Liputan6.com, Jakarta Pelaku perjalanan luar negeri yang melakukan perjalanan mandiri sesampainya di Tanah Air wajib menjalani karantina. Menurut aturan terbaru dari pemerintah, karantina yang mesti dijalani selama 10 hari dan 14 hari. Ini demi mencegah penularan COVID-19 dari luar masuk ke dalam negeri.
Mengingat perjalanan yang dilakukan adalah urusan pribadi maka biaya karantina hotel dibebankan ke masing-masing orang. Pengecualian berlaku bagi tiga kelompok WNI, yaitu PMI, pelajar yang telah menyelesaikan studi di luar negeri, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kembali dari perjalanan dinas keluar negeri. Tiga kelompok ini mendapatkan fasilitas gratis atau yang ditanggung Pemerintah di Wisma Atlet dan rusun.
Aturan ini berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor 25 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) huruf F Nomor 4 Poin G bertanggal 14 Desember 2021.
“Warga negara Indonesia yang tidak termasuk kriteria yang disebut dipersilakan menjalani karantina di tempat akomodasi karantina atau hotel yang mendapatkan rekomendasi dari Satuan Tugas Penanganan COVID-19 bekerja sama dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia,” tutur Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan COVID-19 Hery Trianto.
Pemerintah menyediakan opsi karantina mandiri bisa di hotel bintang dua hingga bintang 5 bahkan luxury. Pagu yang ditetapkan mulai dari Rp6 juta hingga Rp26 juta.
Tarif hotel karantina ada yang untuk 10 hari dan 14 hari bersumber dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI).
Tarif Hotel Karantina untuk 9 malam 10 hari:
Bintang 2: Rp6.750.000-Rp7.240.000
Bintang 3: Rp7.740.000-Rp9.175.000
Bintang 4: Rp9.225.000-Rp11.425.000
Bintang 5: Rp12.425.000-Rp 16.000.000
Luxury: Rp17.000.000-Rp21.000.000
Tarif Hotel Karantina untuk 13 malam 14 hari:
Bintang 2: Rp9.050.000-Rp9.900.000
Bintang 3: Rp10.400.000-Rp11.525.000
Bintang 4: Rp12.525.000-Rp14.965.000
Bintang 5: Rp16.965.000-Rp21.500.000
Luxury: Rp 23.500.000-Rp26.500.000
Berdasarkan data PHRI ada 16.588 kamar hotel karantina yang diperuntukan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan perjalanan luar negeri untuk tujuan wisata.
Dari jumlah 16.588 kamar tersebut, Koordinator Hotel Repatriasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Vivi Herlambang mengatakan, keterisian kamar per 23 Desember 2021 sudah di angka 56,19 persen (9.322 kamar). Masih ada 7.266 kamar tersedia (43,81 persen).
"Karantina yang PHRI sediakan adalah karantina di hotel. Artinya, karantina mandiri. Per tanggal hari ini, 23 Desember 2021, baru sebanyak 56,19 persen keterisiannya. Ya, masih ada 43,81 persen lagi yang masih tersedia atau 7.266 kamar," ungkap Vivi saat dialog Kupas Tuntas Prosedur Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri, Kamis (23/12/2021).
Untuk jumlah hotel karantina, antara lain, hotel bintang 2-3 ada 58, bintang 4 ada 46 hotel, dan hotel bintang 5 ada 31 hotel. Total hotel karantina seluruhnya sebanyak 135 hotel.
Baca Juga
Advertisement
Tarif Hotel Karantina Dianggap Mahal
Banyak Warga Negara Indonesia (WNI) mengeluhkan tarif hotel selama 10 hari terlampau mahal. Terlebih, ada opsi penambahan masa karantina menjadi 14 hari jika situasi persebaran varian Omicron kian meluas.
Menanggapi itu, Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan tarif hotel karantina sudah disesuaikan dengan standar keuangan Pemerintah.
"Selama masa pandemi, kepada masyarakat yang menempuh perjalanan keluar negeri karena alasan berlibur, harap mempertimbangkan biaya yang akan dikeluarkan untuk karantina wajib tersebut," kata Wiku dalam konferensi pers Selasa, 21 Desember 2021.
Senada dengan Wiku, anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyatakan pemerintah sudah merinci secara komprehensif komponen biaya apa saja terkait karantina warga yang baru datang dari luar negeri.
“Keputusan pemerintah soal karantina mandiri sudah komprehensif. Sudah diperhitungkan matang,” kata Rahmad saat dikonfirmasi, Kamis (23/12/2021).
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Daulay menyatakan tingginya tarif karantina mandiri yang kini menuai polemik harus menjadi bahan instropeksi pemerintah. Saleh menyebut kebijakan penerapan tarif karantina mandiri perlu dikaji ulang.
“Tentu banyak kritik karena biayanya mahal sekali, itu perlu diurai, dijelaskan kembali oleh pemerintah kepada kita sehingga tudingan masyarakat bisa minimalisir. Jadi perlu dikaji ulang lagi,” kata Saleh saat dihubungi, Kamis (23/12/2021).
Saleh menyebut pemerintah perlu melihat perbandingan dengan sistem karantina negara lain dan kemampuan masyarakat Indonesia.
“Apalagi dibandingkan negara lain, saya dengar tidak ada karantina kalau hasilnya negatif. Sementara orang ke luar negeri hanya 3-4 hari, cuma sebentar, tapi karantina lebih lama. Ongkos keluar negeri misal Rp9 juta PP tapi karantina lebih mahal. Maka enggak heran banyak pertanyaan muncul,” kata dia.
“Apakah karantina ini apa betul bisa mengantisipasi virus dari luar ini, apa betul Omicron bisa diantispasi. Apalagi ada asumsi kan seakan-akan kerjasama dengan hotel, ini yang perlu dijelaskan pemerintah,” ujar dia.
Selain itu, politikus PAN ini mendukung agar hanya TKI dan pelajar yang mendapat karantina di Wisma Atlet. Ia menyebut wisatawan tentu mampu untuk karantina mandiri.
Advertisement
PHRI: Sebenarnya Murah Banget
Bila dilihat secara teperinci tarif karantina hotel untuk 10 malam sebenarnya sudah murah. Dari harga tersebut, pelaku perjalanan, khususnya Warga Negara Indonesia (WNI) pun mendapatkan paket karantina tes PCR 2 kali hingga jaminan keamanan seperti disampaikan Vivi Herlambang, Koordinator Hotel Repatriasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia.
"Kalau dibilang mahal, berapa angka mahalnya? Dari mana mahalnya? Sebenarnya, untuk 10 hari bisa Rp6,75 juta (hotel bintang 2). Itu harganya sudah mencakup makan 3 kali (sarapan, makan siang, makan malam), laundry, penjemputan bandara, dan keamanan," beber Vivi saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (22/12/2021).
Tarif hotel karantina yang ada pun sudah termasuk pajak pelayanan. Namun, pelaku perjalanan memang tidak diperkenankan hanya memesan kamar saja (room only).
"Semua (tarif) di dalamnya, harganya sudah termasuk tax service (pajak pelayanan). Dan tidak boleh pesan room only, itu memang tidak boleh," jelas Vivi.
Lebih lanjut, Vivi berpandangan, masyarakat menilai tarif hotel karantina mahal melihat dari durasi karantina yang 10 hari. Pemilihan hotel dibebaskan oleh masing-masing individu dan bisa dipesan jauh-jauh hari melalui situs https://quarantinehotelsjakarta.com/hotels.html.
"Kalau mau yang murah-murah ya Rp6 juta. Itu termasuk di dalamnya 21 persen tax service. Ya, jadi sebenarnya murah banget. Keamanan ada, PCR juga sudah 2 kali, makan 3 kali," ucapnya.
Vivi Herlambang merespons sosialisasi kepada pelaku perjalanan keluar negeri sudah banyak.
Setelah diamati, rupanya pelaku perjalanan keluar negeri, ada yang tidak atau belum memesan hotel karantina. Padahal, mereka seharusnya dapat memesan jauh-jauh hari.
"Kalau untuk sosialisasi kan sekarang banyak sih. Sebenarnya, sosialisasi sudah banyak, tetapi masyarakat Indonesia yang keluar, sebelumnya enggak mesan dulu," Vivi menerangkan.
"Paling karantina, mereka mikirnya, hanya 2 hari, 3 malam atau 5 malam. Nah, sekarang tiba-tiba berubah menjadi 10 hari. Makanya, mereka juga mintanya (karantina) digratiskan, maunya di Wisma Atlet Pademangan, enggak mau di hotel."
Oleh karena itu, Vivi menyarankan, bagi WNI yang pergi keluar negeri, sebelum pulang harus sudah punya tempat karantina hotel.
"Ya, tidak harus dipesankan, bisa pesan sendiri. Ada yang Rp10 juta, tertinggi Rp17 juta juga ada," pungkasnya.
Karantina Hotel Terkesan Mahal Bikin Orang Enggan Bepergian
Adanya karantina serta biaya yang dikeluarkan untuk karantina mandiri di hotel menurut epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman bisa mengerem mobilitas masuk dan ke luar Indonesia. Paling tidak, masyarakat jadi berpikir ulang bepergian.
"Tentu akan mengerem, setidaknya akan membuat berpikir ulang orang untuk melakukan perjalanan ke luar negeri, termasuk yang mau pulang ke Indonesia. Ini sisi positifnya," kata Dicky.
Di sisi lain, pada orang yang sudah amat sangat ingin bepergian ke luar negeri misalnya untuk berlibur hal itu tidak menjadi penghalang. Bisa saja tetap pergi ke luar negeri nanti saat kembali memilih karantina mandiri di hotel dengan harga yang paling rendah.
Dicky juga menyarankan agar ada aturan tambahan untuk mengurangi mobilitas orang masuk dan keluar dari Indonesia. Misalnya, menurut Dicky kebijakan yang bisa dilakukan saat ini yakni bagi yang tidak terlalu (urgent) orang tapi mau masuk atau keluar Indonesia harus sudah mendapatkan vaksin COVID-19 dosis ketiga. Sementara bagi pekerja migran bisa tetap masuk RI dengan dua dosis vaksin COVID-19.
"Bila ingin membatasi WNI atau WNA melakukan perjalanan boleh ditambahkan aturan tiga dosis," kata Dicky lewat pesan suara ke Health Liputan6.com, pada Kamis (23/12/2021).
Menurut Dicky dengan adanya aturan tambahan sudah mendapatkan dosis vaksin ketiga COVID-19 akan jadi cara elegan dalam membatasi pelaku perjalanan dalam situasi krisis ini.
"Ya memang bakal sedikit banget (yang melakukan perjalanan masuk ke Indonesia) tapi ini cara elegan untuk membatasi dalam situasi krisis ini. Kita tidak menutup diri tapi memperkuat kriteria," katanya.
Advertisement
Buka Opsi Karantina Selain di Hotel
Dicky mengatakan pemerintah sebaiknya membuka opsi bukan hanya hotel yang bisa jadi tempat karantina mandiri. Bisa juga di wisma milik swasta atau milik kementerian atau lembaga. Bahkan wisma punya organisasi masyarakat pun sebenarnya bisa jadi tempat karantina mandiri asalkan memenuhi standar karantina.
"Asal, tempatnya memenuhi standar, prosedur karantina termasuk dalam pengelolaan dan manajemen karantina," lanjut Dicky.
Selain itu, tempat karantina mandiri bisa dilakukan selain di hotel asalkan pengelola juga sudah dilatih dan dipastikan memenuhi syarat. Tak ketinggalan saat berjalannya karantina ada monitoring.
"Sehingga, tidak terjadi monopoli dan kelangkaan (tempat karantina mandiri). Ada daftarnya, masyarakat bisa memilih," kata Dicky.
Di rumah pun bisa jadi opsi masyarakat melakukan karantina mandiri. Asalkan pemerintah sudah membuat syarat siapa saja yang bisa melakukan karantina di rumah. Misalnya ada orang di rumah yang jadi penanggung jawab, seluruh anggota di rumah sudah divaksinasi dua kali, tidak ada komorbid serta ada koordinasi dengan dinas kesehatan selama melakukan karantina mandiri.
Mengaku Pekerja Migran agar Karantina Gratis
Di tengah pro kontra tarif karantina hotel, fakta menunjukkan bahwa Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi pada 21 Desember mengatakan sekitar 4 ribu orang pergi ke luar negeri setiap hari di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang.
Di sisi lain, WNI yang masuk ke Indonesia beberapa waktu terakhir juga alami peningkatan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyayangkan banyaknya pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang meminta untuk di karantina di Wisma Altet. Alasannya, karena karantina di Wisma Atlet gratis.
Padahal, kata Luhut, berdasarkan penelusuran Polda Metro Jaya, sejumlah warga tersebut pergi ke luar negeri untuk liburan dan belanja. Dia pun menyayangkan adanya video yang menunjukkan para pelaku perjalanan seolah-olah terlantar di Soekarno-Hatta.
"Jangan ada yang membuat atau ngarang-ngarang berita yang belum lengkap, saya sudah minta ke Polda Metro melakukan razia di lapangan terbang Soekarno-Hatta ternyata banyak yang membuat sebaran video itu. Banyak yang belanja ke luar negeri, shopping tidak mau karantina di hotel padahal dia bisa. Dia minta supaya dia di karantina Wisma Atlet supaya gratis," ujar Luhut dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Senin (20/12/2021).
Kondisi yang dikatakan Luhut, diperkuat oleh Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas COVID-19 Hery Trianto. Menurut Hery, ada sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang kembali dari luar negeri dan ingin dianggap sebagai pekerja migran. Mereka tak mau karantina mandiri di hotel.
Padahal, WNI yang bersangkutan menghabiskan perjalanan luar negeri dengan tujuan berwisata. Bagi mereka yang keluar negeri untuk pelesiran, sebagaimana aturan yang berlaku adalah karantina di hotel/penginapan dengan biaya sendiri.
"Kami menemui begitu banyak pelaku perjalanan yang berusaha memanfaatkan situasi untuk bisa mendapatkan fasilitas karantina secara gratis," ungkap Hery saat dialog Kupas Tuntas Prosedur Karantina Pelaku Perjalanan Luar Negeri, Kamis (23/12/2021).
"Sekelompok masyarakat ini ingin dianggap sebagai pekerja migran, walaupun mereka bepergian dari luar negeri itu seminggu atau dua minggu. Dengan berbagai alasan, mereka tidak mau memanfaatkan fasilitas karantina di hotel."
Luhut menekankan Pemerintah akan menindak para pelaku perjalanan luar negeri yang mampu melakukan karantina di hotel, namun karantina di Wisma Atlet karena gratis.
Advertisement
Karantina Efektif Mencegah Varian COVID-19 Baru Masuk RI
Ahli epidemiologi Masdalina Pane mengatakan bahwa jika melihat Undang-Undang Karantina, seharusnya karantina ditanggung pemerintah.
“Karantina itu menurut undang-undang adalah tanggung jawab pemerintah, sekarang pemerintah enggak punya uang buat karantina tapi punya uang buat PCR. Kalau untuk bisnisnya dia punya uang tapi untuk masyarakatnya dia tidak punya uang,” kata Masdalina kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Kamis, 23 Desember 2021.
Karantina tetap menjadi tanggung jawab pemerintah kecuali pemerintah mengeluarkan regulasi yang tidak memperbolehkan masyarakat pergi ke luar negeri. Jadi, jika ada masyarakat yang harus pergi ke luar negeri maka ia harus memenuhi ketentuan pemerintah salah satunya membayar karantina.
Jika dilihat dari sisi efektivitas, karantina memang pengendalian di hulu. Pengendalian pertama adalah mencegah Variant of Concern (VOC) termasuk Omicron agar tidak masuk ke Indonesia.
“Berapa lama pemberlakuannya? Satu kali masa inkubasi terpanjang. Masa inkubasi terpanjang COVID-19 adalah 14 hari. Ini dilakukan jika terdapat VOC yang bersirkulasi di dunia, sejauh ini dua VOC yang bersirkulasi di dunia adalah Delta dan Omicron,” katanya.
Pencegahan di hulu, perlu juga dibarengi dengan keterbukaan kondisi wabah. Hal ini berkaitan dengan data terkait jumlah kasus dan hal lainnya.
“Itu harus diumumkan secara terbuka. Sejauh ini pencegahan di hulu yang kita lakukan masih cukup efektif. Ini diindikasikan dengan temuan kasus baru Omicron di pintu masuk, belum ada yang di komunitas. Dengan karantina 14 hari virus itu mati sendiri di tubuh yang terinfeksi,” kata Masdalina.
Inti utama memutus rantai penularan adalah isolasi dan karantina. Isolasi pada mereka yang positif dan karantina pada mereka yang kontak erat atau pelaku perjalanan luar negeri.
“Apakah karantina sebelum 14 hari cukup? Cukup karena 14 hari itu masa inkubasi terpanjang, yang kurang dari 14 hari dapat dibantu dengan penerapan protokol kesehatan," Masdalina menambahkan.
Selanjutnya Luhut mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri yang tidak esensial. Hal ini untuk mencegah penyebaran varian Omicron di Indonesia.
"Saya ulangi pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri karena begitu parahnya keadaan sekarang mengenai Omicron di seluruh dunia," kata Luhut.
Berdasarkan data WHO, Omicron sudah terdeteksi di 89 negara. Pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama Omicron pada 15 Desember 2021.