Liputan6.com, Jakarta Tepat di tanggal 1 Februari 2021, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) muncul ke publik, mengumumkan bahwa kursi kepemimpinannya yang baru diduduki selama 11 bulan ada yang mencoba merebut secara paksa.
Dia menyebut, salah satu aktornya adalah berasal dari lingkungan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal ini didapatinya 10 hari sebelum tanggal 1 Februari 2021 yang berasal dari aduan kadernya.
Advertisement
"Gabungan dari pelaku gerakan ini Ada 5 orang terdiri dari 1 kader Demokrat aktif, 1 kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, satu mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan 1 kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu, sedangkan yang non kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan yang sedang kami mintakan konfirmasi dan klarifikasinya kepada Presiden Joko Widodo," kata AHY kala itu di kantor DPP Demokrat, Jakarta.
"Gerakan ini melibatkan pejabat penting pemerintahan yang secara fungsional berada dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo," sambungnya.
Dia menyebut bahwa aksi ini bagian dari kudeta partainya. Perlahan-lahan muncul nama-nama seperti Nazaruddin, Johnny Alen Marbun, Max Sopacua, dan Marzuki Alie.
Belakangan, dari anak buah AHY, yaitu Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, terlontar nama Kepala KSP Moeldoko.
Para kader bintang Mercy yang mendukung AHY memanas. Bahkan, putra Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu sempat menyurati Presiden Jokowi untuk meminta penjelasan soal adanya nama Moeldoko.
Tak butuh waktu lama, Moeldoko akhirnya turun gunung dan membantah tudingan dari AHY serta para kader Demokrat. Dia sempat mengklaim bahwa kerjaannya menumpuk dan tak habis waktu untuk mengurusi politik internal parpol.
"Dibilangin mau jadi presiden lah, yang enggak-enggak aja itu, kerjaan gua setumpuk begini, ngurusi yang enggak aja. Janganlah membuat sesuatu, menurut saya kayak dagelan aja gitu, lucu-lucuan," kata mantan Panglima TNI itu pada 3 Februari 2021.
Meski demikian, dia tak menampik bahwa dirinya bertemu dengan sejumlah kader Demokrat. Namun, dirinya menyebut bahwa itu sekedar minum kopi.
"Bingung juga saya, orang ngopi-ngopi kok bisa ramai begini, apalagi ada groginya apa sih urusannya ini. Saya ngopi aja. Beberapa kali di sini, dan di luarnya ya biasa. Dan saya ini siapa sih? Saya ini apa? Biasa-biasa saja," kata Moeldoko.
Dia juga sempat berpesan kepada AHY, bahwa jangan takut akan kursi kepemimpinannya diambil. "Di Demokrat ada Pak SBY, ada putranya Mas AHY, apalagi kemarin dipilih secara aklamasi, kenapa mesti takut ya, kenapa mesti menanggapi seperti itu. Orang saya biasa-biasa saja," tutur Moeldoko.
Hadirnya KLB Deli Serdang
Sejak saat itu, jual beli argumen terjadi antara kubu AHY dengan Moeldoko. Bahkan, perlahan-lahan kader seperti Max Sopacua, Johnny Alen Marbun, terang-terangan menyatakan gerah dengan kakak dari Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas ini.
Perlawanan para kader Demokrat itu disambut dengan pemecatan oleh AHY. Bukannya mereda, aksi ini pun memicu saling gugat bahkan ke meja hijau bahkan sampai membuat Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara pada 5 Maret 2021.
Kisruh internal partai Demokrat pun akhirnya mencuat ke permukaan. Saling serang opini kedua kubu tak terhindarkan, mulai dianggap ilegal sampai abal-abal. Meski demikian, mereka yang membelot ke AHY masih jalan terus untuk mencari Ketum Demokrat baru.
Sampai akhirnya pemilihan ketum, Moeldoko berhasil mengungguli Marzuki Alie dalam hitung cepat. Jenderal bintang lima itu, masih belum terlihat hadir dan sempat memberikan pernyataan sikap melalui sambungan telepon.
Moeldoko pun sempat mempertanyakan bahwa apakah ini sesuai AD/ART partai, setelah mendapatkan jawaban yang dianggap memuaskan, dia pun bersedia menerima jabatan itu.
"Dengan demikian saya menghargai dan menghormati permintaan saudara untuk kita terima menjadi ketua umum," kata Moeldoko.
Tak disangka-sangka, ternyata Moeldoko tiba, dia pun langsung menggunakan jaket kebesaran Demokrat berwarna biru. Di depan pendukungnya, dengan lantarang dirinya menyebut KLB Deli Serdang adalah konstitusional. "KLB ini adalah konstitusional seperti yang tertuang dalam AD/ART," kata dia.
"Untuk itulah sebelum saya datang ke sini, saya ingin memastikan tiga pertanyaan kepada saudara-saudara sekalian semua, setelah hal kepastian saya dengan sukarela untuk datang ke sini walaupun macetnya luar biasa," sambungnya.
Advertisement
Perang Terbuka
Kubu Moeldoko pun membawa hasil KLB Deli Serdang ke Kemenkumham pada Selasa 9 Maret 2021. Berbagai perang opini yang terbuka pun tetap dilemparkan dua kubu.
Namun, pada akhir Maret 2021, Menkumham Yasonna H Laoly menyatakan hasil KLB Deli Serdang tidak memenuhi kelengkapan dokumen yang telah dipersyaratkan, seperti perwakilan dari DPD, DPC dan tak ada mandatnya.
"Dari hasil pemeriksaan dan atau verifikasi terhadap seluruh kelengkapan dokumen fisik sebagaimana yang dipersyaratkan, masih terdapat beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi," kata dia.
"Dengan demikian, pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan hasil KLB (Partai Demokrat) di Deli Serdang Sumatera Utara tanggal 5 Maret 2021, ditolak," sambungnya.
Yasonna pun menyebut bahwa yang menjadi rujukan pihaknya adalah AD/ART Demokrat pada tahun lalu. Meski demikian, dia membuka pintu untuk digugat ke pengadilan. "Jika pihak KLB (Partai Demokrat) Deli Serdang merasa bahwa AD/ART tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Partai Politik, silakan digugat di pengadilan sesuai ketentuan hukum yang berlaku," kata dia.
Pernyataan ini disambut suka cita oleh Demokrat AHY. Namun, kubu Moeldoko tak patah arang. Saling lapor ke meja hijau mulai dilakukan.
Perlawan kubu Moeldoko sempat kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Pihak pengadilan menggugurkan gugatan yang dilayangkan Demokrat kubu Moeldoko terkait Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat pada Selasa 4 Mei 2021.
Gugatan dinyatakan gugur lantaran kubu Moeldoko maupun tim kuasa hukum sebagai pihak penggugat, tidak pernah hadir dalam tiga kali persidangan.
Tak patah arang, 25 Juni 2021, kubu Moeldoko membawa masalah ini ke PTUN agar disahkannya kepengurusan KLB Deli Serdang.
"Secara resmi mendaftarkan gugatan tata usaha negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan materi gugatan meminta Pengadilan mengesahkan KLB yang diadakan di Deli Serdang Sumatera Utara pada 5 Maret 2021 lalu, yang mana menghasilkan Jenderal (Purn) Moeldoko dan Jhonni Allen Marbun masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat 2021-2025," ujar Kuasa Hukum Demokrat kubu KLB Deli Serdang Rusdiansyah kepada wartawan, Jumat 25 Juni 2021.
Gugatan itu jelas mendapatkan cibiran, bahkan dianggap Moeldoko selaku KSP tak mementingkan kondisi Indonesia yang tengah dilanda pandemi Covid-19.
Gugatan ke MA
Tak hanya itu, kubu Moeldoko sempat mendapatkan bantuan Yusril Ihza Mahendra, untuk melakukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA).
Yusril mendampingi empat bekas anggota Partai Demokrat yang berada di Kubu Moeldoko untuk mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Demokrat tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).
Judicial Review dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap AD/RT Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020.
Oleh karena AD/ART sebuah parpol baru dinyatakan sah dan berlaku setelah disahkan Menkumham, maka Termohon dalam perkara pengujian AD/ART Partai Demokrat adalah Menteri Hukum dan HAM.
"Langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Keduanya mendalilkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik. Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Kamis 23 September 2021.
Dia menyebut, Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tidak berwenang menguji AD/ART.
TUN juga tidak berwenang mengadili hal itu karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.
"Karena itu saya menyusun argumen yang Insyaallah cukup meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli antara lain Dr Hamid Awaludin, Prof Dr Abdul Gani Abdullah dan Dr Fahry Bachmid, bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak, sebab penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang," terangnya.
Advertisement
Kubu Moeldoko Kalah
Namun, apa yang dilakukan kubu Moeldoko di MA tak berbuah manis. MA mengaku tak memiliki wewenang dalam mengadili dan memutus Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai politik.
Hal inilah yang menjadi dasar pihaknya tak menerima judicial review AD/ART Partai Demokrat kepengurasan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra.
"MA tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus objek permohonan, karena AD ART tidak memenuhi unsur sebagai suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 8 UU PPP," demikian keterangan pers yang diberikan oleh Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada wartawan, Selasa 9 November 2021.
Disebutkan, bahwa AD/ART parpol bukan norma hukum yang mengikat umum, tetapi hanya mengikat internal partai yang bersangkutan. Selain itu, parpol bukan lembaga negara, badan atau lembaga yang dibentuk oleh UU atau pemerintah atas perintah UU.
"Tidak ada delegasi dari UU yang memerintahkan Parpol untuk membentuk peraturan perundang-undangan," demikian.
Tak hanya itu saja, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak permohonan gugatan yang diajukan oleh Kepala Staf Presiden, Moeldoko dan Jhonny Allen Marbun (JAM) kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
Penolakan tersebut tertuang di laman resmi Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 150/G/2021/PTUN-JKT, Selasa 23 November 2021. Adapun gugatan Moeldoko adalah terkait Menkumham yang tidak mengesahkan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang.
"Partai Demokrat bersyukur dan mengapresiasi Majelis Hakim PTUN yang telah menunjukkan integritas, bersikap obyektif dan adil dengan menolak gugatan Moeldoko. Putusan Majelis Hakim sudah tepat secara hukum, dan diambil dengan pertimbangan yang teliti, mendalam, dan menyeluruh," ungkap Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat, Hamdan Zoelva dalam keterangannya, Selasa 23 November 2021.
Menurut Hamdan, putusan PTUN tersebut sekaligus mengkonfirmasi bahwa keputusan Menkumham yang menolak pengesahan hasil KLB Deli Serdang sudah tepat secara hukum.
"Putusan itu juga makin membenarkan bahwa Agus Harimurti Yudhoyono, yang terpilih dalam Kongres V Partai Demokrat 2020, merupakan Ketua Umum Partai Demokrat yang sah dan diakui oleh Negara," kata Hamdan.
Moeldoko Disebut Tak Akan Berhenti
Gugatan KLB Demokrat kubu Moeldoko terhadap Menteri Hukum dan HAM ditolak PTUN Jakarta. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan, keputusan PTUN memperkuat demokrasi Indonesia.
"Keputusan hukum ini memberi pesan hangat bagi demokrasi kita, sebagai tanda kemenangan bagi rakyat," kata AHY dalam konpers daring, Rabu 24 November 2021.
AHY menyebut sejak awal Moeldoko memang berniat mengambil alih Partai Demokrat, meski awalnnya Moeldoko membantah namun kini terbukti.
"Tiba-tiba tanpa izin Presiden, ia hadir di KLB ilegal. Kemudian permohonan kepengurusan dari hasil KLB ilegal itu ditolak oleh Kemenkumham, maka tidak bisa lagi dibilang KSP Moeldoko tidak serius untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat," tegas dia.
Meski telah kalah dalam gugatan, AHY mengaku telah diberi banyak nasihat bahwa Moeldoko akan terus berusaha mengambilalih Demokrat.
"Saya pribadi sempat diberi peringatan oleh senior-senior saya di TNI, KSP Moeldoko tidak akan berhenti sampai keinginannya tercapai. KSP Moeldoko akan melakukan langkah apa pun, bahkan menghalalkan segala cara. Termasuk upaya yang senior saya katakan upaya membeli hukum, tapi kami semua yakin, hukum akan tetap tegak," kata AHY.
Advertisement