Liputan6.com, Jakarta - Wonosobo adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia dengan ibu kotanya adalah Wonosobo. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Magelang di timur, Kabupaten Purworejo di selatan, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara di barat, serta Kabupaten Batang dan Kabupaten Kendal di utara.
Terletak di jantung Provinsi Jawa Tengah, Wonosobo adalah kabupaten dengan pemandangan pegunungan yang indah karena diapit dua gunung muda yang masih aktif, yakni Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing dengan tinggi lebih dari 3000 mdpl. Letaknya yang strategis dan berada di daerah pegunungan membuat Wonosobo menjadi kabupaten dengan potensi ekonomi, wisata, dan pertanian yang begitu besar dengan tanahnya yang subur dan terjaga kelestariannya.
Baca Juga
Advertisement
Kabupaten Wonosobo berdiri 24 Juli 1825 sebagai kabupaten di bawah Kesultanan Yogyakarta seusai pertempuran dalam Perang Diponegoro. Kyai Moh. Ngampah, yang membantu Diponegoro, diangkat sebagai bupati pertama dengan gelar Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Setjonegoro.
Kata Wonosobo berasal dari bahasa Jawa, yakni Wanasaba, yang secara harfiah berarti "tempat berkumpul di hutan". Bahasa Jawa sendiri mengambilnya dari bahasa Sanskerta: vanasabhā yang artinya kurang lebih sama. Kedua kata ini juga dikenal sebagai dua buku dari Mahabharata: "Sabhaparwa" dan "Wanaparwa".
Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Wonosobo. Berikut enam fakta menarik seputar Kabupaten Wonosobo yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Sejarah Wonosobo
Pada masa Perang Diponegoro (1825--1830), Wonosobo merupakan salah satu basis pertahanan pasukan pendukung Diponegoro. Beberapa tokoh penting yang mendukung perjuangan Diponegoro adalah Imam Misbach atau kemudian dikenal sebagai Tumenggung Kertosinuwun, Mas Lurah atau Tumenggung Mangkunegaran, Gajah Permodo dan Kiai Muhamad Ngarpah.
Dalam pertempuran melawan Belanda, Kiai Muhamad Ngarpah berhasil memperoleh kemenangan yang pertama. Atas keberhasilan itu, Pangeran Diponegoro memberikan nama kepada Kiai Muhamad Ngarpah dengan nama Tumenggung Setjonegoro. Selanjutnya Tumenggung Setjonegoro diangkat sebagai penguasa Ledok dengan gelar nama Tumenggung Setjonegoro.
Eksistensi kekuasaan Setjonegoro di daerah Ledok ini dapat dilihat lebih jauh dari berbagai sumber termasuk laporan Belanda yang dibuat setelah Perang Diponegoro berakhir Setjonegoro adalah bupati yang memindahkan pusat kekuasaan dari Selomerto ke daerah Kota Wonosobo saat ini. Dari hasil seminar Hari Jadi Wonosobo 28 April 1994, yang dihadiri oleh Tim Peneliti dari Fakultas Sastra UGM, Muspida, Sesepuh dan Pinisepuh Wonosobo termasuk yang ada di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Pimpinan DPRD dan Pimpinan Komisi serta Instansi Pemerintah Wonosobo yang telah menyepakati Hari Jadi Wonosobo jatuh pada 24 Juli 1825.
2. Pertanian dan Perkebunan
Wonosobo adalah wilayah dengan keadaan tanah yang sangat subur sehingga banyak sekali tanaman yang dapat tumbuh contohnya adalah sayuran. Dari dataran tinggi Dieng sampai Kaliwiro (yang merupakan wilayah rendah) terdapat banyak sekali sayuran. Berbagai macam sayuran dapat tumbuh seperti, kubis, kentang, seledri, daun kocai, sawi, mentimun, bayam, terong, cabai, kangkung, dan masih banyak tumbuhan yang termasuk jenis sayuran lain.
Di wilayah yang dingin ini juga dapat tumbuh berbagai buah-buahan. Buah yang dapat tumbuh adalah pisang, pepaya, durian, mangga, jambu, duku, rambutan, buah naga, nanas, kelengkeng, stroberi, anggur, manggis, dan lain-lain.
Salah satu yang menjadi buah khas di Wonosobo adalah Buah Carica (Vasconcellea cundinamarcencis), buahnya mirip buah pepaya akan tetapi memiliki tekstur yang lebih keras sedikit dan ukurannya lebih kecil. Carica sering disebut juga Pepaya Gunung dan merupakan buah khas Dataran Tinggi Dieng. Bila wisatawan pergi ke sana, banyak penjual menawarkan buah yang satu ini. Hanya saja, saat dijual kebanyakan buah itu telah dibuat beraneka macam kuliner seperti keripik dan minuman.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
3. Dataran Tinggi Dieng
Dieng atau Dhiyang merupakan kawasan budaya dan pegunungan di pulau Jawa di provinsi Jawa Tengah. Karena terletak pada sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut dan diimpit oleh pegunungan, sehingga udaranya cukup dingin. Wilayah Dieng meliputi Dieng Kulon di Banjarnegara dan Dieng Wetan di Wonosobo, wilayah ini dikenal sebagai kawasan budaya Jawa pegunungan.
Permukiman tua dan risalah candi-candinya membuat Dieng menjadi wilayah yang bertahan dengan segala keautentikannya. Dieng, adalah salah satu destinasi wisata yang paling unik di dunia dan sukar dicari tandingannya.
Permukiman di Dieng adalah satu yang tertinggi di dunia. Satu periode dalam setahun (biasanya pada Juni atau Agustus), Dieng bak berselimut embun es. Di negara tropis seperti Indonesia, es alami adalah fenomena yang langka. Kemunculan embun es itu banyak diburu oleh wisatawan domestik. Embun es adalah daya tarik luar biasa untuk Dieng.
Beberapa tanda kemunculan embun es di antaranya, terjadi penurunan suhu secara signifikan pada malam hari. Kemudian, langit cerah tanpa tutupan awan. Sayangnya, ketika salju tiba pertanian di sekitar Dhiyang akan mengalami kerusakan dan gagal panen, pertanian dan tanaman seperti kentang yang paling parah terkena dampaknya.
4. Ruwatan Rambut Gimbal
Ruwatan rambut gimbal adalah upacara pemotongan (cukur) rambut pada anak-anak berambut gimbal (gembel) yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Wonosobo terutama di Dataran Tinggi Dieng Ritual ruwatan yang diadakan pada tanggal satu Suro menurut Kalender Jawa. Upacara ini bertujuan untuk membersihkan atau membebaskan anak-anak berambut gimbal dari sukerta/sesuker (kesialan, kesedihan, atau malapetaka)
Kepercayaan bahwa anak-anak berambut gimbal adalah keturunan Kiai Kolodete atau titipan Kanjeng Ratu Kidul (Nyai Roro Kidul) menjadi mitos turun-temurun dalam kehidupan masyarakat Dieng. Mereka juga percaya bahwa rambut gimbal hanya boleh dipotong kalau anak yang bersangkutan sudah menghendaki/memintanya dan harus dilakukan melalui ritual ruwat atau ruwatan yang dipimpin tetua adat setempat.
Uniknya, ruwatan ini hanya dapat dilakukan setelah orangtua memenuhi permintaan yang diajukan oleh sang anak. Konon jika pemotongan rambut gimbal tidak dilakukan melalui ritual sakral, rambut gimbal akan kembali tumbuh dan anak cenderung sakit-sakitan.
Advertisement
5. Kuliner khas Wonosobo
Wonosobo punya beberapa kuliner khas, salah satunya adalah Mi Ongklok yang terbuat dari bahan mi kering atau mi basah yang direbus dan diberi tambahan berupa sayur kubis yang dicampuradukkan (diongklok) di dalam panci rebus. Setelah matang, ditambahkan dengan tepung kanji masak sebagai penyedap masakan, dan biasanya dapat disantap dengan sate ayam.
Lalu ada Sego Menggono yatu berupa nasi yang dicampur dengan sayuran dan juga ikan teri. Masyarakat Wonosobo pada umumnya menyebut Segu Megono dengan nama "Sego Reged" yang berarti nasi yang kotor karena terdapat campuran sayur dan juga ikan teri di dalamnya.
Ada pula Opak Singkong, camilan sejenis kerupuk. Opak Singkong rasanya gurih, terbuat dari singkong (ubi kayu) kukus, garam dan daun kucai. Kuliner khas lainnya ada Sauto Golak, Nasi Megono, Sagon, Dendeng Gepuk, Tempe Kemu, Kopi Arabica Bowongso, Teh Tambi dan tentunya Carica.
6. Wisata Wonosobo
Tak hanya Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo punya banyak tempat wisata indah dan menarik. Ada Taman Wisata SinSu, yakni Gunung Sindoro-Sumbing. Tepat di kaki dia gunung ini, terdapat sebuah taman wisata yang menawarkan panorama pemandangan dua pegunungan Sindoro dan juga Sumbing.
Taman wisata yang bernama SinSu ini tidak hanya menawarkan pemandangan pegunungan yang memukau, tapi juga menyuguhkan wisata edukasi. Lalu ada Bukit Cinta di Desa Maron, Kecamatan Garung, Bukit Cinta memanjakan mata para wisatawan dengan udaranya yang sejuk dan panorama alam yang indah langsung dirasakan para wisatawan saat menginjakan kaki di bukit tersebut.
Ada juga Curug Winon yang terletak di Desa Winongsari, Kecamatan Kaliwiro. Curug ini berada di area hutan desa yang menawarkan keindahan air terjun dan juga pemandangan khas Wonosobo yang memang sudah terkenal indah. Ada juga Kebun Teh Tambi di Desa Tambi, Kecamatan Kejajar.
Kebun teh ini menawarkan pemandangan asri kawasan perkebunan teh dengan luas 830 hektare. Di tempat ini, selain menikmati panorama alam, pengunjung juga bisa memperoleh edukasi tentang penanaman daun teh dan tentunya akan didampingi oleh seorang pemandu.
Libur Natal dan Tahun Baru, Ini 5 Langkah Cegah Lonjakan Covid-19
Advertisement