Liputan6.com, Jakarta - Pada Rabu 22 Desember 2021, massa buruh menduduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim. Mereka juga berdemonstrasi di depan kantornya, di KP3B.
Buruh yang masuk meminum air dan memakan camilan yang ada di ruang kerja mantan Wali Kota Tangerang dua periode itu.
"Setelah berjam-jam tidak ditemui juga akhirnya buruh kecewa, ingin mengecek keberadaan gubernur, sehingga masuklah ke dalam ruangan gubernur. Masuklah kita ke dalam, ternyata di ruangnya sudah kosong, gubernur sudah tidak ada di tempat," kata pengurus SPSI Kota Tangerang Hardiansyah di kantor Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, Rabu 22 Desember 2021.
Baca Juga
Advertisement
Aksi buruh itu dilakukan lantaran mereka kesal dengan pernyataan Gubernur Wahidin Halim yang mengatakan kalau pengusaha lebih baik mencari pekerja baru jika karyawannya menolak UMK yang sudah ditetapkan olehnya.
Berikut sederet fakta terkait aksi buruh yang duduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim dihimpun Liputan6.com:
1. Lakukan Demonstrasi, Peserta Aksi Duduki Ruang Kerja
Ruang kerja Gubernur Banten, Wahidin Halim, diduduki puluhan buruh yang berdemonstrasi di depan kantornya, di KP3B.
Buruh yang masuk meminum air dan memakan camilan yang ada di ruang kerja mantan Wali Kota Tangerang dua periode itu.
Pintu masuk kantor Wahidin Halim pun rusak, saat buruh merangsek masuk ke ruangan kerja WH. Saat di dalam kantor, para buruh ada yang duduk di kursi kerja Wahidin, sebagian lagi duduk di sofa. Bahkan, ada yang masuk ke kamar tidur, tempat Wahidin beristirahat di kantornya.
"Setelah berjam-jam tidak ditemui juga akhirnya buruh kecewa, ingin mengecek keberadaan gubernur, sehingga masuklah ke dalam ruangan gubernur. Masuk lah kita ke dalam, ternyata di ruangnya sudah kosong, gubernur sudah tidak ada di tempat," kata pengurus SPSI Kota Tangerang Hardiansyah di kantor Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, Rabu 22 Desember 2021.
Advertisement
2. Aksi Dilakukan Lantaran Buruh Kesal
Hardiansyah menjelaskan, buruh kesal dengan pernyataan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) yang mengatakan kalau pengusaha lebih baik mencari pekerja baru, jika karyawannya menolak dengan UMK yang sudah ditetapkan olehnya.
Buruh mendesak Wahidin Halim menarik pernyataannya dan meminta maaf secara terbuka karena dianggap melukai hati buruh.
"Justru kalimat ini menyulut kemarahan buruh, maka dipastikan jika dia tidak minta maaf dan mencabut statement itu, maka kondusivitas yang ada di Banten ini akan selalu terganggu," Hardiansyah menerangkan.
3. Aksi Berbuntut Panjang, Kasatpol PP Diberhentikan Wahidin Halim Sementara
Buntut panjang dari penggerudukan ratusan buruh ke ruangannya, Gubernur Banten, Wahidin Halim memberhentikan sementara Kepala Satpol PP Provinsi Banten, Agus Supriyadi pada Rabu, 22 Desember 2021.
"Kita berhentikan sementara, sambil kita periksa," kata Wahidin Halim di rumah pribadinya di kawasan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Kamis 23 Desember 2021.
Dia menegaskan, selama hampir 15 tahun menjadi kepala daerah, tidak pernah ruang kantor pribadinya diduduki oleh masa yang berunjuk rasa. Dengan alasan itu, Wahidin meminta pemeriksaan mendalam terhadap Kepala Satpol PP Provinsi Banten.
Sebab lanjut Wahidin, berdasarkan bukti video dan foto yang dia terima, tidak ada petugas Satpol PP Provinsi Banten, saat masa aksi buruh memasuki ruang kerja Gubernur, pada aksi demonstrasi kemarin.
"Saya dulu (wali kota Tangerang), trantib ada di ruangan saya, saya pertahankan betul trantib ada di situ. Tapikan trantib enggak ada, kalau lihat foto di situ, iya kan. Ini jadi pertanyan kita. Kita periksa sekarang mereka, kalau internal kita, kenapa enggak ada yang menghalangi, semua masyarakat mengecam itu. Tidak boleh masuk seperti itu," tuturnya.
Advertisement
4. Wahidin Halim Sebut Staf Jadi Korban Kekerasan
Dalam pernyataan pers di rumah pribadinya itu, Wahidin juga menyertakan staf Rumah tangga Pemprov Banten, Purwadi dan Petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) Jaka, yang mengaku menjadi korban kekerasan buruh karena diminta menunjukkan ruang kerja Gubernur.
"Kamu diapin kemarin," tanya Wahidin
"Dipiting," jawab Purwadi.
"Di situ enggak ada trantib," tanya Gubernur
"Enggak ada," jawab Purwadi.
"Polisi," tanya Wahidin
"Enggak ada," jawab Purwadi.
"Polisi kan di luar pertama-tama. Kamu dipiting terus dibawa ke ruangan, menunjukan kamar kerja bapak. Kamu pamdal (Jaka)," kata Wahidin.
"Dipiting saya saat mengamankan dia (Purwadi), masuk ke dalam, beliau sudah lari. Sudah ke pintu. Pintu didobrak pak," kata Jaka.
5. Polri dan Satpol PP Disindir Wahidin Halim
Polri dan Satpol PP yang menjaga demonstrasi buruh disindir oleh Wahidin Halim. Hal ini disebabkan para buruh berhasil menduduki ruang kerja Gubernur Banten dengan leluasa.
Wahidin menilai, aparat seharusnya bisa memberikan rasa aman. Namun, kenyataannya, dia tidak mendapatkan rasa aman di tengah demo yang berlangsung.
Saat demonstrasi buruh pada Rabu sore, 22 Desember 2021, buruh berhasil merangsek masuk ke ruang kerja Wahidin Halim. Kursi WH diduduki buruh, makanan dan minuman pun diambil para buruh.
Ketika demonstrasi, personel Polres Serang Kota, Polda Banten dan Satpol PP menjaga demonstrasi di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kota Serang.
"Seharusnya negara memberikan rasa aman. Karena apa yang saya lakukan sesuai dengan peraturan. Saya serahkan kepada pihak yang berwenang," kata Gubernur Banten Wahidin Halim, dalam rilis resminya yang disampaikan oleh Biro Adpim Pemprov Banten, Jumat 24 Desember 2021.
Menurut Wahidin, personel Polri dan Satpol PP yang berjaga saat itu seharusnya bisa menjaga keamanan dan ketertiban para demonstran. Mantan Wali Kota Tangerang itu tidak bisa membayangkan jika dirinya ada di ruang kerja kemudian digeruduk buruh.
Dia menyesalkan tidak ada upaya dari personel yang bertugas menjaga demonstrasi.
"Ini seharusnya menjadi perhatian masyarakat juga negara. Keputusan itu harus di back up," terangnya.
Gubernur merupakan pejabat negara yang harus dilindungi dari perbuatan anarkis. Jika tidak dilindungi, maka kepala daerah akan takut mengambil keputusan dan kebijakan.
Wahidin menerangkan kalau keputusan yang dia ambil sudah sesuai peraturan dari pemerintah pusat. WH tidak akan mengubah keputusannya, jika tidak ada instruksi dari presiden.
"Bisa jadi preseden semua gubernur, bupati dan wali kota nanti pada takut untuk mengambil keputusan. Kita juga diikuti oleh peraturan-peraturan yang menentukan," ujarnya.
Advertisement
6. KNPI Ungkapkan Kekecewaan
Puluhan anggota serikat buruh menduduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim (WH), di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kota Serang, Rabu sore 22 Desember 2021.
Puluhan buruh memaksa masuk, memakan camilan, dan meminum air yang ada di ruang kerja Wahidin Halim. Pintu masuk kantor Wahidin Halim pun rusak.
Buruh berdesakan masuk ke ruangan. Kursi yang biasa diduduki Wahidin Halim diduduki buruh. Sebagian lagi, ada yang duduk di sofa ruangan politikus Partai Demokrat itu.
Atas kejadian tersebut, Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Daerah KNPI Provinsi Banten Rudy Gani menyayangkan pernyataan Wahidin Halim yang seolah menyalahkan pengamanan polisi saat buruh masuk ke dalam ruangannya.
"Kita menyayangkan bukan pada masa aksinya, melainkan pada pernyataan Gubernur yang seolah menganggap Polisi lalai dalam menjaga ketertiban masyarakat," ujar Rudy Gani kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Jumat 24 Desember 2021.
Rudy menilai, aksi sudah diatur dalam UUD. Dalam menyuarakan pendapatnya, massa aksi memiliki kebebasan dan dilindungi oleh undang-undang, dan pihak kepolisian telah melakukan pengamanan.
"Yang salah bukan masa aksi ataupun pengamanan dari kepolisian, yang pasti pihak kepolisian telah melakukan pengamanan sesuai dengan prosedur yang berlaku," ucap Rudy.
Atas kejadian tersebut, dirinya menilai yang bertanggungjawab untuk pengamanan penuh adalah kepolisian, akan tetapi mereka tidak lantas dianggap sebagai penyebab atas kejadian tersebut.
"Kami dari DPD KNPI Banten tentu tahu bahwa Kepolisian telah mengerahkan personilnya, pernyataan Gubernur perlu untuk dipertanyakan kembali," tegas Rudy.
KNPI Banten beserta pihaknya meminta agar Wahidin Halim menyampaikan permintaan maaf atas pernyataan yang dinilai terlalu berlebihan tersebut.
"Kami meminta kepada Gubernur untuk meminta maaf kepada pihak kepolisian atas pernyataan yang terlalu berlebihan dan seolah menganggap pihak kepolisian tidak profesional dalam penanganan massa tersebut," pungkas Rudy.