Menakar Dampak Tapering hingga Kenaikan Suku Bunga Global terhadap Indonesia

The Fed ingin akhiri pembelian obligasi sebelum menaikkan suku bunga. Di sisi lain, varian omicron membayangi.

oleh Agustina Melani diperbarui 19 Des 2021, 22:08 WIB
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

 

Liputan6.com, Jakarta - Federal Open Market Committee (FOMC) mengumumkan menggandakan kecepatan pengurangan pembelian obligasi atau tapering menjadi USD 30 miliar per bulan. Dengan demikian, tapering dapat selesai paling lambat Maret 2022.

Hal ini dilakukan agar bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) dapat merangsang ekonomi dengan kecepatan lebih cepat.

The Fed ingin akhiri pembelian obligasi sebelum menaikkan suku bunga. The dot plot menunjukkan kenaikan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2022 (0,25 persen-1 persen) dari sebelumnya  0 persen.

"Bagaimana pun juga arahan the Fed mengingatkan untuk menjaga suku bunga 0,25 basis poin hingga kondisi tenaga kerja mencapai level konsisten sesuai the Fed,” tulis riset Ashmore Asset Management Indonesia, Minggu (19/12/2021).

Namun, ada peringatan faktor sementara termasuk dari varian baru omicron dan pembukaan kembali ekonomi yang mungkin masih terus mempengaruhi ketidak seimbangan penawaran dan permintaan.

"Tapering yang dipercepat telah dipandu sebelumnya sehingga dampak pasar sejauh ini telah diredam dan mengarah ke sisi positif dari respons pasar saham yang ingin kejelasan,”

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Indonesia Lebih Siap Hadapi Tapering

Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan bursa saham 2017 ditutup pada level 6.355,65 poin. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Namun, hingga Maret 2022 ketika tapering selesai mungkin pasar melihat munculnya dampak pada berbagai perekonomian.

"Kami tegaskan kembali Indonesia lebih siap menghadapi tapering dan peningkatan suku bunga global,” tulis Ashmore Asset Management Indonesia.

Dari sisi pasar obligasi akan ada tekanan terhadap imbal hasil. Namun, indikator menunjukkan Indonesia catat ekonomi makro yang kuat sehingga memungkinan peningkatan peringkat investasi.

“Ini adalah sebuah skenario optimsis dan akan bergantung pada bagaimana pemerintah mampu mencapai target kebijakannya,” tulis Ashmore.

Sementara itu, pasar saham akan memiliki jalan lebih jelas di depan dengan satu risiko adalah dampak varian baru omicron terhadap mobilitas. "Kami lanjutkan merekomendasikan untuk tetap investasi seimbang ke saham,” tulis Ashmore.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya