Liputan6.com, Jakarta - Kasus pertama varian Omicron terdeteksi ada di Indonesia per 15 Desember 2021. Temuan pertama kasus varian COVID-19 yang tengah gencar menginvasi lebih dari 77 negara di dunia ini terkonfirmasi pada seorang petugas kebersihan.
N, begitu inisial pasien COVID-19 varian Omicron ini tak memiliki riwayat bepergian ke luar negeri. Pun tak menunjukkan gejala infeksi. Kesehariannya dihabiskan di sekitar Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran, tempatnya bertugas sekaligus tinggal.
Informasi temuan pertama kasus varian Omicron di Tanah Air diumumkan langsung oleh Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Kamis, 16 Desember 2021, jelang tengah hari. Budi Gunadi menyebut, terdeteksinya varian Omicron berawal dari hasil tes PCR positif COVID-19 pada tiga petugas kebersihan di Wisma Atlet yang dilakukan pada 8 Desember 2021.
Baca Juga
Advertisement
Lalu, sampel dari tiga pasien COVID-19 itu dikirimkan ke Baliltbangkes untuk diperiksa lebih detail agar terungkap jenis variannya. Pada 15 Desember malam, terungkap bahwa satu dari tiga petugas kebersihan tersebut terpapar varian Omicron.
Budi menduga N terpapar karena berinteraksi dengan pasien COVID-19 saat menjalankan tugasnya. "Tetapi kita belajar dari Hong Kong, ya memang bisa (tertular meski tidak melakukan perjalanan luar negeri). Bisa karena melayani pasien, akibatnya orang ini tertular."
Ketiga pasien COVID-19 termasuk N, kemudian menjani karantina di Wisma Atlet. Sudah dilakukan tes PCR kedua, hasilnya mereka negatif COVID-19.
Belum Ada Transmisi Komunitas, Pemeriksaan WGS Diperbanyak
Selain kasus N dan dua orang lainnya, Kemenkes juga mencatat 5 kasus probable Omicron. Mereka adalah dua WNI yang datang dari Inggris dan Amerika Serikat serta tiga warga negara Tiongkok. Pemerintah tengah menanti hasil pemeriksaan WGS pada kelima kasus probable Omicron.
Saat ini, dua WNI diisolasi di Wisma Atlet Jakarta, sementara tiga 3 WNA sekarang sedang diisolasi di Manado.
Probable Omicron artinya belum bisa dipastikan terpapar Omicron atau tidak. Pada lima kasus ini masih dilakukan pemeriksaan WGS oleh Balitbangkes Kemenkes.
"Jadi, belum pasti Omicron, tetapi karena kita melakukan tes PCR dengan spesifikasi yang khusus, istilahnya S-Gene Target Failure (SGTF), kita mendeteksi ada 5 kasus probable Omicron," ujar Budi.
Budi mernyampaikan, hingga kemarin, Kamis, 16 Desember 2021 belum ada laporan transmisi komunitas dari temuan kasus varian Omicron pertama. Meski begitu, pemeriksaan sampling WGS ditingkatkan.
"Kita terus melakukan sampling Whole Genome Sequencing (WGS) yang penting dan lebih ketat," ujar Budi.
Transmisi komunitas adalah penemuan sumber rantai penularan dengan jumlah kasus yang dilaporkan. Peningkatan Pemeriksaan WGS Upaya mengantisipasi kemunculan varian Omicron dengan meningkatkan pemeriksan WGS.
"Apa yang kita lakukan untuk mengantisipasi (Omicron)? Karena tidak terlalu banyak kasus konfirmasi, kita sehari mungkin 200-300 sampel," imbuh Menkes Budi Gunadi.
"Standar Whole Genome Sequencing biasanya lima persen, sekarang kami mau lakukan 10 persen. Semua kasus konfirmasi kami lakukan WGS," kata Budi.
Sebagai langkah cepat pencegahan menyebarnya COVID-19 varian Omicron di Tanah Air, sejumlah tower Wisma Atlet Kemayoran pun di-lockdown selama tujuh hari ke depan.
"Benar ada sejumlah tower yang diisolasi tujuh hari ke depan, Tower 1, kemudian tower 2, tower 3 dan tower 5," kata Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan COVID-19 Hery Trianto, Jumat (17/12/2021).
Hery menjelaskan, saat ini aktivitas di tower yang tengah diisolasi sangat dibatasi. Tenaga kesehatan yang tengah berjaga ada di tower-tower tersebut memakai pelindung lengkap seperti baju hazmat.
"Sangat dibatasi yang masuk di situ, nakes yang bekerja pakai hazmat," jelas dia.
Sebelumnya, Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Letnan Jenderal Suharyanto membenarkan, isolasi tengah dilakukan di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran. Menurut dia, hal itu dilakukan hingga sepekan ke depan demi mencegah meluasnya varian Omicron yang sudah teridentifikasi.
"RSDC Wisma Atlet diisolasi sampai 7 hari ke depan, ini sebagai bentuk antisipasi dini untuk mencegah penularan Varian Omicron pada level komunitas menyusul ditemukanya kasus penularan di area rumah sakit darurat COVID-19 tersebut," kata Suharyanto dalam keterangan tertulis diterima, hari ini.
Suharyanto menambahkan, keputusan mengisolasi RSDC Wisma Atlet Kemayoran diambil berdasarkan rapat koordinasi dengan Menko Marinvest, Menteri Kesehatan, TNI, dan Satgas Penanganan COVID-19, yang dilanjutkan dengan rapat teknis dengan kementerian lembaga terkait hari ini.
Advertisement
Epidemiolog: Harus Tuntas Diketahui N Terpapar dari Mana
Epidemiolog Indonesia dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan usai muncul satu kasus terdeteksi Omiron di Wisma Atlet perlu dilakukan evaluasi dan investigasi. Hal ini mengingat N tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri.
Dicky Budiman mengungkapkan bahwa kemungkinan penularan terjadi pada N dari orang yang tengah melakukan karantina dari luar negeri.
"Karena dia bekerja di satu fasilitas yang melayani orang yang bepergian dari luar negeri, yang kemungkinan besar terpapar Omicron dari luar negeri, tentu berisiko. Besar kemungkinan dari situ," ujar Dicky saat dihubungi Health Liputan6.com pada Kamis, (16/12/2021).
Dicky menjelaskan, hal tersebut juga terjadi pada banyak kasus di negara lain, salah satunya Hong Kong. Sehingga, penting untuk memahami bagi para petugas termasuk petugas kebersihan untuk terus berhati-hati.
Mengingat meskipun telah menggunakan masker dan face shield tidak dapat sepenuhnya menjamin. Terlebih, varian-varian virus SARS-CoV-2 seperti Omicron dapat menyebar melalui udara dengan mudahnya.
"Ini yang artinya harus dilakukan evaluasi dan investigasi. Pastikan kenapanya, aliran (udara)nya, dan sumber penularannya dalam kasus pertama ini," ujar Dicky.
Ia menekankan dalam temuan kasus pertama ini harus tuntas dalam mendapat kepastian N terpapar dari mana.
"Kalau enggak ketemu, ya harus curiga juga ini dia dari mana? Apa ada kontak dengan orang lokal atau bagaimana? Ini yang harus dituntaskan untuk mendapatkan kepastian," tambahnya.
Kemungkinan lain, N tertular dari sesama petugas di Wisma Atlet seperti disampaikan Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Profesor Tjandra Yoga Aditama.
Tracing dan Tracking
Maka dari itu, mesti segera melakukan pelacakan (tracing) dan penelusuran (tracking).
"Petugas ini kontak dengan siapa saja ya ditracing, kemudian tracking. Itu semua dilakukan. Menurut saya, jangan nunggu lama," kata Dicky melalui pesan suara yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis, 16 Desember 2021.
Lalu, seluruh orang yang masuk kategori suspek dan dikarantina di RSD Wisma Atlet, khususnya yang berkontak dengan petugas kebersihan yang dinyatakan positif terinfeksi Varian Omicron dites COVID-19.
"Diperiksa PCR juga menggunakan S Gene Target Failure (SGTF), kan mumpung di sini (lagi dikarantina). Yang saya khawatirkan, pekerja ini bolak-balik. Dia (sempat) ke rumahnya, kemungkinan seperti itu," kata Dicky.
Lakukan Pengamatan Tambahan
Dicky juga menyarankan para pasien yang baru-baru ini selesai karantina di RSD Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. Ia menyarankan ada pengamatan tambahan, terlebih lagi terkait temuan kasus Omicron pertama di rumah sakit tersebut.
"Kalau bisa dilakukan pengamatan karantina tambahan di rumah masing-masing itu lebih bagus. Setidaknya seminggu tambahan pengamatannya atau menunjukkan kalau ada gejala yang mengarah untuk mendapatkan kepentingan PCR ya dites," jelas Dicky.
"Karena tes PCR ini bisa dilakukan hari ke-1, ke-2, hari ke-5, hari ke-12, bahkan hari ke-14 juga bisa. Jadi ini yang harus dilakukan."
Melihat Karakter Omicron, Cepat atau Lambat Bakal Ada Transmisi
Meski saat ini diketahui belum ada transmisi komunitas dari temuan Oimcron di Indonesia, Dicky memprediksi cepat atau lembat bisa terjadi transmisi. Terlebih melihat penularan dan kemampuan replikasi varian Omicron yang lebih cepat dibanding Delta.
"Kita lihat situasi ancamannya bisa melebihi varian Delta. Kalau ini sudah dideteksi pada pekerja di karantina (RSD Wisma Atlet), berarti besar kemungkinan yang menjalani karantina itu ada lebih dari satu orang yang terpapar (Omicron)," kata Dicky.
"Ini (penularan Omicron) luar biasa cepat sekali. Data terakhir menunjukan, bahwa potensi penularannya itu luar biasa jauh lebih cepat dari Delta. Dalam arti, 70 kali kemampuan replikasi di saluran napas. Itu lebih cepat replikasinya dari Delta," Dicku menambahkan.
Menilik kemampuan varian Omicron, Dicky melanjutkan, potensi varian tersebut memiliki kemampuan menginfeksi lebih cepat dan besar.
"Oleh karena itu, sudah tepat dilakukan, misalnya, uji genom sekuensing," katanya.
Cara Pemerintah Hadang Peningkatan Kasus Omicron
Fakta bahwa Omicron masuk Indonesia membuat sebagian masyarakat takut. Apalagi varian dengan kode B.1.1.529 ini memiliki tingkat penularan tiga kali lebih cepat dari varian Delta.
Terkait ini, Budi mengatakan agar masyarakat tetap tenang, tidak usah panik. Kewaspadaan perlu dilakukan terutama peran penting masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.
"Pesan saya, bagaimana kita menghadapi kasus pertama varian Omicron ini ya tetap tenang, waspada, Ingat, pertama, prokes harus tetap disiplin dijalankan," ucap mantan Wakil Menteri BUMN ini.
"Kedua, surveilans harus terus kita lakukan. Kalau terkena (ada gejala), kita harus dites. kalau berjalan ke mana-mana dites dulu. Ketiga, kita harus percepat vaksinasi, terutama lansia yang ke luar negeri."
Pemerintah pun mengoptimalkan upaya tanggap darurat demi menghadapi sekaligus mencegah varian Omicron meluas, termasuk mempersiapkan infrastruktur baik rumah sakit dan obat-obatan.
Pengetatan Aktivitas Masyarakat
Pengetatan aktivitas masyarakat jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru), terlebih dengan adanya temuan varian Omicron, menjadi salah satu langkah yang dilakukan guna mencegah peningkatan kasus positif. Seperti dinyatakan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akan diperketat sesuai level di tiap-tiap daerah.
"Memperketat pelaksanaan PPKM di daerah masing-masing sesuai dengan levelnya. Level ini bisa naik turun, mungkin sampai dengan tahun baru, Januari itu tidak ada yang diturunkan," kata Ma'ruf di sela kunjungan kerjanya di Bali, Jumat (17/12/2021).
Wapres menambahkan, pengetatan PPKM juga akan dilakukan melalui kebijakan yang diambil pemerintah. Salah satunya dengan meningkatkan level PPKM.
"Ada daerah yang bisa naik tingkat levelnya, tapi diketatkan. Walau tidak di level 3 kan bisa dilakukan pengetatan-pengetatan PPKM. Itu beberapa kebijakan yang diambil pemerintah," jelas Ma'ruf.
Berkaca pada pengalaman pada COVID-19 varian Delta, Ma'ruf mendorong antisipasi lebih dini untuk dapat dilakukan. Dia pun meminta kepada Pemda mulai untuk melakukan pencegahan wilayah masing-masing.
"Kita punya pengalaman Delta, Delta itu kurang kita antisipasi sehingga kita kebobolan. Oleh karena itu, ketika ini baru satu, semua pemda harus melakukan penyiapan untuk pencegahan," Ma'ruf menandasi.
Vaksinasi dan Penerapan Protokol Kesehatan
Demikian pula halnya dengan vaksinasi COVID-19. Guna melindungi masyarakat dari ancaman berbagai varian COVID-19, dilakukan percepatan vaksinasi. Bagi daerah dengan cakupan vaksinasi rendah hingga akhir 2021, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menegaskan, pihaknya akan memberi sanksi.
Tito menyatakan, di akhir tahun 2021, pihaknya akan melakukan evaluasi daerah yang tidak mencapai target 70 persen vaksinasi dosis pertama.
"Bagi daerah yang tidak mencapai target 70 persen, akan kami evaluasi berupa teguran dan akan diberikan sanksi berupa disinsentif atau tidak akan diberikan tambahan Dana Insentif Daerah. Sebaliknya, bagi daerah yang telah memenuhi target, akan kami usulkan kepada Kementerian Keuangan untuk diberikan tambahan Dana Insentif Daerah dan Dana Alokasi Umum," tegasnya dalam Rapat Koordinasi Strategi Percepatan Vaksinasi di Auditorium Pendopo Gubernur Sumatera Barat, Jumat (17/12/2021).
Tito menekankan, jika suatu daerah angka capaian vaksinasi COVID-19-nya jomplang, maka akan mempengaruhi jumlah rata-rata nasional.
Selain vaksinasi, penerapan protokol kesehatan pun sama pentingnya untuk dilakukan di masa pandemi. Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Prof Dr Sri Rezeki Hadinegoro menjelaskan, vaksinasi berfungsi meningkatkan antibodi terhadap SARS-CoV-2 dan variannya.
Menurut Prof Sri, baik vaksinasi maupun penerapan protokol kesehatan 5M adalah dua hal yang harus dilakukan secara bersama-sama oleh semua orang. Penularan virus Corona penyebab COVID-19 tidak akan berhenti jika hanya menerapkan salah satu dari kedua hal tersebut.
Durasi Karantina bagi WNI dan WNA
Terkait perkembangan global varian Omicron, Pemerintah telah melakukan beberapa langkah antisipatif, antara lain Kemenkes menggencarkan upaya Whole Genome Sequencing (WGS) dan pemeriksaan PCR menggunakan S-Gene Target Failure (SGTF) untuk mendeteksi kemungkinan varian Omicron.
Masyarakat pun diimbau agar tak bepergian ke luar negeri dulu. "Sekali lagi, tolong liburan ini habiskan waktunya di dalam negeri, tidak perlu keluar negeri. Indonesia negara yang jauh lebih aman dibandingkan negara luar," ujar Budi Gunadi.
"Kita jaga warga, jaga tetangga dengan kurangi perjalanan ke luar negeri kalau tidak perlu. Jalan-jalan saja di dalam negeri karena relatif jauh lebih aman," imbuh Budi Gunadi.
Jika pun ada warga masyarakat yang dalam kondisi mendesak harus melakukan perjalanan luar negeri, Satgas Penanganan COVID-19 pun meminta masyarakat untuk memahami syarat perjalanan.
Karantina menjadi salah satu kewajiban yang harus ditunaikan para pelaku perjalanan luar negeri. Kewajiban karantina bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA) tertuang dalam Surat Edaran Satgas COVID-19 No. 25 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi COVID-19.
Ketentuan tersebut termasuk melakukan tes RT-PCR saat kedatangan, karantina 10 x 24 jam, dan tes ulang RT-PCR kedua pada hari ke-9 karantina. Untuk Warga Indonesia dari 11 negara tempat transmisi komunitas varian Omicron wajib menjalani karantina 14 hari.
Wiku Adisasmito mengingatkan seluruh elemen masyarakat untuk tidak lengah dan terus membekali diri dengan informasi perkembangan penanganan COVID-19 di Indonesia. Sehingga tidak lagi terjadi pelanggaran yang berpotensi merugikan orang lain.
“Dimohon kepada seluruh masyarakat untuk mempelajari kebijakan yang berlaku dan mentaatinya. Kebijakan ini dibuat tidak pandang bulu dan ditegakkan kepada seluruh lapisan masyarakat sesuai dengan yang tertera serta termaktub dalam Surat Edaran Satgas No. 25 Tahun 2021," tegas Wiku.
Pentingnya karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri pun ditegaskan Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban. Melalui akun Twitternya, Zubairi mengungkapkan bahwa karantina memang tidak dapat sepenuhnya menghambat penularan virus Corona, tetapi masih dapat meminimalisasi penularan yang terjadi.
"Karantina itu meminimalkan penularan, tidak 100 persen menghambat. Amerika itu seminggu, ternyata masih bobol. Sepuluh hari tentu lebih baik," tulis Zubairi, Jumat, (17/12/2021).
Zubairi menambahkan, masa inkubasi virus dalam tubuh seseorang juga dapat bervariasi. Terlebih, masih ada kemungkinan untuk false negative pada hasil pemeriksaan swab yang dilakukan.
Mengenai efektivitas karantina, Zubairi menilai hal tersebut terkait kepatuhan individu yang diawasi dan mengawasi dalam melaksanakan kewajiban. Menurutnya, aturan yang bagus akan menjadi percuma jika dilaksanakan tidak sebagaimana mestinya.
"Semoga, adanya kasus pertama Omicron ini akan jadi momentum perbaikan bagi kita semua. Itu harapan saya. Bismillah," sambungnya dalam unggahan tersebut.
Advertisement
Apa dan Bagaimana Varian Omicron?
Virus SARS-CoV-2 varian Omicron pertama kali terdeteksi oleh para ilmuwan di Afrika Selatan pada awal November 2021. Deteksi dilakukan seiring meningkatnya kasus positif COVID-19 di negara tersebut.
Temuan awal mengenai varian ini kemudian dilaporkan pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mencermati mutasi varian Omicron yang berbeda dari varian yang telah ada, WHO pun kemudian segera menetapkannya sebagai salah satu Variant of Concern.
Varian yang teridentifikasi sebagai B.1.1.529 ini lalu disebut Omicron, mengikuti sistem penamaan varian SARS-CoV-2 yang menggunakan alfabet Yunani oleh WHO. Hal ini bertujuan memudahkan komunikasi publik serta mengurangi keragu-raguan mengenai berbagai varian virus Corona penyebab COVID-19.
Diketahui varian Omicron memiliki sekitar 30 mutasi pada protein spike (mahkota/duri-duri) sehingga diduga lebih cepat menular dibandingkan varian sebelumnya. Studi awal di Inggris menemukan, kecepetan penularan varian ini tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan varian Delta.
Hingga saat ini para peneliti masih terus mempelajari karakteristik varian Omicron. Beberapa laporan sementara menunjukkan adanya kasus reinfeksi dan kasus pada orang yang telah divaksinasi. Ini menguatkan dugaan awal bahwa Omicron mampu menghindar dari sistem kekebalan tubuh manusia. Selain itu, laporan sementara juga menunjukkan bahwa varian ini mampu menekan potensi vaksin.
Meski diduga varian Omicron akan memengaruhi efektivitas vaksin, langkah vaksinasi masih terbukti mampu mencegah sakit berat dan kematian.
Bagaimana gejala Omicron?
Gejala yang ditimbulkan oleh varian Omicron sangatlah bervariasi. Dokter di Afrika Selatan yang menangani kasus-kasus awal varian Omicron mengatakan, pasien-pasiennya menunjukkan gejala ringan seperti tidak enak badan, otot terasa nyeri, kelelahan, tenggorokan tidak nyaman dan sakit kepala, namun tanpa disertai hilangnya kemampuan mencium atau mencecap rasa.
Sementara pada temuan kasus Omicron di negara lain termasuk Indonesia, individu yang terinfeksi varian Omicron tidak bergejala ataupun mengalami sakit.
Mengutip laman BMJ.com, data yang dirilis pada 16 Desember 2021 oleh Covid Symptoms Study yang dilakukan oleh perusahaan ilmu kesehatan Zoe serta King's College London menunjukkan, lima gejala yang paling banyak dilaporkan terkait infeksi varian Omicron yakni hidung meler, sakit kepala, kelelahan baik ringan maupun parah, bersin, serta tenggorokan tidak nyaman. Studi awal ini dilakukan berdasarkan kasus positif di London mengingat lokasi tersebut memiliki prevalensi kasus Omicron tertinggi di Inggris.
Walaupun sebagian besar kasus varian Omicron menunjukkan gejala ringan, WHO tetap berpesan untuk tetap mewaspadai varian ini.
"Kami memiliki laporan bahwa Omicron memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah dari Delta. Tapi sekali lagi, kalau kita punya banyak kasus, maka banyak kasus berarti akan lebih banyak yang dirawat di rumah sakit," ujar pemimpin teknis COVID-19 WHO, Maria Van Kerkhove.
Vaksinasi dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, sebut Maria, masih menjadi langkah pencegahan yang utama.