PLTU Pensiun Dini Mulai 2030, Pemerintah Harus Pikirkan Nasib Tenaga Kerjanya

Berapa banyak tenaga kerja di PLTU batu bara yang jadi pengangguran jika pembangkit sektor EBT tidak menyerapnya?

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Des 2021, 13:30 WIB
PLN mendorong skema kontrak jangka panjang dengan penambang. Hal terjadi dijadikan strategi jitu untuk mengamankan pasokan batu bara bagi pembangkit milik perseroan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menargetkan akan mulai melepas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara atau early retire (pensiun dini) pada 2030 sampai 2050. Rencana ini tentu saja berdampak kepada tenaga kerja yang bekerja di sektor tersebut. 

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan meminta ke pemerintah agar memperhatikan nasib tenaga kerja di PLTU. langkah yang bisa dilakukan dengan mengalokasikan tenaga kerja di PLTU ke pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT). 

"Berapa banyak tenaga kerja di PLTU batu bara yang pengangguran jika EBT tidak menyerap tenaga kerja tersebut. Akan dibawa ke mana mereka apakah relokasi atau lainnya?"  jelas Mamit dalam webinar Ruang Energi, Rabu (29/12/2021).

Pemerintah seharusnya memikirkan secara matang nasib pekerja di sektor pembangkit tenaga fosil tersebut sebelum melakukan early retire ke PLTU batu bara. Mengingat, jumlah tenaga kerja di sektor energi yang disebut tidak ramah lingkungan tersebut cukup tinggi.

Mamit juga mengatakan, pemerintah memiliki kewajiban untuk mensejahterakan seluruh Warga Negara Indonesia, termasuk pekerja di sektor energi berbasis fosil. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

"Jadi, ini PR (pekerjaaan rumah) besar buat pemerintah kita dalam rangka menuju transisi energi net zero emission di 2060," tandasnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Semua PLTU Batu Bara akan Pensiun Dini Mulai 2030

PLTU Suralaya

Sebelumnya, Pemerintah mulai melepas pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara atau early retire (pensiun dini) pada 2030 sampai 2050.

Selanjutnya pemerintah sedang menyiapkan skema ETM agar PLTU dapat pensiun dini dan digantikan oleh pembangkit listrik yang termasuk energi baru dan terbarukan (EBT).

“Pada tahap awal energy transition mechanism (ETM), PLTU dan PLN (Perusahaan Listrik Negara) akan ikut dalam sistem invest and trade dalam perdagangan karbon yang regulasinya mudah-mudahan segera disahkan melalui Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon,” kata Peneliti Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Joko Tri Haryanto pada 21 Oktober 2021.

Skema ETM tersebut memiliki beberapa tahapan hingga nanti PLTU berbasis batu bara pensiun dini pada 2030 sampai 2050.

“Konsep ETM ada beberapa tahap, tahap satu beberapa PLTU ikut skema invest and trade. Kemudian tahap berikutnya 2022 ikut carbon tax, baru kemudian ikut skema early retirement,” ucapnya.

Setelah PLTU pensiun dini dan mendapatkan kompensasi, melalui skema ETM pula pemerintah akan menggunakan pembiayaan campuran atau blended finance. Salah satunya dengan memanfaatkan carbon recycling fund (CRF) untuk membeli aset PLTU tersebut.

“Kemudian ETM akan mengeluarkan karbon kredit di pasar karbon untuk mendanai transaksi PLTU berbasis karbon menuju transisi pembangkit listrik berbasis EBT,” terangnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya