HEADLINE: Mencari Biang Keladi Lonjakan Harga Pangan Jelang Tahun Baru

Harga bahan pangan kembali naik jelang akhir 2021. Kenaikan tinggi tercatat pada harga cabai dan telur ayam. Apa penyebab kenaikan harga pangan ini?

oleh Arthur GideonMaulandy Rizky Bayu KencanaArief Rahman HYopi MakdoriNatasha Khairunisa Amani diperbarui 30 Des 2021, 10:38 WIB
Aktivitas pedagang dan pembeli di Pasar Mede, Jakarta, Rabu (15/12/2021). Harga pangan yang naik antara lain semua jenis cabe, bawang-bawangan serta minyak goreng. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Terjadi lagi, harga bahan pangan melonjak menjelang akhir 2021. Setiap tahun, harga pangan memang selalu naik tetapi di tahun ini kenaikannya cukup tinggi dan membuat masyarakat kaget.

Beberapa komoditas pangan yang mengalami lonjakan harga yang sangat tinggi adalah cabai rawit merah dan telur ayam. Sedangkan komoditas lain juga melonjak tetapi tak setinggi cabai dan telur.

Dikutip dari laman hargapangan.id, Rabu (29/12/2021), harga cabai rawit merah Rp 94.500 per kg, turun tipis dibandingkan sebelumnya yang di harga Rp 95.400 per kg. Meski turun, harga cabai rawit merah masih terhitung tinggi dibanding rata-rata normal.

Kemudian, harga telur ayam naik menjadi Rp 30.100 per kg, naik Rp 500 dibandingkan sehari sebelumnya yang dibanderol Rp 29.600 per kg. Selain harga bawang merah juga naik menjadi Rp 30.100 per kg, naik Rp 50 dibandingkan sehari sebelumnya.

Jika dihitung secara bulanan, cabai rawit merah meroket hingga 130,97 persen. Kenaikan yang luar biasa. Sedangkan untuk telur ayam naik 3,56 persen.

Melambungnya harga sejumlah bahan pangan ini membuat konsumen terutama emak-emak syok. Dengan kenaikan harga ini, mereka tak berani membeli dalam jumlah banyak.

"Ya kaget juga. Tapi saya heran setiap momen tertentu harga-harga pasti naik. Anehnya pemerintah tidak bisa mengendalikan," ujar Cici Fitria, seorang pembeli di Pasar Jambu Dua Bogor, belum lama ini.

Tingginya harga-harga kebutuhan pokok juga membuat para pemilik warung nasi menjerit. Kenaikan ini dinilai terlampau tinggi jika dibanding harga normal.

"Sudah 6 bulan harga minyak goreng belum juga turun, sekarang harga cabai dan telur ayam ikut naik pula. Sama saja mematikan usaha kecil," terang Wiana, pemilik warung nasi di Jalan Malabar, Kota Bogor.

Menurutnya usaha warung nasi dan sejenisnya sangat bergantung tehadap cabai dan minyak goreng, untuk memasak dan meracik bumbu.

"Mau disiasati juga gimana, ya ga bisa. Harga ikut dinaikin kasihan konsumen, karena pelanggan saya kebanyakan buruh pabrik," ucapnya.

Omzet Pedagang Turun

Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, pedagang pasar juga merasakan dampak dari kenaikan harga bahan pangan ini.

"Tentu (kenaikan harga) ini sangat berdampak, modal yang dikeluarkan tentunya sedikit mengingat omzet pedagang pasar yang masih belum pulih," kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan, dalam pesan singkat kepada Liputan6.com, Rabu (29/12/2021).

Reynaldi pun mengharapkan pemerintah melakukan antisipasi terkait kenaikan harga bahan pokok untuk kedepannya.

"Harapannya agar pemerintah tidak lagi seperti pemadam kebakaran saat harga melonjak naik baru kasak kusuk, seharusnya ada strategi pangan jangka waktu ke depan guna untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan," ujarnya.

Terkait kerugian yang dihadapi pedagang pasar, pedagang melihat harga mahal untuk mengambil barang-barang jualan mereka.

"Kalau permintaan tinggi seharusnya mengalami keuntungan. Namun pedagang ngambil barang saja sudah mahal," ungkap Reynaldi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Infografis Harga Pangan Meroket (Liputan6.com/Triyasni)

Biang Keladi Kenaikan Harga Pangan

Pedagang menata telur ayam dagangannya di Pasar Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (29/12/2021). Kementerian Perdagangan mencatat meroketnya harga telur ayam di sejumlah wilayah jelang pergantian tahun. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Peneliti Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi menjelaskan penyebab harga pangan naik di luar dugaan jelang Tahun Baru 2022.

Berkaca pada pengalamannya sebagai Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP), kenaikan harga beberapa komoditas seperti minyak goreng, cabai rawit merah dan telur memang kerap terjadi sebelum pergantian tahun. Namun, kali ini terlalu parah.

"Biasanya akhir tahun juga ada kenaikan. Tapi kenaikannya memang tidak terlalu besar seperti sekarang," kata Agung kepada Liputan6.com.

Agung menduga, faktor utama kenaikan harga bahan pangan yang tidak wajar ini bukan berasal dari sisi produksi. Tapi lebih kepada cuaca ekstrem yang menimpa sejumlah wilayah Indonesia akhir-akhir ini.

"Ini juga mungkin dipicu oleh kondisi cuaca yang ekstrem. Cuaca ekstrem akibatnya mempengaruhi produksi," ujar dia.

Cuaca ekstrem tersebut pun turut berpengaruh kepada distribusi bahan pangan yang menjadi sulit. Ditambah pemerintah sebelumnya juga sempat menerapkan kebijakan PPKM berlevel.

"Kedua masalah distribusi, itu juga karena cuaca, karena PPKM (sebelumnya)," ungkap Agung.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Champion Cabai Indonesia Tunov Mondro Atmojo. Menurutnya, harga cabai rawit merah di tingkat petani memang melambung drastis. Menurut catatannya, harga melambung lebih dari 100 persen dari harga normal.

“Harga cabai rawit merah melambung di tingkat petani sejak awal desember dari kisaran harga Rp 30 ribu per kg sampai Rp 70 ribu per kg di tingkat petani saat ini,” katanya.

Faktor utama kenaikan harga di tingkat petani itu karena adanya gagal panen. Ini disebabkan cuaca ekstrem yang membawa hujan berkepanjangan sejak beberapa waktu lalu.

“Penyebab harga tinggi karena cuaca ekstrem jadi banyak gagal panen kena layu akar atau buruk akar,” kata dia.

Sehingga, dengan terdampak cuaca ini, rata-rata hasil panen yang bisa didapatkannya hanya setengahnya dari produksi normal. Bahkan, jika terjadi hujan sejak pagi, petani tak bisa panen ke ladang miliknya.

“Dan meletusnya Semeru juga mempengaruhi kenaikan harga,” kata dia.

Harga Telur dan Daging Ayam

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Singgih Januratmoko mengatakan, kenaikan harga telur ayam dan daging ayam wajar terjadi selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru). Untuk telur, lonjakan harganya memang mengikuti proses supply and demand saja.

"Jadi kalau ayam dan telur kondisi serapannya akhir tahun selalu naik. Untuk telur memang karena 6 bulan yang lalu hampir setahun setengah rugi. Jadi secara suplai berkurang," ujar Singgih kepada Liputan6.com.

Singgih lantas memaparkan beberapa alasan kenapa harga telur dan daging ayam naik. Khusus untuk daging ayam, itu terjadi akibat harga pakan jagung yang tahun ini naik 30 persen dibanding 2020.

"Otomatis karena pakan memang menyumbang 50 persen dari biaya produksi, otomatis harganya (daging ayam) naik antara 15-20 persen daripada tahun lalu," ujar dia.

"Kalau telur memang jauh di atas biaya produksi. Tapi memang karena waktu itu 6 bulan kemarin karena harganya murah sekali, orang mengurangi jumlah pasokan," tambah Singgih.

Kendati mahal, permintaan akan daging dan telur ayam sejauh ini malah membaik. "Permintaan ramai, normal. Kalau dibanding sebelum kondisi Covid-19, 80-90 persen sudah lumayan," pungkas Singgih.

Tak Ada Pelanggaran Hukum

Satuan Tugas (Satgas) Pangan Mabes Polri mengaku tak menemukan pelanggaran hukum terkait lonjakan harga sejumlah bahan pokok atau sembako di pasaran.

Kepala Satgas Pangan Mabes Polri, Brigjen Pol Whisnu Hermawan menyampaikan, kenaikan harga sembako lebih banyak disebabkan faktor alam.

Berdasarkan penelusuran Satgas Pangan Polri, ada beberapa faktor penyebab kenaikan harga pangan, seperti bencana alam serta curah hujan yang tinggi. Hal itu mengakibatkan petani mengalami gagal panen.

"Jadi, kenaikan harga cabe rawit lebih disebabkan gagal panen karena tingginya curah hujan dan erupsi gunung semeru serta berakhirnya masa panen di beberapa sentra produksi," kata Whisnu kepada wartawan, Selasa (28/12/2021).

Sedangkan kenaikan harga telur disebabkan peningkatan permintaan terhadap komoditi tersebut.

"Kenaikan tersebut belum dilakukan intervensi oleh pemerintah, karena beberapa bulan lalu harga telur sempat jatuh jauh di bawah HPP. Diharapkan kenaikan harga tersebut ikut memperbaiki atau menutupi kerugian yang telah dialami beberapa bulan sebelumnya," kata Whisnu.

Kendati demikian, Whisnu memastikan ketersediaan bahan pokok sepanjang 2021 dalam kondisi aman.

"Satgas Pangan Pusat menugaskan tim monitoring ke daerah yang dinilai mengalami lonjakan harga beberapa komoditas diantaranya wilayah DKI Jakarta, Jabar, Jateng dan Jatim," tandasnya.

 

Infografis Pemicu Harga Pangan Melonjak (Liputan6.com/Triyasni)

Mendag Jamin Pasokan Aman

Mendag Lutfi meninjau Pasar Wonokromo dan Pasar Induk Hortikultura Osowilangun di Surabaya, Jawa Timur (dok: Kemendag)

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi memastikan, stok bahan pangan dalam kondisi cukup saat libur hari perayaan Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru).

"Kalau kita lihat semua bahan pokok dan bahan penting ini semuanya dalam kondisi yang cukup," ujarnya kepada awak media di Jakarta, Rabu (22/12/2021).

Selain kecukupan stok, harga bahan pokok juga masih relatif stabil hingga saat ini. "Harganya semua stabil," tekannya.

Meski begitu, dia mengakui, jika terdapat bahan pangan yang mengalami kenaikan jelang Nataru. Antara lain komoditas cabai.

"Tapi, cabai tinggi karena persis panen terjadi hujan yang cukup tinggi. Sehingga, supply (pasokan) agak terganggu, jadi harganya tinggi," bebernya.

Mendag Lutfi pun meramalkan harga cabai akan kembali normal dalam satu sampai dua bulan ke depan. Menyusul, sejumlah sentra produksi akan memasuki musim panen.

"Jadi, dalam satu sampai dua bulan ketika di tempat lain panen harga akan turun," ucap dia menekankan.

Operasi Pasar

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah tak tinggal dia melihat kenaikan harga pangan tersebut. Pemerintah menjalankan langkah nyata dalam melakukan stabilisasi harga pangan di akhir 2021.

"Pemerintah terus berupaya menstabilkan harga dan membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sembako melalui operasi pasar terutama menjelang Tahun Baru 2022," kata Airlangga.

Airlangga berharap operasi pasar dapat membantu masyarakat untuk membeli sembako dengan harga khusus yang lebih murah.

 

Infografis Lonjakan Harga Pangan Jelang Tahun Baru (Liputan6.com/Triyasni)

Ganjal Laju Pemulihan Ekonomi

Pedagang menata cabai saat menunggu pembeli di kiosnya di Pasar Mede, Jakarta, Rabu (15/12/2021). Harga pangan menjelang Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru) mengalami kenaikan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), sekaligus Ekonom, Bhima Yudhistira melihat kenaikan harga kebutuhan pokok menahan laju pemulihan konsumsi rumah tangga khususnya kelompok menengah dan bawah.

"Berdasar data BPS, komposisi garis kemiskinan dari bahan makanan mencapai 73 persen. Jadi sedikit saja harga minyak goreng dan cabai naik, yang rentan adalah masyarakat miskin yang paling terpukul," kata Bhima dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu (29/12/2021).

Terlebih, upah minimum hanya naik rata-rata di kisaran 1 persen tahun 2022. Banyak pekerja yang daya beli nya merosot, menurut Bhima.

Selain menahan laju pemulihan ekonomi, ia juga menyebutkan bahwa inflasi yang terlalu tinggi juga berisiko mempercepat naiknya suku bunga acuan bank.

"Kalau bunga pinjaman lebih mahal maka efeknya pengusaha yang akan kena getahnya, mau ekspansi tapi bunga mahal," jelas Bhima.

Terkait langkah yang bisa dilakukan pemerintah, Bhima menyarankan agar stok pangan dalam negeri dipastikan cukup menjelang bulan suci Ramadhan.

"TPID perlu kerja keras memetakan risiko kebutuhan pangan di setiap daerah. Sedikit saja ada gejolak langsung dicari solusinya. Awasi juga praktik penimbunan bahan pangan impor dan penyelundupan di daerah rawan dan perbatasan," paparnya.

Bhima melanjutkan, substitusi produk impor harus segera disiapkan terutama pangan dan bahan baku industri karena gejolak harga barang impor berisiko terjadi.

"Pelajaran pentingnya, ketergantungan beberapa komoditas pangan impor di saat harga pangan internasional naik dan rupiah melemah akan menimbulkan imported inflation," jelas Bhima.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya