Liputan6.com, Jakarta - Semula tidak ada turnamen sepak bola besar pada 2021. Namun semua berubah akibat pandemi Covid-19.
Gelaran yang semestinya berlangsung 2020 kini digelar tahun ini. Euro alias Piala Eropa dan Copa America adalah dua panggung terbesar.
Advertisement
Gelaran dua event tersebut membayar kerinduan pecinta sepak bola yang minim hiburan karena terkungkung di rumah. Drama dan sejarah baru pun hadir.
Berikut enam momen istimewa kompetisi sepak bola internasional yang dirangkum Liputan6.com pada kaleidoskop 2021:
Christian Eriksen Kolaps
Awal Euro 2020 menghadirkan cerita menakutkan. Gelandang Denmark Christian Eriksen kolaps pada laga fase grup melawan Finlandia.
Dunia tersentak. Penonton yang hadir di stadion menitikkan air mata khawatir skenario terburuk. Pasalnya, Jantung Eriksen sempat berhenti sebelum kembali berdetuk berkat pertolongan pertama.
Kabar baiknya, Eriksen baik-baik saja meski belum bisa kembali ke lapangan hijau. Peristiwa ini kembali menekankan pentingnya pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi atlet agar peristiwa-peristiwa buruk tidak terjadi.
Advertisement
Italia Raja Eropa
Italia dalam performa bagus menuju Euro 2020. Pasukan Roberto Mancini tidak terkalahkan dalam 22 pertandingan sebelum turnamen.
Namun, Gli Azzurri lolos dari perhatian. Publik lebih menjagokan sang juara dunia Prancis. Inggris juga menarik histeria dengan jargon football's coming home.
Nyatanya Italia melanjutkan penampilan bagus sepanjang kompetisi hingga akhirnya merebut gelar kedua sepanjang sejarah, setelah sebelumnya berjaya pada 1968. Kemenangan pada dua partai terakhir (semifinal dan final) memang berbau keberuntungan karena dicapai melalui adu penalti.
Tapi, tidak ada yang membantah kalau Italia merupakan tim terbaik sepanjang Piala Eropa 2020.
Lionel Messi Lengkapi CV
Lionel Messi akhirnya melengkapi CV. Dia merebut gelar perdana di level senior ketika Argentina menjuarai Copa America 2021. Capaian ini mematahkan pandangan yang menyebut Messi bukanlah pesepak bola terbaik sepanjang masa karena tidak sukses bersama negara kelahiran. Sebelumnya Messi merasakan empat kekalahan di final.
Tidak hanya gelar pribadi perdana, Messi juga membantu Argentina menuntaskan dahaga gelar selama 28 tahun. Capaian terasa makin istimewa karena terjadi di rumah musuh bebuyutan Brasil, yang mereka taklukkan pada partai pamungkas.
Advertisement
Chelsea Kuasai Liga Champions
Keputusan menunjuk pelatih anyar pada pertengahan musim berbuah manis bagi Chelsea. Terbukti, taktik ini sudah menghasilkan dua gelar Liga Champions.
Thomas Tuchel jadi sosok terbaru yang melakukannya musim panas lalu. Menggantikan Frank Lampard, sentuhan dinginnya membawa The Blues menuju takhta tertinggi Eropa. Di final mereka menaklukkan rival domestik Manchester City.
Tuchel mengikuti jejak Roberto Di Matteo hampir satu dekade sebelumnya. Di Matteo juga berkuasa pada pertengahan 2011/2012 menyusul pemecatan Andre Villas-Boas. Bersamanya Chelsea mengalahkan Bayern Munchen untuk merebut titel pertama di ajang paling bergengsi antarklub Eropa tersebut.
Spesialisasi Unai Emery
Piala UEFA atau kini bernama Liga Europa seakan diciptakan untuk Unai Emery. Pasalnya, pelatih asal Spanyol itu sudah memecahkan berbagai rekor di sana.
Bersama Sevilla, Emery jadi sosok pertama yang membukukan hattrick juara. Dia melakukannya pada 2014-2016.
Emery kemudian membantu Villarreal merebut gelar trofi bergengsi pertama setelah menaklukkan Manchester United pada final 2020/2021.
Dengan total empat titel, Emery kini jadi pelatih tersukses kompetisi meninggalkan sosok legendaris Giovanni Trapattoni.
Advertisement
Emas Brasil di Tokyo
Sebagai negara tersukses di Piala Dunia dengan lima gelar, Brasil harus menunggu lama sebelum membawa pulang emas Olimpiade.
Mereka baru bisa berdiri di podium tertinggi pada 2016 sejak pertama kali mengikuti sepak bola Olimpiade pada 1952.
Capaian tersebut ternyata jadi bekal bagi Brasil untuk kembali berjaya. Negeri Samba kembali merebut emas pada Olimpiade Tokyo yang tertunda setahun akibat pandemi Covid-19.
Dengan koleksi dua emas, Brasil pun menyamai capaian Argentina, Uni Soviet, dan Uruguay pada daftar juara. Mereka hanya tertinggal satu angka dari kontingen tersukses Hungaria dan Inggris Raya.