Liputan6.com, Jakarta - Metaverse dinilai akan berperan besar terhadap NFT (non-fungible token) serta dunia kripto di tahun 2022. Tren NFT pun juga bergantung pada kesuksesan metaverse.
Pernyataan ini disampaikan oleh CEO Indodax Oscar Darmawan melalui siaran persnya, dikutip Kamis (30/12/2021). Menurutnya, pada 2021, tren metaverse dan NFT banyak dibahas oleh orang-orang.
Advertisement
"Kalau bicara soal Metaverse dan dunia sudah digital, uangnya tidak akan tersentral. Uangnya tentu akan digital dan terdesentralisasi. Itu akan menggerakkan kripto," kata Oscar.
Menurutnya, ini sama halnya ketika bicara mengenai NFT. Lukisan digital di NFT semahal apa pun, maka tak ada gunanya jika tidak memiliki fungsi.
"Namun Jika kita hidup di dunia digital dan punya aset digital NFT yang harganya mahal tentu akan sangat berguna," kata Oscar.
Maka dari itu, Oscar menilai jika tren metaverse bisa mengalami take off, begitu pula halnya dengan NFT.
"Jika NFT tanpa adanya metaverse hanya akan sebatas hype saja," imbuhnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Aset Kripto pada 2022
Soal aset kripto, Oscar berharap agar pada 2022, performanya bakal lebih baik dengan adanya ekosistem terbaru.
Oscar memprediksi, pada 2022 akan ada suatu ekosistem baru setelah pada 2020 ada DeFi, sementara pada 2021 ada hype NFT dan juga metaverse. Menurutnya, ekosistem ini belum akan ditinggalkan meski ada yang baru.
Tidak hanya soal ekosistem, setelah adanya pergerakan dari negara El Salvador yang menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah, tentu akan ada negara lainnya yang menyusul.
Pada 2021, Bitcoin juga dianggap sudah semakin mainstream. Banyak orang awam yang awalnya tidak tahu, mulai mendengar dan aware soal mata uang kripto ini.
Bitcoin pun juga sudah digunakan sebagai devisa negara dan juga masuknya institusi investor. Menurut Oscar, dulu negara belum pernah sama sekali mempertimbangkan Bitcoin sebagai devisa.
"Namun di tahun ini, negara El Salvador yang kabarnya nantinya juga akan diikuti oleh negara Amerika Selatan lainnya yang selama ini terikat dengan Dollar USD mempertimbangkan Bitcoin sebagai devisa negaranya."
Advertisement
Pasar Sudah Kebal
Oscar juga merasa di 2022, pasar sudah kebal. Hal ini terkait dengan IMF yang cukup banyak memberikan pendapat menentang Bitcoin. Menurutnya, pendapat ini bukan sesuatu yang benar-benar bisa menggerakkan pasar.
"Bitcoin sudah sering dinyatakan mati dari sejak kemunculannya. Saya kira statement IMF yang bertentangan dengan eksistensi kripto tidak akan begitu pengaruh," kata Oscar.
"Yang akan cukup berpengaruh adalah bagaimana negara akan membuat bitcoin sebagai devisa atau tidak. Kita juga bisa melihat bahwa institusi juga sudah terjun dan gelombangnya cukup besar," imbuhnya.
Oscar menyebut, jika harga turun, maka institusi akan memborong. Jika hal ini dilakukan terus menerus, lama lama supply bitcoin akan terus menipis.
Pada bulan Januari 2021, Bitcoin berada di angka 500 juta rupiah sementara berdasarkan catatan market Indodax pada 28 Desember 2021, Bitcoin sudah menyentuh angka 737 juta.
Bitcoin sudah naik sekitar 47.4 persen bahkan pernah menyentuh harga all time high di bulan November dengan harga hampir Rp 1 miliar per 1 Bitcoin.
(Dio/Isk)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar
Advertisement