Liputan6.com, Jakarta - Sebagai orang dewasa, Anda mungkin sempat merasa kebingungan saat melihat si kecil yang dengan mudahnya menangis saat ditinggal oleh orang-orang terdekatnya. Tangisan tersebut biasanya muncul saat mereka ditinggal, meski hanya untuk sementara waktu.
Tak jarang, tangisan tersebut pun begitu pecah dan menjadi-jadi. Ternyata fase satu ini dikenal dengan sebutan separation anxiety, yang mana biasa terjadi pada anak bayi hingga toddlers.
Advertisement
"Meninggalkan anak bayi Anda tidak pernah mudah. Bahkan bisa menjadi begitu dramatis saat dia berteriak, menangis, dan menempel pada Anda," ujar profesor psikologi di University of Nebraska, Ross A Thompson dikutip Parents, Selasa (28/12/2021).
Ross menjelaskan, kondisi tersebut merupakan hal yang normal terjadi pada masa pertumbuhan anak. Itu juga merupakan indikasi bahwa seorang anak terikat dengan orangtua atau orang-orang yang merawatnya (caregiver).
Pada awal-awal fase kehidupan, bayi belum mengetahui konsep keterikatan dengan orang-orang terdekatnya. Profesor psikologi di University of Maryland, Jude Cassidy mengungkapkan, itulah mengapa beberapa bayi bisa dengan mudahnya berpindah tangan dari satu orang ke orang lainnya.
Namun sekitar usia 8 bulan, bayi sudah bisa mengenali dan membedakan orang, yang mana dapat membentuk ikatan emosional. Pada usia tersebut, bayi juga telah mempelajari konsep keabadian objek, yang mana membuat mereka berpikir bahwa orang atau benda tersebut akan tetap ada.
Itulah mengapa anak bisa menangis ketika mereka menyadari tidak ada objek tersebut dalam pandangan matanya. Terlebih, anak pun belum bisa memahami kapan mereka akan kembali, yang mana dapat menyebabkan anak menjadi takut dan gelisah.
Separation anxiety sendiri biasanya mulai muncul pada usia 8 hingga 14 bulan. Kemudian pada usia 15 bulan, bayi akan mulai mengerti ketika mereka berada di tempat yang berbeda atau ketika caregiver mereka pergi.
"Waktu dan intensitas separation anxiety juga bisa berbeda pada setiap anak. Si kecil kemungkinan akan menjadi begitu lengket dan menangis setelah Anda meninggalkan sisinya. Tapi dia biasanya akan tenang kembali," ujar peneliti di Education Development Center, Jessica Mercer Young
Kebiasaan rutin sebelum pergi
Tangisan anak tak jarang membuat Anda tergoda untuk membatalkan rencana atau membuat Anda justru merasa bersalah saat meninggalkannya. Namun, masih ada segelintir upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi separation anxiety.
Salah satu cara yang dapat dilakukan saat anak berada pada fase ini adalah dengan melatih mereka dengan perpisahan dan membuat sebuah kebiasaan rutin jelang masa perpisahan tersebut.
"Cobalah buat aktivitas yang bisa menenangkan kalian berdua dan mempersiapkan anak untuk perpisahan. Misalnya, berpelukan atau memberikan lambaian tangan pada si kecil sebelum Anda pergi atau berjalan jauh dari mereka," ujar edukator parenting di California, Donna Holloran.
Jessica menambahkan, mencoba pergi diam-diam saat anak sedang sibuk beraktivitas juga merupakan kesalahan terbesar. Anak justru bisa menjadi lebih cemas dan kesal dengan cara tersebut.
"Anak mungkin tiba-tiba menjadi cemas atau kesal karena dia tidak mendapat kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal atau memberikan pelukan," ujar Jessica.
Sehingga, cara terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kebiasaan rutin seperti memeluk, mencium, atau melambaikan tangan sebelum pergi. Ross menyarankan, jangan lupa untuk menyapa dan memeluknya kembali setelah pulang.
"Cara tersebut dapat mengingatkan anak Anda bahwa tidak peduli betapa sedihnya dia ketika ibu dan ayahnya pergi, selalu ada momen menyenangkan ketika mereka kembali," kata Ross.
Advertisement