sebelum pandemi. Peningkatan dari sisi investasi kemudian akan mendorong pembukaan lapangan pekerjaan, sehingga pasar tenaga kerja Indonesia semakin membaik. Alhasil, daya beli masyarakat juga ikut terdorong naik.
Dari sisi net ekspor, diperkirakan komponen ini akan cenderung turun, seiring dengan kenaikan impor akibat kebutuhan manufaktur yang tinggi, diikuti oleh normalisasi harga komoditas global.
"Hambatan dari sisi net ekspor ini yang menjadi salah satu tantangan dalam pertumbuhan ekonomi di tahun 2022," tutup Josua.
Advertisement