Speak Up Jadi Cara Turunkan Fenomena Gunung Es Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengapresiasi perempuan yang berani speak up dan melaporkan kasus kekerasan yang menimpa mereka sendiri, keluarga, atau orang di lingkungannya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 27 Des 2021, 19:00 WIB
Ilustrasi pelecehan / kekerasan seksual. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengapresiasi perempuan yang berani speak up dan melaporkan kasus kekerasan yang menimpa mereka sendiri, keluarga, atau orang di lingkungannya.

Menurut Bintang, keberanian melaporkan kasus kekerasan sangat penting agar fenomena gunung es setiap kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak dapat ditangani dan dilakukan pendampingan secepat mungkin.

Kasus kekerasan disebut fenomena gunung es karena kasus yang dilaporkan lebih sedikit dari kejadian di lapangan. Dari data yang masuk ke Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), terlihat masih ada kesenjangan yang artinya masih ada kasus yang tidak terlaporkan.

Kini, di media sosial banyak bermunculan perempuan-perempuan yang berani melaporkan kasus kekerasan yang menimpa diri mereka, keluarga mereka ataupun yang melihat kasus kekerasan di sekeliling mereka.

“Yang saya apresiasi adalah mereka ini berani bicara, bersuara dan melaporkan kasusnya. Yang paling banyak speak up itu justru kaum perempuan. Untuk itu kami sangat berharap ibu-ibu sensitif melihat perubahan yang terjadi pada anak-anaknya, memastikan anak mereka aman,” kata Bintang mengutip keterangan pers KemenPPPA, Senin (27/12/2021).

“Laporkan jika melihat dan mengalami tindak kekerasan ke SAPA129 atau di Hotline 08111-129-129,” lanjut Bintang.

Simak Video Berikut Ini


Perjuangan Perempuan

Menurut Bintang, perjuangan perempuan sejak zaman pergerakan melawan penjajah tidak berbeda dengan isu-isu yang diperjuangkan saat ini.

Pada masa Kongres Perempuan Pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta perempuan sudah berjuang untuk pemenuhan hak anak dan perlindungan pada perempuan.

“Jika kita merefleksikan perjuangan perempuan 93 tahun lalu, kaum perempuan sudah memperjuangkan kesetaraan gender, melawan poligami, mencegah anak-anak tidak menikah pada usia anak dan memastikan anak-anak terpenuhi haknya.”

“Realitanya memang kasus-kasus masih tinggi. Perlu saya tegaskan konstitusi negara sudah menjamin bahwa setiap perempuan memiliki hak yang sama dan menjamin perlindungan untuk mereka.”


Regulasi Perlindungan Perempuan

Untuk melindungi perempuan dan anak, Hingga kini Indonesia sudah meratifikasi The Committee on the Elimination of Discrimination Against Women (CEDAW) dan The Convention on the Rights of the Child (CRC).

Kedua konvensi tersebut sudah diturunkan menjadi beberapa Undang-Undang dan peraturan perundangan.  Hanya saja implementasinya tidak sampai ke masyarakat dan akar rumput.

Untuk itu, KemenPPPA mengajak institusi lain sesuai tugas dan fungsi mereka untuk mendorong kesetaraan gender, mengupayakan pemenuhan hak anak dan mencegah perempuan dan anak menjadi korban kekerasan.

Bintang mengajak masyarakat dan media untuk lebih peduli dan terlibat langsung melindungi perempuan dan anak. Salah satu caranya adalah turut mendorong Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

“KemenPPPA saat ini juga mendorong agar RUU TPKS pada Januari 2022 mendatang dapat menjadi RUU Inisiatif DPR. Kami tidak tinggal diam, diskusi intensif dengan berbagai pihak seperti para aktivis perempuan, NGo, organisasi keagamaan, Kementerian/Lembaga dan lain-lain rutin kami lakukan.”

“Kami membahas RUU TPKS yang dahulu disebut RUU PKS. Untuk itu kami juga mohon media terus aktif bersama kami mendorong RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR dan juga berperan menyuarakan isu perempuan dan anak,” tutup Bintang.

 


Infografis Kekerasan dalam Pacaran

Infografis Kekerasan dalam Pacaran (liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya