7 Hambatan Konsumsi Ikan di Rumah Tangga, Apa Saja?

Menurut survei, beberapa hal berikut disebut menjadi hambatan dalam konsumsi ikan di rumah tangga.

oleh Putu Elmira diperbarui 28 Des 2021, 05:01 WIB
Ilustrasi ikan segar. (Photo by camila igisk on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Setidaknya ada tujuh hambatan dalam konsumsi ikan di rumah tangga. Hambatan ini berdasarkan temuan dari hasil riset Ethnomark pada 2018 di Jakarta, Bandung, Solo, Lampung dan Cirebon.

"Beberapa hambatan atau menjadi barrier sebuah rumah tangga atau ibu untuk bisa membeli ikan, pertama, merasa ikan itu mahal, ribet, tidak suka, alergi, pengetahuan manfaat kurang," kata Erwin Dwiyana selaku Analis Pasar Hasil Perikanan Ahli Madya Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) - Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam peluncuran aplikasi Seafood Advisor 3.0, beberapa waktu lalu.

Erwin melanjutkan hambatan kedua adalah belanja dekat rumah, yang dapat berarti tukang sayur tidak menyediakan ikan, atau pasar jauh dari rumah. Poin selanjutnya adalah ketika belanja di pasar, beberapa hambatan yang ditemui adalah stok ikan tidak lengkap hingga penanganan yang tidak baik.

Saat membawa pulang belanjaan ikan, seseorang harus langsung pulang karena kualitas ikan akan turun jikan terlalu lama di jalan. Hambatan kelima adalah proses menyiapkan ikan sebelum diolah.

"Menyiapkan di dapur, bau amis, tangan kotor. Lalu, memasak menu ikan di dapur (terkendala) dengan pengetahuan memasak ikan yang rendah," tambahnya.

Proses memasak ikan juga dapat terhambat karena menu yang monoton alias itu-itu saja. Hambatan terakhir adalah ketika menyiapkan sajian di meja makan, ibu di rumah bisa saja akan dihadapkan dengan aksi membujuk anak untuk menyantap ikan.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kendala

Ilustrasi seafood. (Photo by Frank Vessia on Unsplash)

"Satu kata kunci yang muncul di tujuh ini adalah kata-kata ribet, ini yang muncul di rumah tangga. Ribetnya membersihkan, mengolah, atau menyajikannya ini yang menjadi tantangan sebelum masuk mengampanyekan ikan atau seafood yang berkelanjutan," terang Erwin.

Melihat persepsi rumah tangga tersebut, Erwin menyebut ada beberapa jenis ikan yang dibeli masyarakat, khususnya di pasar tradisional yang variasi lebih banyak. Namun, bagaimana dengan di supermarket menangah ke atas?

"Tetapi kita melihat di supermarket menengah ke atas, ikan-ikan termasuk kakap dan tuna ini yang mungkin bisa dijadikan pintu untuk komoditas yang memang akan kita dorong masuk dalam seafood yang berkelanjutan," tutur Erwin.


Seafood Ramah Lingkungan

Ilustrasi Seafood Credit: unsplash.com/Harris

Temuan riset ini dijabarkan Erwin berkaitan dengan kampanye mendorong pemiliha produk seafood ramah lingkungan untuk melestarikan sumber daya ikan. Kampanye tersebut digaungkan PDSPKP dan Yayasan WWF Indonesia yang bersinergi merilis Panduan Konsumen Seafood versi 3.0 pada aplikasi Seafood Advisor.

Aplikasi ini diciptakan untuk mempermudah konsumen memilih produk makanan laut yang ramah lingkungan. Pemilihan tersebut merujuk pada acuan warna merah, kuning, dan hijau sebagai petunjuk bagi konsumen dalam memilih produk seafood yang dapat dikonsumsi.

Tanda merah untuk produk seafood yang perlu dihindari, tanda kuning untuk produk yang perlu dipertimbangkan dan warna hijau adalah opsi terbaik bagi konsumen. Data penilaian Seafood Advisor disusun mempertimbangkan dampak ekosistem yang dapat terjadi pada proses penangkapan maupun budi daya perikanan.


Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner

Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya