Liputan6.com, Jakarta - Hasil studi Investor Global Schroders 2021 menunjukkan individu beralih ke investasi berisiko tinggi di tengah pandemi COVID-19.
Dari riset Schroders, temuan yang berfokus pada risiko terhadap investasi ritel yang mensurvei lebih dari 23.000 orang dari 33 lokasi global menemukan, 37 persen orang lebih bersedia untuk alokasikan investasi ke aset berisiko tinggi.
Advertisement
Jumlah ini meningkat menjadi 44 persen untuk kelompok 18-27 tahun. Hasil tersebut menunjukkan, banyak orang merasa terdorong untuk mengambil risiko lebih besar untuk mengimbangi ketidakpastian COVID-19 dan kekhawatiran yang disebabkan oleh kenaikan inflasi. Ini bahkan lebih terjadi pada investor yang lebih muda.
"Generasi yang lebih muda memiliki appetite atau selera risiko yang lebih besar dibandingkan generasi yang lebih tua," dikutip dari hasil survei tersebut, Minggu (19/12/2021).
Untuk sisi pengembalian, riset itu menunjukkan setengah dari kelompok usia 18-37 tahun dan 38-50 tahun juga mengharapkan lebih dari 10 persen pengembalian, proporsi yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan mereka berusia 71+ tahun.
"Generasi yang lebih tua mengharapkan pengembalian yang lebih rendah, karena orang umumnya melakukan penyesuaian akan profil risiko di tahap usia yang lebih lanjut," demikian mengutip riset tersebut.
Ketika dihadapkan dengan skenario dengan suku bunga nol atau negatif, 57 persen dari investor berusia 18- 37 tahun mengatakan, mereka akan melakukan investasi yang lebih berisiko demi mengejar pengembalian, sementara itu hanya 17 persen yang akan lebih mungkin membelanjakan dan kurang cenderung untuk menyimpan.
Meskipun 68 persen dari kelompok usia ini menyatakan, kinerja investasi mereka berdampak pada terhadap kesehatan mental mereka.
Hubungan ini terbalik untuk kelompok usia 71+, dengan 40 persen dari mereka lebih cenderung membelanjakan daripada menyimpan dalam skenario ini.
"Orang yang lebih tua cenderung untuk tidak mengambil risiko dan lebih mungkin untuk membelanjakan, tetapi mereka memiliki minat yang mengejutkan pada kripto,"
Selain itu, lebih dari separuh responden atau 53 persen mengatakan, mereka akan investasi berisiko lebih tinggi demi mengejar pengembalian, sementara sepertiga atau 33 persen dari responden tertarik untuk investasi pada aset kripto.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dari Sisi Geografis
Dari perspektif geografis, 59 persen investor di Asia lebih mungkin untuk membuat investasi yang lebih berisiko dalam kondisi suku bunga rendah.
Diikuti oleh Amerika Serikat sebesar 53 persen dan Eropa sebesar 49 persen. Untuk mengejar pengembalian yang lebih tinggi ini, kebanyakan orang sekarang berinvestasi dalam aset-aset yang sebelumnya mereka anggap terlalu berisiko.
Secara khusus, sektor-sektor baru dan yang sedang hangat serta berkembang menjadi tiga jenis investasi teratas yang dibuat oleh orang-orang pertama kalinya selama setahun terakhir.
Saham-saham terkait kendaraan listrik menduduki posisi teratas yang sebesar 24 persen, disusul oleh reksa dana biotech dan farmasi sebesar 23 persen; sedangkan saham-saham internet dan teknologi, serta mata uang kripto semuanya di urutan ketiga atau sebesar 22 persen.
"Investor yang lebih terbuka untuk investasi pada aset-aset berisiko tinggi juga memiliki minat yang besar dalam saham-saham internet dan teknologi dari pada reksa dana real estate,”
Advertisement
Pilihan Investasi
Dalam riset itu menyebutkan, investor yang lebih menyukai risiko memiliki minat yang terlalu tinggi terhadap saham-saham internet dan teknologi, tetapi tingkat investasi yang tinggi pada logam mulia menunjukkan prospek mereka pada kedua sektor itu belum tentu bullish.
Adapun jenis investasi teratas yang dibuat oleh orang dengan selera risiko lebih besar, selama setahun belakangan antara lain saham dan atau reksa dana perusahaan internet dan teknologi sebesar 67 persen, saham atau reksa dana estate sebesar 57 persen, aset kripto antara lain bitcoin, Ethereum dan Litecoin sebesar 57 persen.
Kemudian saham, reksa dana emas, perak dan logam mulia sebesar 54 persen, saham dan reksa dana terkait kendaraan listrik sebesar 54 persen.
Selain itu, saham dan reksa dana biotok dan semua terkait farmasi sebesar 53 persen, saham atau reksa dana komoditas sebesar 53 persen, reksa dana ETF index-tracking sebesar 52 persen dan private equity atau perusahaan yang tidak terdaftar di bursa efek sebesar 48 persen.
Investor Lebih Pilih Investasi Berisiko
Head of Multi-Asset Strategy Schroder Lesley-Ann Morgan menuturkan, riset Schroder mengindikasikan banyak orang merasa mereka sekarang harus mengambil lebih banyak risiko demi mengejar pengembalian karena pandemi COVID-19 yang terjadi.
"Kondisi ekonomi yang menantang pada 2020 tampaknya menyebabkan hal ini. Di tengah kondisi suku bunga rendah, pilihan-pilihan investasi yang lebih berisiko telah secara mengejutkan menjadi menarik, terutama untuk investor-investor yang lebih muda,” ujar dia.
Ia menambahkan, investor juga didorong untuk melihat ke kelas aset yang lebih luas. Secara keseluruhan, temuan-temuan ini menunjukkan proporsi investor yang terbuka untuk menerima risiko yang lebih besar telah meningkat.
“ Tetapi dengan 63 persen orang menyatakan bahwa kinerja investasi mereka juga memiliki pengaruh pada kesehatan mental mereka, maka seharusnya mereka melakukan pendekatan risiko yang lebih bijaksana,” kata dia.
Michael T. Tjoajadi, Presiden Direktur Schroders Indonesia menuturkan, temuan ini juga kembali menegaskan pentingnya investor untuk selalu memperhatikan tujuan investasi, horizon investasi dan profil risikonya.
"Sehingga investor dapat memilih produk investasi yang sesuai, tidak sekedar mengikuti tren yang terjadi tanpa memahami risiko sebuah investasi,” kata dia.
Advertisement