Liputan6.com, Medan Budidaya ikan nila atau tilapia dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) salah satu kegiatan ekonomi yang paling berkembang di Danau Toba adalah, Perputaran ekonomi budidaya perikanan, khususnya ikan nila dapat mencapai Rp 5 triliun per tahun.
Berdasarkan data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Sumatera Utara (Sumut) pada tahun 2020, produksi ikan nila di Danau Toba adalah sebesar 80.941 ton.
Ekspor ikan nila dari Danau Toba juga memberi kontribusi sebesar 21 persen, untuk Produk Domestik Regional Bruto di wilayah Danau Toba, dan dinilai jauh lebih besar dari sumbangan sektor lain.
Baca Juga
Advertisement
Data Biro Pusat Statistik (BPS) 2021, volume ekspor ikan nila pada 2020 mencapai 12,29 ribu ton dengan nilai ekspor Rp 1,5 triliun. Penyumbang ekspor tilapia terbesar adalah Sumut, yakni sekitar 95 persen.
Sementara data GPMT Sumut 2020 juga menunjukkan, usaha KJA di Danau Toba menyerap tenaga kerja lebih dari 12.300 orang. Tenaga kerja yang terlibat mulai dari sektor hulu hingga hilir, seperti pabrik pakan, hatchery, pembesaran, bersama pengolahan ikan nila, pabrik es, cold storage, hingga packaging. Jumlahnya tidak termasuk tenaga kerja di rumah makan, hotel, bersama dan distribusi, serta jasa terkait lainnya.
Hal tersebut terungkap dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan tema "Danau Toba Pariwisata Vs Bisnis Perikanan" yang diselenggarakan Fraksi Partai Gerindra DPRD Sumut bekerja sama Ikatan Wartawan Online (IWO) Kota Medan, di Hotel Swiss Bell In, Jalan Gajah Mada, Medan, Selasa, 21 Desember 2021.
FGD menghadirkan narasumber dari akdemisi, Prof. Ternala. Kemudian Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Gus Irawan Pasaribu, dan dari Dinas Perikanan Sumut, Widodo. FGD dimoderatori Gusmiyadi, Anggota DPRD Sumut yang juga Sekretaris Fraksi Gerindra Sumut, serta peserta FGD dari puluhan wartawan di Kota Medan.
Mengawali FGD, Gusmiyadi memaparkan, sejak tahun 2017 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Sumut Nomor 188.44/213/KPTS/2017, tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta SK Gub Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba.
“SK menyebut daya dukung Danau Toba untuk KJA menjadi 10.000 ton per tahun, dengan tujuan agar kualitas air yang tercemar dapat terkendali,” ucap Gusmiyadi.
Hal itu menjadi lebih kencang untuk diimplementasikan sejak Danau Toba, ditentukan sebagai kawasan pariwisata super prioritas. Atas dasar itulah penertiban KJA di Danau Toba mulai dilakukan oleh pemerintah.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kaji Ulang SK Gubernur
Menanggapi soal pencemaran lingkungan, Tim Riset Care LPPM IPB University mengungkapkan, terdapat banyak entitas yang memberikan dampak pada lingkungan di Danau Toba, seperti sungai-sungai kecil yang berjumlah lebih dari 100 sungai, perhotelan, resto, pemukiman penduduk, pertanian hingga pasar. Dengan kondisi ini, KJA hanya memberikan kotribusi persoalan lingkungan kurang dari 10 persen saja.
"Satu hal yang menjadi benang merah atas sengkarut persoalan bisnis perikanan di Danau Toba ini, kontradiksi data yang dimiliki Pemprov melalui SK Gubernur-nya (daya tampung 10.000 ton/tahun), KKP dan Tim Riset Care LPPM IPB denga data terbarunya (50.000 ton per tahun)," papar Gusmiyadi.
Atas dasar fakta dan data tersebut, lanjutnya, Fraksi Partai Gerindra sangat berkepentingan, untuk mendorong Pemprov Sumut mengkaji ulang Surat Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta SK Gub Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba.
Hal ini menjadi penting, sebut Gusmiyadi, karena selain perusahaan, KJA milik masyarakat juga sangat banya mendominasi bisnis ini. Tentu saja, nasib 12.000-an orang menjadi hal yang tidak boleh dipertaruhkan.
"Harapannya, hasil kajian ke depan dapat lebih otentik dan mampu menyudahi polemik data yang ada, dan bisnis perikanan tentu saja sesungguhnya dapat disinergiskan dengan kegiatan pariwisata," ucapnya.
Advertisement
Tanda Tanya Besar
Akademisi, Prof. Ternala menyebut, dirinya tidak pro pada pengusaha ataupun pihak-pihak tertentu, dan juga tidak hanya pada bisnis semata. Menurutnya, kondisi saat ini sudah masuk dalam eksploitasi, dan harus ada konservasi agar seimbang.
"Langkah ke depan seperti apa? Apakah harus ada revisi SK Gubernur. Kalau tidak, harus dilaksanakan. Menurut saya, mustahil dapat dilaksanakan. Ini menyangkut kehidupan orang banyak. Harus jadi bahan diskusi, menjelang penerapan SK Gubernur itu tadi," tuturnya.
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Gus Irawan Pasaribu mengungkapkan, jauh sebelum dirinya menjadi anggota dewan, setiap bulan sering menikmati wisata Danau Toba dengan berbagai cara. Salahsatunya bermain jetski. Dirinya juga sudah mengetahui kabar ada ribuan ton ikan mati massal.
"Waktu saya Ketua Komisi VII DPR RI, itu ada ribuan ton ikan mati massal di Danau Toba. Saya bahkan pernah minta langsung Menteri terkait untuk cek ke Danau Toba. Informasinya, penyebab ikan mati karena kadar oksigen berkurang," ungkapnya.
Gus Irawan menyebut, saat ini Danau Toba jadi program strategis nasional untuk pariwisata. Tapi faktanya, masyarakat banyak yang masih menggantungkan hidupnya dengan KJA. Tidak mudah untuk mengalihkannya.
"Bisa enggak, pariwisata integrasi dengan perikanan? Tentu, harus dengan kajian komprehensif. Terkait SK Gubernur, Fraksi Gerindra dorong dilakukan kaji ulang, karena 2022 tinggal menghitung hari. Lalu, benarkah pencemaran KJA hanya 10 persen? Menurut saya tanda tanya besar," tandasnya.