Liputan6.com, Jakarta - Investasi saham di tahun depan diprediksi akan mulai kembali positif pasca melewati pandemi Covid-19. Tapi disisi lain, Perencana Keuangan, Tejasari Asad menilai investor masih perlu selektif dalam memilih penyaluran dana investasi.
Artinya, calon investor perlu menilik lebih jauh kinerja perusahaan baik dari sisi keuangan dan background perusahaan yang jadi sasarannya.
Advertisement
“Investasi saham 2022 memang lebih positif tapi harus selektif karena kan pandemi di 2020 banyak perusahaan terimbas memang positif tapi selektif. Tetap memilih dan melihat background dari perusahaan karena terdampak pandemi,” katanya kepada Liputan6.com, Selasa (28/12/2021).
Sementara itu, di sisi obligasi pemerintah, ia menilai tahun 2022 dengan adanya penurunan bunga menjadi 5 persen untuk jangka panjang masih patut jadi pilihan.
“Ini masih menarik untuk orang konservatif yang mengharapkan bunga bulanan, tapi untuk yang moderat melihat return yang mulai turun akan mulai masuk ke saham,” kata dia.
Sementara itu, di sisi emas, ia melihat masih relatif stabil ketika IHSG meningkat. Artinya masih akan ada di angka sekitar Rp 800-900 ribu. Lalu, di sisi properti akan mulai bergerak kembali seiring bangkitnya ekonomi pasca pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Properti mulai kembali bergerak, berbeda dari 2020 dan 2021 yang sempat mati istilahnya melempem, walaupun harga akan bergerak naik lagi, banyak diskon dan lain-lain,” kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jangan Nekat
Lebih lanjut, Tejasari menyarankan untuk calon investor yang akan melirik sejumlah sektor di tahun depan untuk tidak terlalu nekat mengambil langkah. Misalnya dengan menginvestasikan uang hasil utang.
“Untuk yang mau mulai masuk kesitu atau masuk produk yang risikonya tinggi sebaiknya dalam komposisi yang sewajarnya saja. Jangan terlalu nekat untuk ambil itu,” ujarnya.
“Kalau orang bilang ambil uang dingin, bukan dana pendidikan anak, lebih ke alokasi produk yang misalnya nilainya jatuh itu gak papa. Jangan nekat ambil utang,” imbuhnya.
Menurut logika perencana keuangan sepertinya, pendiri Tatadana Consulting ini menyarankan calon investor perlu mendalami profil risiko yang dimilikinya. Artinya, perlu memiliki modal disamping uang yang disisihkan, perlu juga pengetahuan dan rencana keuangan jangka panjang.
“Modalnya, belajar jenis-jenis investasi, apakah saham, emas, obligasi dan lain-lain. Dari semua itu kan ada positif dan negatifnya, mana yang paling cocok bisa kita tentukan dari rencana keuangan,” katanya.
“sementara untuk pemula itu disarankan berdasarkan profil risiko dia apa dulu, konservatif kah, moderat kah, atau agresif. Tujuan keuangannya yang mana, kalau untuk dana darurat ya gak bisa (investasi) kripto,” katanya.
Setelah mengetahui profil risiko dan belajar mengenai investasi, serta melakukan perencanaan keuangan, kata dia, baru bisa memilih investasi mana yang tepat untuk diambil.
“Kalau gak ada tujuan investasinya, nanti seadanya, bentar-bentar cairin, takut dan deg-degan, dan ikut-ikutan,” tutupnya.
Advertisement