Cerita Akhir Pekan: Menjaga Kesehatan Mental Ibu di Masa Pandemi

Ada empat hal yang bisa mencegah masalah kesehatan mental para ibu, terutama di masa pandemi ini.

oleh Henry diperbarui 25 Des 2021, 08:30 WIB
Ilustrasi keluarga (Sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Peran ibu sangat penting dalam keluarga. Momen Hari Ibu pada 22 Desember kemarin, seperti mengingatkan kembali akan hal itu. Tak hanya menjaga kesehatan fisik, seorang ibu juga dituntut untuk memiliki kesehatan mental yang optimal. Kesehatan mental sendiri merupakan suatu kondisi ketika seseorang menyadari kemampuannya, dapat mengatasi setiap tekanan yang normal, dapat bekerja secara produktif, dan berkontribusi terhadap lingkungan.

Ada berbagai faktor yang dapat meningkatkan risiko gangguan terjadinya kesehatan mental, mulai dari kondisi psikologi, sosial, hingga biologi.  Di sisi lain, kesehatan mental ibu dinilai sangat krusial pada masa pandemi. Hal tersebut dikarenakan ibu memiliki tugas dalam pengasuhan, tumbuh kembang anak, dan perannya dalam menjalankan tugas sehari-hari.

Menurut psikolog Dian Ibung,S. Psi., ada empat hal yang bisa mencegah masalah kesehatan mental para ibu, terutama di masa pandemi ini. Yang pertana, menerima dan beradaptasi dengan situasi pandemi dan segala perubahan yg terjadi didalamnya.

Kedua, mau dan berani mencoba hal baru dan tidak takut gagal. Selanjutnya, cari informasi sebanyak mungkin tentang kondisi yang ada saat ini. Dengan begitu kita bisa memperkirakan apa yang sebaiknya dilakukan.

“Terakhir, diskusi dengan pasangan, keluarga besar, teman-teman,rekan kerja, atau orang dekat lainnya. Pastikan informasi yang positif dan valid yang kita dapat. Jangan sampai termakan hoaks,” terang Dian pada Liputan6.com, Jumat, 24 Desember 2021. Kalau memang tindakan pencegahan itu tak bisa dilakukan, masih ada cara lain untuk mengatasi masalah kesehatan mental.

Menurut Dian Ibung, cara pertama yang bisa dilakukan adalah melakukan relaksasi. Setelah itu bicaralah dengan orang lain yang dipercaya. “Kalau masalah berlarut, segera cari bantuan profesional seperti menemui psikolog. Selain ke dokter atau psikolog, Anda juga bisa membicarakannya dengan orang yang dituakan atau pemuka agama,” lanjut Dian.

Seperti dikatakan Dian Ibung, berbagi dengan orang terdekat bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kesehatan mental. Selain keluarga, berbagi dengan teman kemungkinan bisa sedikit meringankan masalah yang dihadapi seseorang. Dengan berbagai para teman atau sahabat, biasanya kita akan mendapat dukungan dari mereka atau setidaknya bisa mengeluarkan apa yang mengganjal dalam hati kita.

Hal itu diakui oleh Amanda Andono, salah seorang pendiri sekaligus anggota komunitas Funky Mom. Didirikan sejak 2002, komunitas ini awalnya beranggotakan para ibu muda yang sebagian besar juga bekerja sekaligus mengurus rumah tangga. Mereka membahas berbagai hal, mulai dari hal-hal yang rimgan, saling berbagi informasi dan sampai memberi dukungan kalau ada yang mengalami kesulitan atau masalah.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Beban Sedikit Berkurang

Ilustrasi Kecemasan Credit: pexels.com/Andrea

“Awalnya kita bikin grup ini memang ibu-ibu semua yang waktu itu masih muda dan masih bekerja. Dulu kita sering kumpul di sebuah mal di kawasan Kuningan. Anggotanya sampai sekarang sekitar 30-an orang. Kita memag nggak mau terlalu banyak anggota karena supaya lebih dekat dan akrab,” ungkap Amanda pada Liputan6.com, Jumat, 24 Desember 2021.

Di masa pandemi ini, kegiatan berkumpul bisa dibilang sangat jarang dan lebih sering berkomunikasi lewat grup WA atau media sosial. Amanda mengakui, hampir semua anggota punya masalah tersendiir selama masa pandemi.

“Ya ada yang merasa jenuh karena harus lebih banyak di rumah, ada yang kehilangan pekerjaan atau penghasilan berkurang. Ada juga yang membagikan masalah yang dihadapinya lewat komunitas dengan harapan bebannya bisa sedikit berkurang,” terang Amanda.

Ia menambahkan, kalau ada yang menghadapi masalah, mereka berusaha saling menguatkan. Bahkan hanya dengan berbagi cerita saja, mereka merasa sedikit lebih baik karena ada orang lain yang mendengarkan masalah mereka tanpa merasa dihakimi.

“Ya, kita berusaha membantu dan mendukung semampu kita. Ada juga yang mengalami stres atau depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya. Kita berusaha saling mendukung dan menguatkan,” ucap Amanda.


Saling Memberi Dukungan

Ilustrasi sahabat, teman, curhat, kepercayaan. (Photo by Melissa Askew on Unsplash)

“Kita juga kasih saran, kalau masalah mereka belum kunjung selesai, kita kasih saran buat mencari pertolongan profesioal seperti merekomendasikan psikolog atau dokter yang kita kenal,” sambungnya.

Meski sulit untuk berkumpul di masa pandemi ini, para anggota Funky Mom tetap berusaha saling berkomunikasi, termasuk saling memberi dukungan kalau ada yang mengalami masalah.

Mencari pertolongan profesional memang menjadi salah satu cara untuk mencari solusi masalah yang kita hadapi.  Rekomendasi dari komunitas Into The Light mungkin bisa menjadi salah satu referensi.

Into The Light Indonesia Suicide Prevention Community for Advocacy, Research, and Education (SP-CARE) adalah sebuah komunitas berbasis orang muda dengan fokus sebagai pusat advokasi, kajian, dan edukasi pencegahan bunuh diri dan kesehatan jiwa di Indonesia. Dalam laman resminya, mereka menyarankan beberapa tempat untuk bisa berkonsultasi dengan psikolog.

Salah satu cara termudah untuk mencari layanan kesehatan mental adalah dengan mengunjungi Puskesmas terdekat. Menurut data dari Kemenkes, kini sudah terdapat lebih dari 3.000 Puskesmas yang dilengkapi dengan layanan kesehatan jiwa.


Puskemas dan Rumah Sakit

Perubahan dan perkembangan zaman turut memengaruhi psikolog klinis dalam perannya untuk kesehatan jiwa masyarakat Indonesia. (Pexels/Polina Zimmerman)

Anda bisa langsung menghubungi Puskesmas terdekat dari tempat tinggal Anda dan tanyakan apakah terdapat layanan kesehatan jiwa. Layanan kesehatan jiwa Puskesmas sudah terdapat di hampir semua kota besar di Indonesia.

Tenaga kesehatan di Puskesmas akan mengarahkan Anda ke Puskesmas lain atau rumah sakit terdekat jika mereka tidak menyediakan tenaga profesional kesehatan jiwa. Bagi pemilik kartu BPJS, biaya konsultasi dan pengobatan untuk gangguan kejiwaan tertentu seperti gangguan depresi, skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan personalitas, dan perilaku kontrol impulsif, bisa ditanggung sampai dengan gratis.

Bagi yang tidak punya kartu BPJS, hanya dikenakan biaya administrasi antara Rp5.000 sampai dengan Rp30.000 (tergantung lokasi).Bagi yang membutuhkan penanganan lebih lanjut atau Puskesmas yang tidak memiliki layanan kesehatan jiwa, dapat dirujuk ke Rumah Sakit terdekat.

Ada lebih dari 250 Rumah Sakit Umum dan RSUD Rujukan Regional telah dilengkapi dengan layanan kesehatan jiwa. Selain itu, telah terdapat 35 RS Jiwa yang tersedia di setiap provinsi di Indonesia. Jumlah di atas belum termasuk layanan psikolog/psikiater di RS Swasta.

Infografis Ciri-ciri Ibu rumah tangga Punya Masalah Kesehatan Mental.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya