Sri Mulyani Blak-blakan Fakta Perubahan Iklim Mengancam Dunia

Sri Mulyani menyebut sejak tahun 2010 tinggi muka laut terus mengalami kenaikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Des 2021, 14:15 WIB
Menkeu Sri Mulyani memberi sambutan pada Seminar Nasional Nota Keuangan RAPBN 2020 : Mengawal Akuntabilitas Penerimaan Negara di Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2019). Sri Mulyani menjelaskan kondisi ekonomi global diselimuti awan hitam. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut sejak tahun 2010 tinggi muka laut terus mengalami kenaikan. Setiap tahun tidak kurang ketinggian air laut naik 0,3 sentimeter (cm).

"Kenapa air laut kita ini meningkat? Karena setiap tahun ada kenaikan 0,3 cm sejak tahun 2010," kata Sri Mulyani dalam Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Jumat (17/12/2021).

Kondisi terjadi karena es di kutub utara dan selatan meleleh karena bumi kian menghangat. Bongkahan es yang mencair bukan dalam ukuran kecil, tetapi diperkirakan sebesar kota Bandung yang menjadi ibukota provinsi Jawa Barat. Sehingga perlu dilakukan antisipas.

"Tadi pagi di BBC melaporkan Artik sudah meleleh. Esnya ini gede banget, satu es besarnya seperti Kota Bandung," kata dia.

Kian hangatnya suhu bumi menjadi ancaman perubahan iklim dunia, termasuk Indonesia. Perubahan iklim harus segera diatasi. Maka, langkah yang diambil pemerintah mengurangi emisi karbon yang menjadi pemicunya.

Salah satunya dengan menerapkan pasar karbon. Setiap perusahaan yang mengeluarkan CO2 dalam jumlah yang melebihi ketentuan harus membayarkan pajak.

"Buat yang berkontribusi CO harus bayar karena dia membuat dunia lebih hangat," kata dia.

 


Selanjutnya

Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Hasil pajak karbon tersebut akan digunakan untuk berbagai proyek yang menurunkan emisi. Misalnya membantu transisi penggunaan energi bersih.

Bisa juga digunakan untuk melakukan penanaman kembali pohon-pohon yang menyerap karbondioksida. Seperti yang dilakukan Presiden Joko Widodo yang beberapa waktu lalu mendorong penanaman mangrove di pesisir pantai.

"Setiap helai daun yang ini bisa menyerap karbon yang dilepaskan," kata dia.

Maka dari itu perlu adanya pengendalian peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Pemerintah Indonesia telah menandatangani komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 29 persen dengan usaha sendiri pada tahun 2030.

Mitigasi perubahan iklim di Indonesia membutuhkan pembiayaan karena mengubah perilaku aktivitas ekonomi yang berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya