ICJR Minta Pemerintah Hentikan Promosi Pidana untuk Tanggulangi Covid-19

Menurut ICJR, penggunaan sanksi pidana untuk penanggulangan Covid-19 telah menunjukkan kesemerawutan dan diskriminatif.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 22 Des 2021, 15:43 WIB
Pengunjung memindai "barcode" melalui aplikasi PeduliLindungi sebelum memasuki Pasar Anyar di Kota Tangerang, Selasa (26/10/2021). PD Pasar Kota Tangerang memberlakukan penerapan aplikasi PeduliLindungi di dua pasar tradisional, yakni Pasar Anyar dan Pasar Poris. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reforme (ICJR) meminta pemerintah menghentikan promosi sanksi pidana dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Menurut ICJR, lebih baik pemerintah fokus membangun sistem dalam menanggulangi pandemi Covid-19.

"ICJR menyerukan pemerintah untuk hentikan promosi penggunaan sanksi pidana," ujar Peneliti ICJR Genoveva Alicia dalam keterangannya, Rabu (22/12/2021).

Pernyataan itu menanggapi keterangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menginstruksikan kepala daerah mengeluarkan peraturan kepala daerah (Perkada) mengenai penegakan penggunaan aplikasi PeduliLindungi di ruang publik.

Menurut dia, dalam keterangan yang disampaikan, Mendagri menyatakan Perkada nantinya dijadikan dasar penerapan sanksi administrasi bagi pelaku usaha yang tidak menggunakan aplikasi Peduli Lindungi. Mendagri juga menyatakan perkada ini akan mengikat masyarakat.

Dalam keterangannya, Mendagri juga menginstruksikan setelah Natal dan Tahun Baru, pemerintah daerah dapat menaikkan status Perkada menjadi Peraturan Daerah (Perda). Tujuannya agar selain administratif, sanksi pidana juga dapat diterapkan.

"Hal ini merupakan kesalahan yang lagi-lagi dilakukan pemerintah, yang terus mempromosikan penggunaan ancaman sanksi pidana untuk menjamin kepatuhan protokol kesehatan selama pandemi Covid-19," kata Alicia.


Sanksi Pidana Harus Dipikirkan Matang

Pasar Anyar dan Pasar Poris Tangerang mulai terapkan PeduliLindungi bagi pengunjung.

Alicia mengingatkan, proposal menggunakan sanksi pidana harus dipikirkan dengan matang, seksama, dan proporsional. Menurut dia, penggunaan sanksi pidana untuk penanggulangan Covid-19 telah menunjukkan kesemerawutan dan diskriminatif.

"Keberadaan sanksi pidana yang terus dipromosikan justru akan menimbulkan praktik-praktik diskriminasi dan tidak menyelesaikan masalah kepatuhan yang ingin diintervensi oleh pemerintah," kata dia.

Dia mengatakan, pembahasan mengenai sanksi pidana dalam penegakan protokol kesehatan selama pandemi juga tidak pernah mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini harus menjadi perhatian bagi dewan perwakilan rakyat baik di tingkat pusat maupun daerah, karena penggunaan dan promosi sanksi pidana hanya dapat dibahas oleh pemerintah dan DPR.

 


Minta DPR Evaluasi Kerja Pemerintah

Atas dasar itu, ICJR berharap DPR dan DPRD mengevaluasi cara kerja pemerintah dalam menanggulangi Covid-19.

"Wakil Rakyat di DPR dan DPRD untuk kritisi proposal penggunaan sanksi pidana dari pemeritah. Wakil Rakyat di DPR dan DPRD juga bisa evaluasi penggunaan sanksi protokol kesehatan dari pemerintah," kata dia.

Menurutnya, dalam penggunaan aplikasi Peduli Lindungi, pemerintah harus lebih dahulu menjelaska siapa yang harus menggunakan aplikasi, bagaimana melakukan pendaftaran dan harus ada evaluasi berkala. Dan yang terpenting tidak dapat dibebankan sanksi kepada masyarakat.

"Selain itu, alih-alih menghukum dengan menggunakan sanksi pidana, pemerintah harus mulai memikirkan peluang-peluang insentif yang dapat menstimulus kepatuhan masyarakat. Tanpa perlu menyebarkan ancaman, sikap keras pemerintah yang terbukti menimbulkan kesewenangan kepada rakyat menengah ke bawah minim akses keadilan," tandas Alicia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya