5 Fakta Garuda Indonesia Terancam Bangkrut Akibat Terlilit Utang

Adapun utang yang kini harus diselesaikan oleh PT Garuda Indonesia Tbk sebesar USD 9,8 miliar atau setara Rp 141,06 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Des 2021, 02:22 WIB
Pesawat Airbus A330 yang dipesan Garuda Indonesia tiba di Bandara Soekarno Hatta pada 23 Juli 2009. (AFP / Arif Ariadi)

Liputan6.com, Jakarta Dikabarkan mengalami kebangkrutan, saat ini pemerintah tengah mencari jalan keluar agar masalah keuangan yang tengah dihadapi maskapai milik negara, PT Garuda Indonesia dapat sehat kembali.

Diketahui dugaan kebangkrutan yang tengah dialami Garuda Indonesia hingga kini terus menyita perhatian publik Tanah Air. Untuk mengurangi beban maskapai yang tengah terlilit utang, sejumlah langkah pun dilakukan.

Salah satunya dengan memotong gaji seluruh karyawan dari level bawah hingga direksi. Bahkan pihak Garuda melakukan pemecetan terhadap 2 ribu lebih karyawannya.

"Kami melakukan itu dengan cara santun, dengan menekan jumlah pegawai tapi tentu saja taat terhadap peraturan yang ada di negara ini sambil tetap memiliki empati terhadap para karyawan," kata Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra dalam konferensi pers, Senin, 20 Desember lalu.

Ada pun utang yang kini harus diselesaikan oleh PT Garuda Indonesia Tbk sebesar USD 9,8 miliar atau setara Rp 141,06 triliun. Maskapai berpelat merah ini bahkan dilaporkan telah beberapa kali digugat investor karena terlambat bayar utang.

Salah satunya oleh PT My Indo Airlines yang menggugat Garuda Indonesia di Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Terbaru, Garuda Indonesia kembali terancam pailit akibat permohonan PKPU oleh PT Mitra Buana Korporindo pada 22 Oktober 2021.

Apa yang sebenarnya terjadi pada Garuda Indonesia?


1. Dampak Pandemi

Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengungkapkan, dampak pandemi membuat kondisi industri penerbangan mengalami krisis. Ini disebabkan larangan ataupun imbauan untuk masyarakat tidak bepergian.

"Industri penerbangan itu adalah industri yang berinteraksi langsung dengan manusia. Dan hari ini sebenarnya tidak ada masalah apapun dengan industri penerbangan ini. Tapi yang jadi masalah adalah anxiety to travel. Keengganan orang untuk terbang. Padahal berapa bulan sebelumnya orang punya begitu banyak rencana untuk pergi dari satu tempat ke tempat lain," jelas Irfan.

Irfan mencermati apa yang menjadi kunci pulihnya industri penerbangan, yakni keinginan orang untuk kembali bepergian menggunakan pesawat terbang. Menurutnya, selama orang-orang masih ada yang ingin terbang, maka industri ini akan baik-baik saja.

"Recovery atau selamatnya perusahaan maskapai seperti Garuda Indonesia ini hanyalah berbasis terhadap suatu hal, yaitu keinginan orang terbang," kata dia dikutip dari Merdeka.com.


2. Penyewaan Pesawat dari Lessor Bikin Beban Keuangan Tertekan

Namun, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu memiliki pandangan lain. Dia mengungkap persoalan menimpa Garuda Indonesia bukan hal baru. Dari masa ke masa permasalahan Garuda Indonesia masih sama, yakni masalah penyewaan pesawat dari lessor. Permasalahan itulah yang kemudian membuat beban keuangan perseroan menjadi tertekan.

Masalah itu, menurutnya, sudah mencuat sejak zaman Pemerintahan Gus Dur. Kemudian berlanjut di era Pemerintahan Megawati.

"Saya perlu jelaskan dulu Garuda sebenarnya berkali-kali menghadapi hal seperti ini dan selalu biang keroknya adalah penyewaan pesawat. Itu selalu. Jadi diperbaiki pada saat Presiden Gus Dur terus rusak lagi pada saat Pemerintahan Megawati 2003-2004," kata Said Didu.

"Jadi kita memang harus menduga bahwa ada ada mafia penyewaan pesawat ke Indonesia kita harus mulai curiga," sambung Said Didu.

Melihat permasalahan terus terjadi, akhirnya Kementerian BUMN ikut campur tangan. Pilihannya saat itu hanya ada dua. Bangkrut atau dihidupkan.

"Saat itu diambil keputusan bahwa Garuda saat itu butuh suntikan modal sekitar Rp 2 triliun," katanya.

Pemerintah saat itu menyanggupi dengan syarat Garuda Indonesia harus memperbaiki manajemen hingga bisnisnya. Said pun meminta agar Garuda Indonesia berhenti hidup mewah. Kemudian memindahkan Kantor Pusat Garuda Indonesia yang tadinya di Merdeka Selatan menjadi di Cengkareng.


3. Opsi Penyelematan Garuda Dibentuk Pansus

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar menyetujui, jika ada anggota dewan yang mengusulkan untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus) untuk mencari solusi penyelamatan PT Garuda Indonesia.

Langkah tersebut merupakan bagian dari langkah cepat dan efektif untuk mencari solusi BUMN sektor penerbangan tersebut.

"Saya sangat setuju ya, DPR untuk mengambil langkah-langkah cepat, efektif, dan tepat sasaran. Sasarannya adalah membersihkan Garuda, menyelamatkan Garuda, atau sekaligus mencari solusi," ujar Gus Muhaimin.

Meski terbilang cukup terlambat menangani permasalahan Garuda, namun Gus Muhaimin mendesak untuk menyelamatkan aset-asetnya terlebih dahulu.

"Yang kedua, follow up dari ancaman pailit. Pailitnya sudah di depan mata," tegas Politisi PKB tersebut.

Sementara, Said Didu mendorong pemerintah untuk segera membentuk tim independen untuk mengkaji penyewaan pesawat dilakukan oleh PT Garuda Indonesia Tbk. Mengingat permasalahan di tubuh Perseroan sering kali terjadi akibat penyewaan pesawat kepada lessor.

"Kalau membenahi Garuda itu saja, pada setiap jenis pesawat dibentuk tim independen bukan hanya untuk direksi tetapi tim independen untuk melakukan kajian tentang penyewaan pesawat," kata Said Didu.


4. Pemerintah Membuat Maskapai Baru

Melihat kondisi PT Garuda Indonesia Tbk yang saat ini tengah terancam pailit, pemerintah disarankan untuk segera melahirkan Garuda baru sebagai pengganti Garuda Indonesia. 

"Maka saya katakan melahirkan Garuda baru. Periksa semua permainan-permainan selama ini, buat komitmen baru," kata Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu dikutip dari akun Youtubenya MSD, Rabu (3/12/2021). 

Menurutnya, langkah ini akan membentuk Garuda baru dengan sistem dan kultur-kultur baru demi menghindari kerugian lebih besar.

"Namanya tetap Garuda. Komitmen baru saja mungkin terpaksa dibikin kontrak baru dengan serikat pekerja tentang penggajian sistem dan lain-lain itu diubah semua," ujarnya.

Sebagai informasi saja, Garuda Indonesia saat ini terancam pailit karena gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh PT My Indo Airlines ke PN Jakarta Pusat sejak 9 Juli 2021 dengan nomor perkara 289/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst.

Gugatan dilayangkan karena Garuda Indonesia menunggak pembayaran sejumlah kewajiban kepada My Indo Airlines. Majelis Hakim menyatakan menolak pengajuan PKPU My Indo Airlines pada sidang putusan Kamis, 21 Oktober 2021. 

Terbaru, Garuda Indonesia kembali terancam pailit akibat permohonan PKPU oleh PT Mitra Buana Korporindo. 


5. Restrukturisasi

Garuda Indonesia tengah berupaya untuk bangkit dari keterpurukan. Berbagai hal tengah dilakukan Perseroan untuk tetap terbang, salah satunya program restrukturisasi.

Menanggapi berbagai opsi yang berkembang di masyarakat soal masa depan Garuda Indonesia, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menganggap langkah restrukturisasi menjadi sebuah opsi yang paling tepat dan relevan.

Dia juga meyakini upaya ini akan sukses ke depannya, dengan demikian tak perlu ada opsi penggantian oleh Pelita Air sebagai National Flight Carrier.

"Langkah restrukturisasi tersebut yang saat ini terus kami perkuat melalui sinergitas BUMN salah satunya bersama Pertamina dimana pada akhir tahun 2020 lalu kami berhasil memperoleh kesepakatan perpanjangan waktu pembayaran kewajiban usaha selama tiga tahun dari total outstanding yang tercatat hingga akhir tahun 2020 terhadap Pertamina," kata Irfan, Kamis (28/10/2021).

Ia menambahkan bahwa kesepakatan tersebut yang terus diperkuat melalui diskusi penjajakan restrukturisasi bersama Pertamina untuk kewajiban usaha yang tercatat pada tahun 2021 ini.

Dan dirinya optimis dan percaya langkah yang telah berhasil dijajaki bersama Pertamina maupun berbagai mitra usaha lainnya sejauh ini, menjadi fondasi fundamental bagi kelangsungan bisnis Garuda Indonesia kedepannya.

"Ditengah percepatan langkah restrukturisasi bersama mitra usaha, Garuda Indonesia memastikan bahwa seluruh aspek kegiatan operasional penerbangan akan tetap berlangsung dengan normal, dimana kami berkomitmen untuk senantiasa mengoptimalkan standar layanan penerbangan yang aman dan nyaman untuk memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat maupun pengangkutan kargo bagi sektor perekonomian nasional," kata Irfan.

 

 

Elza Hayarana Sahira

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya