Liputan6.com, Jakarta “Dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim dengan ini saya serahkan DIPA dan Buku Daftar Alokasi TKDD tahun 2022,” Jokowi di Istana Negara, Senin, 29 November 2021.
Tidak terasa tahun anggaran 2021 tinggal beberapa hari lagi akan berakhir. Dana APBN yang memiliki asas tahunan masa berlakunya selesai tepat di 31 Desember 2021. Dana 2022 telah disampaikan kepada pengguna anggaran secara simbolis oleh Presiden Jokowi. Secara garis besar APBN 2022 jumlah anggaran pendapatan negara sebesar Rp1.846,1 T dan belanja negara Rp2.714,2 T. Terdapat defisit yang akan menjadi pembiayaan anggaran sebesar Rp868,0 T.
Advertisement
Nilai belanja sebesar Rp2.714,2 T, yang didalamnya juga dibiayai dari utang, perlu dikelola dengan baik. Secara aturan sudah cukup banyak tata cara penggunaan dana APBN atau #UangKita. #UangKita adalah uang rakyat Indonesia yang digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. #UangKita akan dikelola oleh instansi pemerintah dari kantor pusat sampai kantor vertikalnya di daerah. Besaran nilai yang dikolela tertuang pada dokumen DIPA masing-masing.
DIPA atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan telah disetujui penganggarannya. Sejak penyerahan DIPA 2022, penggunaan anggaran 2022 sudah bisa dimulai persiapannya, seperti lelang, negosiasi, menentukan spesifikasi barang/kegiatan, mengumumkan rencana pengadaan, memilih vendor, bahkan melakukan perikatan dengan pihak penyedia barang/jasa.
Dengan belanja sebesar itu, sangat diperlukan peran masyarakat untuk mengawasi pengelolaan uang kita. Bagaimana instansi pemerintah mengelola uang kita? Apa saja yang menjadi ukuran kinerjanya? Ada beberapa cara penilaian, namun nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA) telah menjadi acuan yang lazim digunakan oleh instansi pemerintah. Formulanya disusun oleh salah satu unit Kementerian Keuangan yaitu Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran
Setiap instansi pemerintah yang mengelola bagian APBN akan mengelola uang kita dengan standar dan prosedur yang sudah ditetapkan, mulai dari undang-undang sampai peraturan direktur jenderal. Pengukuran kinerja pelaksanaan anggaran juga dilakukan sebagai bahan evaluasi perbandingan antara pelaksanaan dengan peraturan yang berlaku.
Pengelolaan uang kita oleh instansi-instansi pemerintah periode TA 2021 sampai dengan triwulan III terhitung bernilai baik. Kalau dari perhitungan skala 0 – 100, maka kinerja pengelolaannya mendapatkan nilai 94,03. Dalam kriteria penghitungan kinerja pelaksanaan anggaran, penilaian yang hasil akhirnya dianggap sangat baik apabila mencapai nilai 95 ke atas, baik apabila mancapai 89 s.d. < 95, di bawah nilai itu dianggap cukup, dan di bawah 70 kinerja pengelolaanya dianggap kurang.
Ada empat aspek dalam pengukuran kinerja instansi dalam mengelola uang kita. Keempat aspek itu adalah Kesesuaian Antara Perencanaan dengan Pelaksanaan Anggaran; Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Pelaksanaan Anggaran; Efektivitas Pelaksanaan Anggaran; dan Efisiensi Pelaksanaan Anggaran. Dari keempat aspek tersebut, aspek Kepatuhan Terhadap Regulasi memberikan kontribusi tertinggi dengan nilai 97,11 (sangat baik). Aspek Efektivitas Pelaksanaan Anggaran dan Kesesuaian Perencanaan Pelaksanaan masing-masing memberikan kontribusi nilai sebesar 94,90 dan 94,55. Kontribusi nilai dari aspek Efisiensi Pelaksanaan Anggaran adalah yang paling kecil yaitu sebesar 92,10 namun masih terbilang baik karena nilainya masih di atas 89.
Jika kita rinci lagi penilaian dari keempat aspek tersebut, terdapat 13 indikator yang dinilai dan masing-masing indikator memiliki bobot. Aspek pertama, kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan anggaran merupakan penilaian kesesuaian antara pelaksanaan anggaran dengan yang direncanakan dan ditetapkan dalam DIPA. Indikatornya terdiri dari Revisi DIPA (kontribusi nilai sebesar 99,43/bobot 5%) ; Deviasi Halaman III DIPA (86,09/5%); dan Pagu Minus (98,14/5%).
Penjelasan masing-masing indikatornya adalah, Revisi DIPA merupakan revisi DIPA dalam hal pagu anggaran tetap dan merupakan inisiatif instansi pengguna dana APBN. Revisi dalam rangka penghematan atau refocusing (untuk penanganan pandemi) tidak diperhitungkan dalam penilaian. Deviasi Halaman III DIPA dihitung berdasarkan rata-rata kesesuaian antara realisasi anggaran terhadap Rencana Penarikan Dana (RPD) bulanan. Instansi pengguna akan melakukan pemutakhiran (updating) data perencanaan ini setiap awal triwulan, yang berarti revisi terkait perencanaan ini dilakukan empat kali dalam setahun. Jatah empat kali revisi ini tidak mengurangi penilaian pada indikator Revisi DIPA. Indikator kinerja Pagu Minus dihitung berdasarkan rasio antara total nilai pagu minus terhadap total pagu DIPA, saldo minus tersebut pada level akun. DIPA terdiri dari akun-akun dengan enam digit angka yang setiap akunnya dapat bersaldo negatif sepanjang dalam batas-batas tertentu.
Aspek penilaian Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Pelaksanaan Anggaran merupakan penilaian terhadap kepatuhan Satker terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pelaksanaan anggaran. Indikator penilaian aspek ini terdiri dari Penyampaian Data Kontrak (kontribusi nilai sebesar 99,43/ bobot 10%); Pengelolaan Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (95,16/8%); Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (99,45/5%); dan Dispensasi Penyampaian Surat Perintah Membayar (100/5%).
Indikator kinerja Penyampaian Data Kontrak dihitung berdasarkan rasio ketepatan waktu penyampaian data perjanjian/kontrak seluruh data terhadap perjanjian/kontrak yang didaftarkan ke KPPN. Kontrak yang didaftarkan akan memberikan data pada pengelola kas negara untuk mempersiapkan dana sesuai jadwal kebutuhan sehingga pengelolaan kas negara lebih optimal. Dalam Peraturan Menteri Keuangan telah diatur kriteria kontrak yang wajib untuk didaftarkan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Indikator kinerja Pengelolaan Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan (UP dan TUP) dihitung berdasarkan rasio ketepatan waktu penyampaian pertanggungjawaban UP Tunai dan TUP Tunai terhadap seluruh pertanggungjawaban UP Tunai dan TUP Tunai. Batas waktu penyampaian pertanggungjawaban UP Tunai dan TUP Tunai telah diatur paling lambat selama satu bulan. Uang persediaan pada bendahara instansi jumlahnya sangat banyak secara nasional sehingga diwajibkan untuk bergulir setiap bulan minimal 50% dari masing-masing uang persediaan yang dikelolanya. Kewajiban mempertanggungjawabkannya setiap bulan untuk menghindari terjadinya idle cash di rekening bendahara. Pada pelaksanaan APBN pada akhir tahun anggaran, indikator kinerja Pengelolaan UP dan TUP memperhitungkan sisa UP Tunai dan TUP Tunai yang belum dikembalikan Rekening Kas Negara sebagai pengurang nilai kinerja.
Indikator kinerja Dispensasi Penyampaian SPM (Surat Perintah Membayar, dokumen akhir yang perlu diajukan untuk pencairan dana) dihitung berdasarkan jumlah SPM yang mendapatkan dispensasi. Dispensasi yang dimaksud dikarenakan keterlambatan penyampaian SPM melebihi batas SPM waktu penyampaian SPM yang ditentukan pada akhir tahun anggaran. Karena perhitungannya adalah keterlambatan penyampaian SPM pada batas akhir tahun, maka pada triwulan III ini merupakan satu-satunya indikator yang bernilai 100. Pada akhir triwulan IV, besar kemungkinan nilai ini akan berubah.
Aspek ketiga yaitu Efektivitas Pelaksanaan Anggaran merupakan penilaian terhadap pencapaian output dan penyelesaian pelaksanaan pembayaran. Indikatornya terdiri dari Penyerapan Anggaran (kontribusi nilai sebesar 98,64/bobot 15%); Penyelesaian Tagihan (98,14/10%); Capaian Output (83,24/17%); dan Retur Surat Perintah Pencairan Dana (99,6/5%).
Indikator kinerja Penyerapan Anggaran sebagaimana dihitung berdasarkan rata-rata nilai kinerja penyerapan anggaran pada setiap triwulan. Penilaian ini merupakan indikator klasik yang paling sering diperhatikan informasinya sejak era orde baru sebagai alat ukur utama kinerja pelaksanaan anggaran. Indikator ini memang masih merupakan indikator sangat penting terlihat dari bobot penilaiannya yang sebesar 15%. Bobot penilaian indikator ini merupakan yang terbesar kedua.
Nilai kinerja penyerapan anggaran dihitung berdasarkan rasio antara tingkat penyerapan anggaran terhadap target penyerapan anggaran pada setiap triwulan. Target penyerapan anggaran yaitu Triwulan I sebesar 15 persen; Triwulan II sebesar 40 persen; Triwulan III sebesar 60 persen; dan Triwulan IV sebesar 90 persen. Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi ini, pemerintah meminta percepatan pada triwulan III untuk meningkatkan target penyerapan anggaran hingga mencapai 70%, namun target pada penilaian kinerja tetap seperti semula yaitu 60%.
Penyerapan anggaran memiliki peran yang sangat penting penggerak ekonomi terutama pada saat resesi. APBN pada masa pandemi ini digunakan sebagai salah satu strategi pemulihan ekonomi nasional.
Indikator kinerja Penyelesaian Tagihan dihitung berdasarkan rasio ketepatan waktu penyelesaian tagihan dengan mekanisme SPM Kontraktual terhadap seluruh SPM Kontraktual yang diajukan ke KPPN. SPM ini terkait dengan kontrak yang didaftarkan pada indikator sebelumnya, selain juga sangat berhubungan dengan indikator penyerapan anggaran. Kecepatan pencairan kontrak dapat mempercepat penyaluran dana kepada masyarakat selain meningkatkan kredibilitas administrasi publik.
Indikator kinerja yang paling memiliki bobot tertinggi adalah Capaian Output. Indikator ini memiliki bobot 17%, yang memperhitungkan rasio antara total nilai kinerja Rincian Output (RO) terhadap jumlah RO yang dikelola oleh Satker. Nilai kinerja RO sebagaimana tersebut dihitung berdasarkan rasio antara capaian atau realisasi RO terhadap target RO.
Target capaian output seiring dengan target penyerapan anggaran, dan output dari dana APBN sangat diharapkan banyak pihak terutama yang langsung menyentuh masyarakat seperti bantuan sosial dan bantuan pemerintah. Deviasi atau selisih antara capaian penyerapan anggaran dan capaian output maksimal adalah 20% untuk output nonstrategis dan hanya 5% untuk output strategis. Instansi yang memempunyai nilai deviasi melebihi persentase tersebut harus mengonfirmasi penyebabnya.
Indikator kinerja Retur SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana, dokumen dari perbendaharaan negara kepada bank operasional pemerintah) dihitung berdasarkan rasio antara jumlah SP2D yang mengalami retur terhadap jumlah SP2D yang telah diterbitkan. Retur ini biasanya disebabkan kesalahan pencantuman rekening atau rekening yang dituju sudah tidak aktif.
Aspek yang terakhir yaitu aspek efisiensi pelaksanaan yang merupakan penilaian terhadap ketepatan instansi dalam melakukan pembayaran atas beban DIPA. Indikator kinerjanya terdiri dari perencanaan kas (97,63/5%) dan pengembalian/kesalahan SPM (kontribusi nilai sebesar 86,56/bobot 5%). Indikator kinerja Renkas sebagaimana dimaksud dalam merupakan rasio antara Renkas/Rencana Penarikan Dana (RPD) Harian yang disampaikan secara tepat waktu terhadap kewajiban Renkas/RPD Harian yang diajukan ke KPPN. Besaran RPD harian ini diatur dan disesuaikan dengan tipe kantor bayarnya. Indikator ini juga akan membantu pengelola kas negara terhadap pemintaan pencairan dana yang sangat besar.
Indikator kinerja Pengembalian/Kesalahan SPM dihitung dari pengembalian/kesalahan SPM oleh KPPN terhadap seluruh SPM yang diajukan oleh Satker ke KPPN. Pengembalian/Kesalahan SPM sebagaimana dimaksud merupakan SPM yang ditolak atau dikembalikan berdasarkan data pada Payment Management Resume Tagihan (kesalahan formal) dan penolakan pada saat validasi tagihan oleh KPPN (kesalahan substantif).
Advertisement
Perbaikan Kinerja di Masa Mendatang
Kinerja pelaksanaan anggaran 2021 yang sampai dengan triwulan III bernilai baik, tetap harus ditingkatkan. Peningkatan terutama pada tiga indikator yang masih bernilai cukup yaitu kesalahan SPM, kesesuaian antara realisasi anggaran terhadap RPD, serta capaian output.Kesalahan SPM yang masih banyak terjadi membuat efisiensi pelaksanaan anggaran menjadi terganggu. Kesalahan-kesalahan tersebut kebanyakan terkait masalah administrasi yang dapat diselesaikan dengan perkembangan teknologi informasi terkini. Perbendaharaan negara juga telah mempersiapkan sistem tebarunya yang akan rolling out pada tahun anggaran 2022 setelah beberapa tahun dilaksanakan secara terbatas.
Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) sangat menjanjikan terhadap kebenaran dokumen tagihan. Kita dapat mengharapkan kesalahan-kesalahan yang memperpanjang prosedur dan memakan waktu menjadi berkurang secara signifikan pada pelaksanaan anggaran 2022. SAKTI akan menjadi satu langkah maju menuju otomasi keuangan negara, yang juga akan menarik menjadi suatu bahasan tersendiri.
Meningkatkan kesesuaian antara realisasi anggaran terhadap Rencana Penarikan Dana (RPD) bulanan pada rencana Halaman 3 DIPA merupakan hal yang masih sulit untuk dilakukan. Beberapa permasalahan klasiknya adalah belum siapnya pengelola di awal tahun anggaran dan kekhawatiran terhadap perubahan kebijakan. Sejak tahun 2021 sampai dengan 2022 perencanaan juga masih disulitkan dengan kondisi penanganan pandemi yang belum pasti kapan berakhirnya. Kondisi pandemi juga menyebabkan beberapa kali terjadi refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19Kesesuaian pelaksanaan terhadap perencanaan akan sangat membantu untuk pengelolaan kas negara, bahkan dapat menekan utang/pinjaman negara dengan mengoptimalkan kas yang ada.
Masalah ketersediaan kas merupakan seni tersendiri dalam mengelola kas negara. Persediaan yang terlalu banyak menunjukan tidak efisiennya pengelolaan apabila mengingat nilai utang yang masih bisa ditekan. Persediaan kas yang terlalu sedikit akan berisiko menghambat pencairan kepada pihak yang berhak, dan pada akhirnya akan mengurangi kredibilitas pemerintah.
Budaya merencanakan dengan baik dan melaksanakan perencanaan juga perlu ditingkatkan. Pada halaman III DIPA tercantum rancangan dirancang pencairan yang akan dilaksanakan masing-masing instansi sesuai kegiatannya. Perencanaan bulanan ini dapat dimutakhirkan setiap triwulan. Dengan memperhatikan sumber daya, cuaca, jadwal kegiatan, dan lainnya, perencanaan untuk bulanan dan triwulanan seharusnya sudah dapat mendekati kepastian realisasinya. Ada baiknya perencanaan belanja ini juga dimaksimalkan pada awal tahun sehingga manfaat dari belanja yang dilaksanakan dapat segera dirasakan manfaatnya, selain menyegerakan efek dana bergulirnya.
Capaian output dari belanja APBN merupakan bagian terpenting yang memiliki dampak sangat luas pada penelolaan dana APBN. Dua hal yang sangat menjadikannya penting adalah manfaat yang dirasakan dari output yang dihasilkan dan uang bergulir pada masyarakat dari belanja output tersebut. Pemahaman akan arti pentingnya capaian akan meningkatkan kinerja pelaksanaan anggaran, tidak hanya secara nilai namun juga dampak positifnya. Capaian output sendiri baru dimunculkan sebagai indikator capaian output pada tahun 2020 dengan bobot 10%. Tahun 2021 capaian output menjadi rising star indicator dengan bobot 17% yang membuatnya menjadi indikator terpenting.
Sampai kini cukup banyak instansi yang belum memahami pentingnya capaian output. Sering kali tanggung jawab ini dibebankan pada pengelola keuangan instansi, padahal capaian output ini juga banyak tergantung pada pengelola teknis kegiatan. Solidnya suatu instansi dari unit teknis dan supporting unit akan sangat mendukung capaian output yang baik dan lancar.
Instansi pengelola uang kita dengan kinerja sangat baik akan menambah predikatnya untuk mendekati instansi yang ideal. Saat ini opini laporan keuangan WTP (wajar tanpa pengecualian) dari Badan Pemeriksa Keuangan sudah cukup banyak diraih oleh instansi pemerintah. Predikat WBK/WBBM (Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani) dari KemenpAN-RB juga sedang diupayakan oleh banyak instansi. Kinerja pelaksanaan anggaran yang sangat baik akan melengkapi pagar dan teralis instansi pemerintah dari percobaan korupsi.
Henryco SP Marpaung,
PNS pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Pangkalpinang.