Liputan6.com, Jakarta - Memasuki 2022, pasar terlihat lebih optimistis. Kebijakan tapering the Federal Reserve (the Fed) yang berlaku Desember 2021 berjalan relatif lebih mulus dibandingkan kebijakan serupa pada 2013.
Dalam catatan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) dikutip Senin, (27/12/2021), pasar telah antisipasi dan menyesuaikan harapannya sehingga dapat memberikan dasar bagi investor dalam mengambil keputusan menjelang berakhirnya 2021.
Advertisement
"Memasuki 2022, pasar akan memasuki fase normalisasi yang artinya pertumbuhan ekonomi global pada 2022 akan lebih rendah dari 2021, tetapi masih lebih tinggi dari rerata jangka panjangnya,” demikian mengutip dari catatan Manulife Aset Manajemen Indonesia.
Lalu peluang seperti apa yang bisa dimanfaatkan oleh investor saat ini? Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Dimas Ardhinugraha memaparkan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh investor.
Kondisi global ke depan
Dimas menuturkan, fase normalisasi di 2022 tidak hanya terjadi pada pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global, tetapi juga pada kebijakan moneter dan fiskal.
Bank sentral dunia diperkirakan akan melakukan penyesuaikan arah kebijakan. Suku bunga diperkirakan meningkat secara gradual sambil tetap memperhatikan kondisi terkait pandemi.
Dari sisi kebijakan fiskal, akan berupa pengurangan stimulus-stimulus pandemi dari pemerintah secara gradual menuju ke level normal di era pertumbuhan ekonomi yang juga menuju normal.
"Walau demikian, proses normalisasi akan terjadi secara gradual, di mana kebijakan fiskal dan moneter di 2022 baik di kawasan negara maju maupun negara berkembang, tetap akan pada level akomodatif relatif terhadap rerata jangka panjang,” ujar dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Akselerasi dari pasar domestik
Berbeda dengan pasar global yang mengalami fase normalisasi, Indonesia bersama Malaysia, Filipina, dan Thailand (ASEAN4) memiliki ruang ekspansi yang lebih tinggi pada 2022.
Dimas menuturkan, momentum pembukaan kembali diperkirakan meningkat ketika vaksinasi diakselerasi dan cakupan vaksinasi mencapai sekitar 70 persen dari populasi yang dapat menopang pemulihan ekonomi lebih kuat pada 2022.
“Keunggulan Indonesia dibandingkan banyak negara di kawasan adalah demografi Indonesia yang didominasi warga usia muda membawa keuntungan, mempercepat aktivitas ekonomi kembali normal (terutama apabila mitigasi pandemi terus berjalan efektif, antara lain melalui vaksinasi secara masif dan merata),” ujar dia.
Advertisement
Peluang di pasar obligasi
Dimas menilai, pasar obligasi kini lebih siap dalam menghadapi tren perubahan sentimen global ini. Faktor kepemilikan asing yang jauh lebih rendah dibandingkan periode-periode sebelumnya, dinamika pasokan obligasi yang lebih baik dan valuasi pasar obligasi Indonesia yang masih menarik diharapkan dapat meredam dampak kebijakan moneter The Fed yang lebih ketat di 2022.
“Fundamental makro yang lebih baik dan stabilitas eksternal yang terus diperkuat diharapkan dapat menjaga volatilitas pasar obligasi Indonesia. Investor pun bisa memanfaatkan reksa dana pendapatan tetap untuk diversifikasi aset,” kata dia.
Diversifikasi Aset
Dimas menuturkan, salah satu contoh reksa dana pendapatan tetap adalah reksa dana Manulife Pendapatan Bulanan II (MPB II), reksa dana yang berinvestasi pada obligasi pemerintah tenor pendek. MPB II memiliki potensi imbal hasil kompetitif dibandingkan dengan deposito serta tingkat risiko konservatif.
"Fokus investasinya pada obligasi pemerintah yang pembayaran pokok dan kuponnya dijamin Undang-undang, meminimalisir risiko investasi pada reksa dana MPB II, sehingga reksa dana ini akan cocok untuk investor yang ingin melakukan diversifikasi dari deposito dan pasar saham,” ujar dia.
Ia menuturkan, strategi pengelolaan aktif dari reksa dana ini meningkatkan potensi hasil investasi dengan risiko yang terjaga.
MPB II telah melalui beberapa periode volatilitas pasar finansial, seperti taper tantrum (2013), devaluasi mata uang China (2015), perang dagang AS-China (2018), hingga pandemi COVID-19. Semua berhasil dilalui dengan tetap mempertahankan tingkat volatilitas yang terjaga dan kinerja yang optimal.
MPB II memiliki fitur pembagian hasil investasi bulanan yang memberikan keleluasaan investor apabila membutuhkan arus dana bulanan.
Sifatnya yang likuid memberikan fleksibilitas bagi investor apabila ada kebutuhan finansial yang mendadak, terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini. Sejak diluncurkan Januari 2009, MPB II telah mencatatkan kinerja historis rata-rata 6,35 persen per tahun (per November 2021), masih di atas tolok ukur (rata-rata bunga deposito 1 bulan + 2 persen, net setelah pajak) yang sebesar 6,32 persen.
“Sebagai investor, kita harus jeli dalam melihat peluang yang ada di pasar finansial, baik di pasar global maupun pasar domestik. Reksa dana pendapatan dapat menjadi pilihan yang tepat bagi investor untuk melakukan diversifikasi aset,” ujar dia.
Advertisement