Nasib Apes 13 Tersangka Dugaan Korupsi RS Batua Makassar di Malam Jumat Kliwon

Penyidik Tipikor Polda Sulsel resmi menahan 13 tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar di malam Jumat kliwon.

oleh Eka Hakim diperbarui 31 Des 2021, 01:00 WIB
Penyidik Tipikor Polda Sulsel resmi menahan 13 tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar di malam Jumat kliwon.(Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar Tim Penyidik Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel akhirnya menahan 13 tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar di malam jumat kliwon, tepatnya 30 Desember 2021.

"Malam ini 13 tersangka kasus Rumah Sakit Batua ini kami langsung tahan di rutan Mapolda Sulsel untuk mempermudah pelaksanaan tahap dua nantinya," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Sulsel, Kombes Pol Widoni Fedri, Kamis (30/12/2021)

Widoni mengatakan berkas perkara para tersangka Rumah Sakit Batua Makassar tersebut sebelumnya telah dinyatakan lengkap atau P-21

 oleh Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel). Sehingga, lanjut dia, agenda berikutnya tim penyidik akan berkoordinasi dengan pihak Kejati Sulsel guna pelimpahan tahap dua perkara tersebut.

"Makanya semua tersangka kasus Rumah Sakit Batua ini kami tahan biar mudah dalam pelimpahan tahap dua nantinye ke kejaksaan," jelas Widoni.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Berkas 'Broker' Sempat Bolak Balik

Sebelumnya dari 13 tersangka kasus Rumah Sakit Batua Makassar tersebut, hanya 12 orang tersangka yang berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P-21) oleh tim Jaksa Peneliti Kejati Sulsel. Sementara seorang tersangka lainnya yakni inisial AEHS, dikatakan belum lengkap (P-19).

"Tinggal seorang tersangka inisial AEHS dipulangkan berkasnya karena belum lengkap," kata Idil, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) via telepon, Rabu 17 November 2021.

Berkas tersangka AEHS yang kabarnya berperan sebagai broker pekerjaan proyek pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar itu, dikembalikan ke penyidik Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel lantaran ditemukan adanya kekurangan kelengkapan materiil.

"Berkas perkara AEHS belum lengkap, dikembalikan untuk dilengkapi karena ada kekurangan kelengkapan materil. Kita harap penyidik segera melengkapinya sesuai petunjuk yang telah diberikan," jelas Idil.

Hal itu pun sempat direspon oleh lembaga pegiat anti korupsi, Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi). Lembaga binaan mantan Ketua KPK Abraham Samad itu mendesak agar penyidik tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) segera merampungkan berkas perkara tersangka inisial AEHS dalam dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua (RS Batua), Makassar.

"Kita harap penyidik punya semangat yang besar untuk segera merampungkan berkas perkara AEHS yang diketahui berperan sebagai broker pekerjaan dalam kasus Rumah Sakit Batua ini. Kan tinggal berkas dia saja yang dinyatakan belum rampung (P-19)," kata Kadir Wokanubun, Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi), Jumat 26 November 2021.

Kadir pun saat itu mengharapkan adanya koordinasi maksimal antara pihak kejaksaan dan kepolisian agar berkas perkara tersangka AEHS ini bisa segera rampung dan disidangkan.

"Apalagi ketika Pak Kajati Sulsel dan Kapolda Sulsel yang memberikan atensi langsung, kami tentu yakin kasus ini tidak berlama-lama dan segera disidangkan. Ini yang kami sangat harapkan," ucap Kadir sebelumnya.

Ia mengungkapkan, penetapan 13 orang tersangka diantaranya ada peran broker yang juga turut ditersangkakan dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua, Makassar itu, tentunya melalui proses yang panjang dan tidak serta merta terjadi. Namun, kata Kadir, dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka, tentunya didukung dengan alat bukti yang kuat.

"Sehingga kami yakin berkas tersangka AEHS yang termasuk di dalamnya, itu semestinya tidak butuh lama untuk dirampungkan. Tinggal bagaimana pihak kejaksaan maupun kepolisian berkoordinasi dengan maksimal sehingga kasus ini bisa segera P-21 dan segera disidangkan. Komitmen yang besar terhadap pemberantasan korupsi itu yang menjadi modal utama perampungan perkara ini," terang Kadir sebelumnya.

 


Sejak Awal Proyek Terjadi Persekongkolan Jahat

Kondisi terakhir pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Tim Penyidik Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel telah menetapkan 13 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tahun anggaran 2018.

Ketiga belas tersangka tersebut masing-masing berinisial AN, SR, MA, FM, HS, MW, AS, MK, AIHS, AEHS, DR, ATR dan RP.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Fedri mengungkapkan dari 13 orang tersangka tersebut, ada yang berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Panitia Pelaksana Teknis Pekerjaan (PPTK), Konsultan Pengawas, Kelompok Kerja (Pokja), Tim PHO, pelaksana pekerjaan (rekanan), broker pekerjaan hingga aktor intelektual yang merancang lakukan korupsi terhadap anggaran kegiatan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar itu.

"Sejak awal proses tender proyek sudah terjadi persekongkolan jahat. Memang niatnya sudah ada dari awal," kata Widoni dalam konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar di Gedung Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel, Senin 2 Agustus 2021.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan ancaman Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tak hanya itu, Widoni berjanji akan terus mengembangkan penyidikan kasus tersebut untuk menyeret tersangka berikutnya atau mereka yang dianggap turut terlibat dalam kegiatan yang menyimpang dan telah merugikan keuangan dan perekonomian daerah Kota Makassar tersebut.

"Pasal 55 juga akan jadi fokus pertimbangan sehingga kasus ini akan terus kami kembangkan. Jadi tidak hanya mentok pada 13 tersangka saat ini. Ke mana-mana saja aliran dana proyek ini kita sudah kantongi, tinggal pendalaman lebih lanjut," jelas Widoni.

Ia mengungkapkan, dalam pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar hingga saat ini telah menelan anggaran hingga Rp120 miliar lebih. Namun, penyidikan kasus yang sedang berjalan baru sebatas pada penggunaan anggaran tahap pertama di tahun anggaran 2018 yakni sebesar Rp25 miliar lebih.

"Termasuk kita juga akan dalami sejauh mana pelaksanaan proyek IPALnya nanti. Untuk saat ini penyidikan baru sebatas pemanfaatan anggaran pembangunan gedungnya di tahap awal yang menelan anggaran Rp25 miliar lebih dan ternyata dari perhitungan BPK kerugian negara mencapai Rp22 miliar lebih. Pekerjaan dinilai oleh BPK sebagai total loss karena fisik bangunan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali," ungkap Widoni.

Ia berharap peran aktif rekan-rekan media hingga masyarakat dalam mengawal penuntasan utuh kasus dugaan korupsi di lingkup Rumah Sakit Batua Makassar tersebut.

Jika dikemudian hari, kata dia, ada yang memiliki bukti lainnya yang masih terkait dengan dugaan penyimpangan pelaksanaan pembangunan Rumah Sakit Batua itu, agar bisa berkoordinasi dengan tim penyidik.

"Kita ingin kasus ini terbuka secara terang-benderang. Siapa pun yang ditemukan terlibat sebagaimana dukungan alat bukti, kita tak segan-segan akan memintai pertanggungjawaban secara hukum yang berlaku," tegas Widoni.

Diketahui, proyek pembangunan proyek pembangunan RS Batua Makassar Tipe C tahap satu tersebut awalnya ditender melalui LPSE dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp49 miliar.

Dalam prosesnya kemudian, PT. Sultana Nugraha disebut sebagai perusahaan pemenang tender dengan nilai HPS sebesar Rp26 miliar lebih.

Adapun yang bertindak sebagai Konsultan Pengawas dalam pelaksanaan pekerjaan yakni perusahaan bernama CV Sukma Lestari dan Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam hal ini bertindak selaku pengelola pagu anggaran.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya