Sosok Emma Puradiredja, Pencetus Hari Ibu

Emma Puradiredja salah satu pencetus Hari Ibu dan pimpinan Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung.

oleh Komarudin diperbarui 22 Des 2021, 10:29 WIB
Emma Puradiredja (dok.rsbep.wordpress.com/Komarudin)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu. Momentum tersebut tak lepas dari Kongres Perikatan Perempuan Indonesia III yang dilaksanakan pada 23 sampai 28 Juli 1938 silam.

Namun, tak banyak yang tahu bahwa ada sosok pencetus Hari Ibu. Ia adalah Emma Puradiredja. Ia juga yang menjadi pimpinan sidang Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung, Jawa Barat.

Dikutip dari berbagai sumber, ia merupakan sosok wanita kelahiran Cilimus, Kuningan, 13 Agustus 1902, yang cukup diperhitungkan dalam merangkul para perempuan agar tetap berdikari dalam membela Indonesia. Emma Puradiredja berlatar belakang keluarga menak alias bangsawan. Emma remaja memeroleh akses pendidikan yang cukup memadai untuk menyuarakan pergerakan kaum muda di Jawa Barat.

Ia mendirikan Pasundan Istri (PASI) dengan dilanjutkan menjadi ketua Kongres Perempuan Indonesia ke-3 di Bandung. Pada 2017 lalu, ia menjadi salah satu tokoh yang rekam jejaknya ditampilkan di Museum Sumpah Pemuda.

Sebagai tokoh pencetus Hari Ibu, nama Emma Puradiredja juga disematkan menjadi nama sebuah rumah sakit bersalin di Bandung. Emma wafat pada 19 April 1976 di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Ia dikebumikan pada 20 April 1976 di Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung, Jawa Barat.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kongres Perempuan Indonesia

Ilustrasi Hari Ibu. (Photo by Vlada Karpovich from Pexels)

Kongres Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) III di Bandung dipimpin oleh Emma Puradirejda. Organisasi ini semacam federasi dari berbagai organisasi dan perkumpulan pergerakan perempuan di Indonesia, melansir laman www.indonesia.go.id.

Kongres tersebut dihadiri sebanyak 600 orang perwakilan organisasi kemasyarakatan perempuan dan wanita. Mereka berasal dari berbagai latar belakang sosial budaya menghadiri kongres tersebut.

Dalam kongres dibahas tentang usaha perjuangan untuk perbaikan hidup perempuan dan kesetaraan antara kaum perempuan dengan kaum laki-laki.


Tak Hanya di Dapur

Ilustrasi dapur di apartemen mungil. (dok. Unsplash.com/Naomi Hébert @naomish)

Dalam kongres tersebut, para peserta kongres sepakat perempuan tidak hanya harus duduk di dapur saja. Kecuali jika menjadi nomor satu di dapur.

Selain itu, mereka berpendapat sudah saatnya mengangkat derajat buat kaum perempuan. Mereka sepakat bahwa lelaki dan perempuan harus berjalan beriringan untuk mencapai keberhasilan.


Infografis Hari Ibu

Angka Kematian Ibu di Indonesia

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya