, Tokyo - Setelah mengarungi tahun yang sulit yang dibayangi oleh pandemi virus corona, orang-orang di seluruh Jepang menantikan keakraban perayaan Tahun Baru dalam beragam festival tradisional.
Seperti yang dialami jutaan warga Jepang lainnya, tahun 2021 juga menjadi tahun penuh ujian bagi Kanako Hosomura. Harapan di awal tahun bahwa pandemi virus corona akan segera berakhir pupus. Rencananya untuk mengambil liburan musim panas ke luar negeri tertunda, dan ada kekhawatiran atas pendapatan dan kondisi pekerjaan suaminya. Kini Hosomura dan suami harus memastikan seluruh keluarga mereka aman dari penyebaran virus corona varian Omicron.
Meski begitu, Hosomura tetap tak sabar menyambut datangnya tahun 2022. "Saya ingin berjalan-jalan di taman dekat rumah orang tua saya, pergi ke restoran, bermain dengan anak saya, dan bertemu dengan orang tua saya," katanya kepada DW.
Baca Juga
Advertisement
"Kami lebih beruntung daripada kebanyakan orang karena saya dapat mengambil cuti seminggu, tetapi saya benar-benar perlu mengisi ulang tenaga saya setelah tahun 2021 yang sulit," katanya. "Tidak perlu khawatir tentang berbagai hal selama beberapa hari, saya harap, saya siap untuk apa yang akan datang tahun depan."
Selain Festival Obon yang dihelat pada bulan Agustus, Tahun Baru adalah periode liburan terpenting dalam kalender Jepang, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Jumat (31/12/2021).
Biasanya, orang-orang yang telah pindah ke kota untuk bekerja atau studi melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman mereka untuk menghabiskan liburan bersama keluarga dan bertemu dengan teman-teman lama. Kantor-kantor mulai meliburkan karyawannya, dan sebagian besar aktivitas perkantoran akan tutup sampai pertengahan minggu depan.
Bagi kebanyakan orang Jepang, periode liburan akan diisi dengan menyantap makanan tradisional yang sudah dikenal, berkunjung ke kuil setempat untuk berdoa bagi kesehatan dan keberuntungan di tahun depan, dan menonton acara televisi favorit.
Orang-orang biasanya akan pergi berbelanja terakhir kalinya ke supermarket pada pagi hari di Malam Tahun Baru, karena banyak toko akan tutup selama Tahun Baru. Para keluarga kemudian akan menghabiskan waktu menonton program televisi The Red and White Song Battle yang terkenal yang tayang di stasiun NHK.
Program televisi spesial Malam Tahun Baru ini telah mengudara sejak tahun 1945 di mana dalam acara ini para penyanyi perempuan atas negara itu - tim merah - bertanding melawan para penyanyi laki-laki - tim putih.
Saat jam terus berdetak menuju tengah malam, penduduk desa dan kota di seluruh Jepang akan pergi menuju ke kuil setempat, di mana mereka akan mengantre untuk mendekati tangga kuil kemudian menarik tali di sana untuk membunyikan genta. Mereka akan menundukkan kepala untuk beroda untuk tahun yang akan datang.
Sementara itu, para masyarakat berkumpul di sekitar anglo yang menyala-nyala melawan cuaca dingin sambil berbagi minuman anggur beras.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Lonceng Perunggu Bergema
Pada tengah malam, lonceng perunggu besar dari kuil-kuil yang tak terhitung jumlahnya dapat terdengar bergema di seluruh pedesaan di negara itu.
Tradisi lainnya bagi banyak orang Jepang adalah bangun pagi untuk melihat matahari terbit pertama di Tahun Baru. Mereka biasanya pergi ke pantai atau lokasi populer lainnya sambil menatap Gunung Fuji yang ikonik.
Selanjutnya mereka akan menyantap makan siang Hari Tahun Baru yang sering disebut "osechi-ryori" makanan ringan yang manis atau kering tanpa perlu disimpan dalam lemari es. Hidangan "osechi-ryori" yang paling populer termasuk kedelai hitam rebus "kuromame", telur ikan haring, sarden kering dalam kecap manis, burdock, pasta seafood "kamaboko", serta chestnut tumbuk, dan ubi jalar.
Kartu ucapan selamat Tahun Baru akan dikirim pada siang hari. Tahun ini digambarkan dengan harimau, karena tahun 2022 adalah tahun harimau, menurut zodiak tradisional Cina.
Kemudian para keluarga akan kembali ke kuil terdekat dalam beberapa hari mendatang untuk beribadah. Kios-kios akan berjejer di jalan-jalan setapak di dekat kuil, menjual makanan seperti mie "yaki soba" atau ayam "yakitori" dengan tusuk sate.
Di halaman kuil, ada juga pedagang pernak-pernik kayu yang akan membawa keberuntungan di tahun depan, seperti panah "hamaya" dan "ema" atau papan kecil tempat orang menulis permintaan dan kemudian diikat ke rak. Orang-orang akan berdoa di depan kotak persembahan, di mana suara koin jatuh berdencingan.
"Pergi ke kuil selalu menjadi bagian liburan favorit saya," kata Mitsue Nagasaku, seorang pekerja kantoran yang tinggal di Prefektur Kanagawa, selatan Tokyo. "Saya selalu merasa bersemangat berada di luar pada hari musim dingin dan melihat teman dan keluarga di kuil. Beberapa dari orang-orang ini hanya kita lihat sekali atau dua kali setahun, jadi penting untuk bertemu dan mengobrol dengan mereka lagi."
Advertisement
Hadiah Lama Berganti dengan Hadiah Baru
"Setiap tahun kami membawa kembali hadiah keberuntungan yang kami bawa tahun sebelumnya dan, untuk anak-anak saya, bagian terbaiknya adalah tradisi melemparkan yang lama ke api unggun dan membeli hadiah baru untuk tahun depan," kata Nagasaku kepada DW.
Di tahun-tahun sebelumnya, orang-orang akan berduyun-duyun pergi ke Istana Kekaisaran di pusat Tokyo untuk melihat kaisar, permaisuri, dan anggota kerajaan lainnya muncul di balkon dan melambai ke kerumunan, meskipun tradisi itu telah ditunda karena pandemi.
Salah satu agenda Tahun Baru lainnya yang harus disaksikan oleh banyak orang Jepang adalah Hakone Ekiden, lomba lari tahunan antara pelari yang mewakili 20 universitas dari seluruh negeri. Perlombaan dimulai di distrik Otemachi di pusat Tokyo, dengan tim yang terdiri dari lima pelari estafet menempuh jarak 107,5 kilometer ke kota Hakone, dengan pemandangan Gunung Fuji yang tertutup salju.
Pada hari berikutnya, para pelari menelusuri rute kembali ke pusat kota Tokyo menandai berakhirnya periode libur Tahun Baru.