Liputan6.com, Jakarta - Gempuran informasi hoaks seputar Covid-19 makin tak terbendung. Bermacam informasi, seperti vaksin membuat orang sakit, sampai Covid-19 hanya sebuah teori konspirasi rekaan WHO dan IDI, kian meresahkan. Sayangnya, masyarakat Indonesia cenderung menelan mentah-mentah informasi terkait kesehatan terlebih ketika terdapat istilah-istilah kesehatan yang terkesan rumit, juga nama tokoh yang gelarnya seolah meyakinkan.
Cek ricek segala informasi yang kita konsumsi baik dari segi isi, narasumber yang dicantumkan, atau informasi lain seperti tautan link sampai gambar yang ditampilkan.
Advertisement
Simak video pilihan berikut ini:
Kenali Ciri-Ciri Hoaks
• Hoaks, baik berupa gambar maupun berita yang dipelintir keberanannya.
• Menggunakan gambar/foto provokatif
• Menggunakan judul yang fantastis mengundang rasa penasaran (click bait)
• Ajakan (bahkan paksaan) untuk menyebarkan berita tersebut sebanyak-banyaknya
• Informasi yang terkadang bisa diterima nalar, tetapi sebenarnya mengacaukan logika
• Mencatut nama-nama lengkap dengan gelarnya, yang kadang ketika dicek ternyata hanya tokoh fiktif atau tidak sesuai dengan bidang keilmuannya, ada juga yang namanya sekadar dicatut oleh si pembuat berita bohong
Advertisement
Cara Menangkal Berita Hoaks
Sebagai generasi muda, terlebih yang sudah melek literasi digital, adalah tugas kita bersama untuk menangkal hoaks yang tersebar di masyarakat. Bagaimana langkah-langkah yang bisa kita lakukan? Simak tips di bawah ini.
1. Perdalam Literasi Digital
Berdasarkan data Hootsuite mengenai kondisi digital di Indonesia per Januari 2021, sebanyak 345,3 juta smartphone digunakan oleh sejumlah 274,9 juta jiwa penduduk Indonesia. Artinya, sebagian orang memiliki ponsel lebih dari satu. Sejumlah 202,6 juta jiwa (73.7%) sebagai pengguna internet aktif dan sebanyak 170 juta jiwa (61,8%) adalah pengguna aktif media sosial.
Tak heran jika informasi yang tersebar di media sosial sedemikian deras. Orang bisa menggiring opini para pengikutnya terutama mereka yang fanatik terhadap tokoh tersebut. Agar tidak terjebak ke dalam fenomena ini, langkah utama adalah dengan memperdalam literasi digital. Semakin cerdas kita menyikapi berbagai masalah di era digital, semakin kita kuat tidak terbawa arus.
2. Saring before Sharing
Mudahnya mendapat informasi di WhatsApp Group (WAG) maupun dari media lain membuat seseorang ingin menjadi yang pertama dalam menyebarkan berita. Ada rasa bangga ketika bisa menyebarkan informasi dari satu WAG ke WAG lain. Namun tunggu dulu, sudahkah dicek keabsahannya? Salah-salah kita ikut menjadi tertuduh penyebar info hoaks. Jadi, saring informasi terlebih dahulu sebelum menyebarkannya.
3. Think before Posting
Media sosial dibuat untuk memudahkan penggunanya berinteraksi dengan orang lain tanpa terhalang geografis. Pada perkembangannya, orang semakin ingin dan terbiasa menampilkan apapun di media sosial yang dimilikinya. Kita memang bisa menggunakan medsos sebagai media personal branding, tetapi bisa menjadi boomerang jika tidak bijak menggunakannya.
Hati-hati terhadap apa pun yang kita sebarkan di medsos, salah-salah terkena pasal UU ITE dan berujung mendekam di hotel prodeo. Berpikirlah sebelum mengunggah sesuatu, karena banyak pihak bisa menginterpretasikan apa pun terhadap unggahan kita tersebut. Maksud A bisa diterima sebagai A oleh 1 orang, B oleh pihak lainnya, atau bahkan C oleh pihak lain lagi.
4. Membuat Konten Bermanfaat di Media Sosial
Mengingat banyaknya hoaks yang beredar, mari kita imbangi dengan konten-konten positif yang bermanfaat. Tak perlu ikut berkomentar atau menyebarkan konten negatif karena hanya akan menyebabkan konten tersebut makin banyak dibaca orang dalam lingkaran pertemanan kita di medsos.
5. Ambil Berita dan Sumber yang Valid
Masyarakat tak akan mudah termakan hoaks bila lebih dahulu memastikan sumber rujukan adalah sumber yang valid dan kredibilitasnya bisa dipertanggung jawabkan. Informasi tentang pandemi, seyogianya kita dapatkan dari akun Kementerian Kesehatan, atau dari dokter/epidemiolog/peneliti yang ahli dan kompeten di bidangnya. Bukan mengambil informasi serampangan dari orang yang hanya mengaku berilmu tapi tidak jelas kompetensinya.
6. Berhenti di Kamu, Jika Mendapat Info Hoaks
Jika mendapai berita yang belum jelas kebenarannya, terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah memastikan berita tersebut valid atau tidak. Jika pasti hoaks atau ragu dengan kebenarannya, cukuplah berita tersebut terhenti di kita, tidak perlu disebarkan ke orang lain. Demikian juga jika mengambil berita terutama dari kanal online. Ambillah dari media yang sudah jelas, kredibilitasnya mumpuni, dan data-data yang disampaikan pun valid.
Cara Mendeteksi Gambar Hoaks
Gambar atau foto menjadi alat penyebaran berita bohong yang sering digunakan. Satu gambar asli dipelintir dengan narasi yang jauh berbeda dari asalnya. Lain halnya jika si penulis menambahkan kata “gambar ilustrasi” sehingga pembaca pun memahami bahwa gambar tersebut bukan bagian dari informasi, hanya merupakan pemanis.
Jika mendapat kiriman gambar-gambar provokatif, sebaiknya cek sumbernya dengan cara cek pada situs Google Reverse Image, yandex.com, atau tineye.com. Ketiga situs ini yang populer digunakan untuk menemukan sumber asli gambar atau video. Caranya cukup dengan mengakses situs-situs tersebut lalu ikuti langkah-langkah untuk penelusuran foto yang terdapat di dalamnya. Kita pun bisa memilih untuk menelusuri foto dengan cara unggah foto, menggunakan URL.
Hoax bisa menjadi penyebab perpecahan, kekacauan, dan adu domba. Korban hoaks saling bertikai sementara pembuatnya tertawa lebar telah bisa mengadu domba banyak orang.
Mari, perdalam literasi digital agar menjadi manusia yang cerdas. Jangan sampai kita menggenggam ponsel pintar tapi justru dibodohi dengan konten hoaks di dalamnya.