Liputan6.com, Jakarta Masa jabatan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2017-2022 akan segera berakhir. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membentuk panitia seleksi untuk proses pemilihan calon pengganti Wimboh Santoso dan jajarannya.
Ekonom sekaligus Direktur Riset Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memaparkan, ada 3 nama tokoh yang potensial untuk mengisi kursi Ketua Dewan Komisioner OJK periode 2022-2027.
Piter mengatakan, OJK butuh sosok yang benar-benar paham permasalahan tantangan dan juga membawa solusi bagi sektor keuangan, terutama di era digital.
Melihat situasi ini, ia menyebut mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara jadi salah satu nama yang bisa diajukan untuk mengisi kursi tertinggi di OJK.
"Mereka (calon Ketua Dewan Komisioner OJK) tentunya harus memiliki background pendidikan dan pengalaman yang mencukupi, tidak hanya sektor keuangan tetapi juga digital. Ada beberapa sosok saya kira potensial, seperti pak Mirza mantan DGS BI," kata Piter kepada Liputan6.com, Kamis (30/12/2021).
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kandidat Lain
Selain Mirza Adityaswara, Piter juga menyebut dua nama lain yang sudah cukup kawakan di sektor keuangan maupun perbankan, yakni Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi dan Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas, Friderica Widyasari Dewi.
"Saya kira ada pak Inarno Dirut BEI dan bu Friderica Dirut BRI Danareksa. Mereka juga potensial," imbuhnya.
Namun, Piter mengingatkan, Ketua Dewan Komisioner OJK ke depan akan punya banyak sekali tantangan. Sebab permasalahan di sektor keuangan sangat kompleks, bukan hanya sekadar masalah digitalisasi.
"Penyelesaian kasus-kasus di industri asuransi misalnya. Permasalahan di pasar modal, dan juga bagaimana meningkatkan kembali peran perbankan dalam perekonomian, menumbuhkan kredit, meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Sangat banyak dan kompleks, ditambah permasalahan transformasi digital," paparnya.
Advertisement