Liputan6.com, Hong Kong - Saham Kaisa Group Holdings Ltd anjlok pada hari pertama perdagangan setelah pengembang China dianggap default dan menunjuk penasihat keuangan guna membantu mengelola utang. Sementara saham China Evergrande Group jatuh akibat gagal upaya go private.
Obligasi dolar AS Kaisa yang jatuh tempo 2022 di kisaran 32,6 sen, sedangkan obligasi Evergrande yang jatuh tempo 2025 sebesar 18,7 sen dolar AS. Berdasarkan catatan trader, perdagangan obligasi dolar AS tipis selama jeda musiman akhir tahun.
Advertisement
Kaisa menunjuk Houlihan Lokey China Ltd sebagai penasihat keuangan perusahaan. Sementara Sidley Austin dimandatkan sebagai penasihat hukum usai lewati beberapa pembayaran utang luar negeri.
Dalam pengajuan bursa saham pada Senin (20/12/2021) dikutip dari yahoo finance, Kaisa mengungkapkan penasihat keuangan bertugas evaluasi likuiditas pengembang dan mengeksplorasi semua solusi terbaik.
Perusahaan menambahkan belum menerima pemberitahuan mengenai percepatan pembayaran oleh pemegang saham. Kaisa juga telah berbicara dengan perwakilan pemegang saham terkait rencana restrukturisasi utang yang komprehensif. Saham Kaisa susut 6,5 peren di awal perdagangan Hong Kong.
Shimao Group Holdings Ltd menyetujui penjualan saham perusahaan di Hong Kong. Sunac China Holdings Ltd mengalami kerugian karena menurunkan harga aset di Shanghai sebagai upaya mengumpulkan uang tunai untuk membayar utang.
Indeks pengembang China merosot selama lima hari berturut-turut pada Jumat, 17 Desember 2021. Saham properti di Hong Kong sedikit mengalami kenaikan.
Penurunan saham properti mengisyaratkan kekayaan konglomerat di belakang perusahaan properti secara gabungan kehilangan lebih dari USD 46 miliar setara Rp 661,9 triliun (estimasi kurs Rp 14.390 per dolar AS) selama 2021, menurut Bloomberg Billionaires Index. Total kekayaan pendiri Evergrande Hui Ka Yan ikut susut sebesar USD 17,2 miliar atau Rp 247,5 triliun.
China mendorong perusahaan berkualitas untuk meningkatkan akusisi dan pembelian proyek properti yang sesuai dengan prinsip yang beorientasi pasar. Regulator juga memacu lembaga keuangan untuk menyediakan layanan akuisisi demi membantu menimalkan kehilangan risiko.
Pemegang saham minoritas Chinese Estates Holdings Ltd gagal memberikan dukungan yang kuat guna privatisasi yang perusahaan ajukan. Alhasil meruntuhkan rencana sekutu lama Evergrande untuk delisting bulan depan. Saham Chinese Estates Holding anjlok 33 persen.
Berdasarkan pengajuan bursa pada Jumat, 17 Desember 2021, dari 74 pemegang saham yang berpartisipasi, 64 menyatakan tidak setuju usulan tersebut. Masing-masing investor mempunyai kepemilikan sebesar 10,8 persen.
Perusahaan real estat Hong Kong punya keluarga miliarder Josep Lau mengumumkan akan menjadi investor dengan pembelian saham sebesar 3,78 dolar Hong Kong. Chinese Estate meminta memulai kembali perdagangan dan tetap tercatat di bursa saham.
Lembaga Rating Nilai Evergrande Default
Evergrande dinyatakan default oleh S&P Global Ratings. S&P mengkategorikan Evergrande "default selektif" atas kegagalannya melakukan pembayaran kupon kedua dengan tenggat waktu yang berakhir awal bulan ini.
Langkah ini dapat memicu default silang terhadap utang pengembang senilai USD 18,2 miliar atau Rp 261,9 triliun. S&P juga menarik peringkat pengembang atas permintaan Evergrande.
Sementara Fitch Ratings adalah lembaga pemeringkat pertama yang menyatakan pengembang terbesar China gagal bayar pada 9 Desember 2021.
Sudah sejak lama investor menganggap utang tersebut terlalu besar sehingga kemungkinan gagal besar. Evergande menjadi korban paling naas dari janji kampanye Presiden Xi Jinping guna menjinakkan kolongmerat properti yang terlilit utang dan menetralkan industri properti yang terlalu panas.
Advertisement
Aksi Jual Saham oleh Pengembang China
Kekhawatiran menyebar ke perusahaan berperingakat lebih tinggi seperti Shimao Group akibat peningkatan tekanan likudisitas.
Pengembang pun menyetujui penjualan 22,5 persen saham di tiga entitas di bawah pengembang properti Grand Victoria di Hong Kong. Transaksi mengumpulkan dana sekitar 2,1 miliar dolar Hong Kong atau USD 270 juta (setara Rp 3,8 triliun), menurut pengajuan pertukaran.
Pembeli merupakan entitas merupakan pengembang poperti yaitu SEA Holdings, Wheelock & Co. dan Sino Land. Shimao memproyeksikan mengalami kerugian sebesar 770 dolar Hong Kong dari penjualan saham tersebut.
Laporan 21st Century Business Heralad melaporkan Sunac China Holdings ikut melepas tiga proyek di Shanghai dan Hangzhou seharga 2,68 miliar yuan atau USD 420 juta (setara Rp 6,04 triliun).
Reporter: Ayesha Puri