Tahun 2021 Jadi Pembelajaran Indonesia Hadapi Pandemi COVID-19

Kilas balik tahun 2021 dalam upaya penanganan pandemi COVID-19.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 31 Des 2021, 21:06 WIB
Paramedis merawat pasien COVID-19 di Ruang ICU RSUD Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/6/2021). Tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) RSUD Kota Bogor saat ini mencapai 73 persen. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Sepanjang tahun 2021, Indonesia mengalami berbagai dinamika dan tantangan dalam penanganan pandemi COVID-19. Gelombang pertama COVID-19 pada Januari, yang diikuti gelombang kedua pada Juli. Adanya lonjakan COVID-19, tidak sedikit masyarakat harus kehilangan kerabat, keluarga hingga sanak saudara.

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, kilas balik penanganan pandemi di Indonesia pada tahun 2021. Kilas balik ini dapat menjadi pembelajaran dan korban tidak terus bertambah di masa depan. Sehingga Indonesia terbebas dari pandemi dan mencapai endemi COVID-19 pada 2022.

"Sudah sepantasnya kita bersama-sama memetik pelajaran penanganan pandemi satu tahun ini, terutama sebagai pondasi dalam memantapkan langkah bersama menuju 2022 yang produktif aman COVID," terang Wiku di Media Center, IS Plaza, Jakarta, ditulis Jumat (31/12/2021).

Jika melihat kembali kasus positif, tahun 2021 terjadi dua kali lonjakan. Pertama, dimulai pada akhir 2020, dan terus meningkat mencapai puncaknya pada 25 Januari 2021. Lonjakan ini berhasil diturunkan selama 15 minggu berturut-turut.

Saat itu, lonjakan diatasi berbarengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro dan Posko pada tiap desa/kelurahan. Kebijakan ini berperan menurunkan kasus hingga 70,5 persen dari puncak kasus pertama, dan mencapai titik kasus terendah pada pertengahan Mei.

Kedua, lonjakan kedua puncaknya pada bulan Juli 2021. Penyebabnya, menyebarluas varian Delta yang diberi peluang menular di tengah masyarakat akibat tingginya mobilitas selama periode Idulfitri 2021. Kebijakan pembatasan mobiltias tidak cukup, sehingga kasus melonjak signifikan lalu mencapai puncaknya sebesar 1.200 persen dari titik terendah pada Mei, hanya dalam waktu 9 minggu.

Berkat usaha keras seluruh pihak khususnya peran aktif masyarakat, gelombang kedua COVID-19 berhasil ditangani dan hingga saat kini telah turun selama 23 minggu berturut-turut sejak puncak kedua. Kasus diturunkan hampir 100 persen, yaitu 99,6 persen atau angka ini jauh lebih rendah dibanding penambahan kasus positif pada Januari lalu, bahkan lebih rendah dibanding periode sebelum lonjakan pertama.

"Artinya, jika kita bisa mencapai 100 persen penurunan dari puncak kasus tertinggi tersebut atau 0,4 persen lagi, maka tidak ada lagi penambahan kasus positif dan kita dapat bebas dari COVID-19," tegas Wiku.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua


Angka Kematian COVID-19 Berhasil Ditekan

Sejumlah petugas membersihkan makam di Srengseng Sawah, Jakarta, Selasa (15/6/2021). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan alasan angka kematian akibat COVID-19 di Jakarta relatif stabil dan terhitung sangat rendah. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Selaras dengan itu, Wiku Adisasmito melanjutkan, perkembangan baik juga teramati pada persentase kasus aktif, persentase kesembuhan, dan jumlah kematian. Pada persentase kasus aktif sempat mencapai puncaknya pada lonjakan kedua hingga sebesar 18,84 persen, dibandingkan saat ini, persentasenya 0,11 persen.

Sementara persentase kesembuhan, sempat menyentuh angka terendah, yaitu 79,28 persen telah  berhasil ditingkatkan kembali hingga sebesar 96,51 persen. Yang tak kalah penting ialah angka kematian. Sejak awal pandemi hingga kini, ada 144.063 kasus meninggal akibat COVID-19.

"Ini adalah angka yang sangat besar. Di dalamnya mungkin saja terdapat sanak saudara dan orang-orang tercinta kita yang turut berpulang akibat virus ini," imbuh Wiku.

Di tahun 2021, angka kematian harian sempat mencapai titik tertinggi saat lonjakan kasus kedua, yaitu merenggut 2.048 jiwa nyawa dalam satu per hari. Kini, angka kematian harian sudah ditekan hingga sekecil mungkin.

Data per 27 Desember 2021, kasus harian telah turun drastis menjadi 8 orang per hari. Bahkan, angka harian ini pernah mencapai angka terendah, yaitu 1 kematian dalam sehari pada 28 November lalu.

"Meskipun angka kematian sudah berhasil ditekan hingga kecil, nyawa tetaplah nyawa yang tidak tergantikan, meskipun hanya satu saja orang meninggal," pungkas Wiku.


Capaian Testing Jauh Melebihi Target WHO

Petugas PT KAI Commuter menguji sampel saat tes antigen kepada calon penumpang di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (21/6/2021). PT KAI Commuter melakukan tes antigen secara acak kepada penumpang KRL guna mencegah penyebaran COVID-19. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Perkembangan baik selanjutnya adalah angka positivity rate, yaitu angka yang menunjukkan banyaknya orang yang terdeteksi positif dari keseluruhan orang yang dites. Meski sebelumnya pada puncak kedua angka ini sempat mencapai 33,25 persen. Kondisinya saat ini cukup baik di angka 0,07 persen.

Pada akhir tahun 2021, Wiku Adisasmito mengungkapkan, jumlah angka testing didominasi masyarakat yang berkepentingan skrining seperti untuk syarat perjalanan. Hal ini menunjukkan kebijakan testing sebagai syarat perjalanan efektif mendukung aktivitas masyarakat yang produktif, aman COVID dengan menghindarkan penularan antar wilayah.

"Meskipun begitu, di tahun depan, kita terus meningkatkan angka testing dengan cakupan orang yang dites untuk tracing kontak erat dan testing pada orang bergejala," ujarnya.

"Adanya pencapaian baik tersebut tentunya tidak terlepas dari kontribusi seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah. Tidak semua negara mampu menghadapi COVID-19 dengan kuat dan tangguh. Apalagi karakteristik Indonesia yang merupakan negara luas dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit."

Beberapa upaya yang dilakukan pada tahun 2021, seperti peningkatan jumlah tempat tidur RS rujukan, laboratorium rujukan, fasilitas isolasi terpusat, serta posko tingkat desa/kelurahan.

Upaya pertama, pada tempat tidur ruang isolasi dan ICU rumah sakit rujukan di awal tahun 2021, total ada 45.000 tempat tidur COVID-19, saat ini meningkat 2 kali lipat hingga 81.000 hampir 2 kali lipat. Jika dilihat angka keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate/BOR), BOR isolasi ketersediaannya 2,24 persen, dan BOR ICU 3,88 persen.

Kedua, jumlah laboratorium rujukan COVID-19. Pada Januari 2021, jumlahnya hanya 510 laboratorium. Dibandingkan saat ini jumlahnya meningkat hampir 2 kali lipat atau 902 laboratorium atau hampir 2 kali lipat.  Terlebih, persentase testing dari laboratorium ini sudah jauh melebihi target testing WHO sebesar 503 persen dibandingkan awal tahun lalu sebesar 85 persen.

"Bahkan, saat ini kita memiliki lebih dari 23.000 fasilitas pemeriksa antigen yang tersebar di seluruh Indonesia," tambah Wiku.


Resiliensi Hadapi COVID-19

Suasana sepi di kawasan Kota Tua, Jakarta, Kamis (31/12/2020). Pemprov DKI Jakarta menutup kawasan Kota Tua pada malam Tahun Baru kali ini guna mencegah kerumunan warga sebagai langkah memutus penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ketiga, tempat tidur isolasi terpusat. Per Juli 2021, Indonesia memiliki 20 ribu tempat tidur isolasi terpusat yang tersebar di seluruh Indonesia. Fasilitas ini siap dan fleksibel diaktifkan kembali sewaktu-waktu dibutuhkan.

Keempat, jumlah posko desa/kelurahan. Posko ini alat pengawasan hingga di tingkat terendah di seluruh wilayah di Indonesia. Sepanjang tahun 2021, pembentukannya mencapai 29.000 posko. Artinya, 35,81 persen dari total desa/kelurahan di Indonesia telah memiliki posko.

"Angka ini tentunya masih harus terus ditingkatkan, mengingat posko merupakan garda terdepan penanganan di tingkat mikro," Wiku Adisasmito menerangkan.

"Semua modal yang dimiliki dengan daya dan upaya yang dimiliki Indonesia, menunjukkan kemampuan adaptasi, kesigapan dan resiliensi seluruh lapisan masyarakat dalam penanganan pandemi. Dan ini menjadi modal penting Indonesia untuk terus bertahan melawan tantangan pandemi yang dinamis, termasuk varian Omicron saat ini kita hadapi."

Lebih lanjut, Wiku berharap, kilas balik penanganan pandemi COVID-19 dapat menjadi pengingat bahwa lonjakan kasus adalah hal yang mudah terjadi apabila lengah. Terlebih pula terdapat faktor-faktor lain yang lebih sulit dikendalikan, seperti munculnya varian baru.

"Ketika sudah terjadi lonjakan kasus membutuhkan waktu lebih lama menurunkannya. Kilas balik ini juga diharapkan menjadi pengingat, betapa besar dampak lonjakan kasus, terutama terhadap kondisi ekonomi masyarakat," ucapnya.

"Mempertahankan kasus agar tetap rendah dan mengendalikan kenaikan kasus sedini mungkin masih harus menjadi fokus utama kita di tahun yang akan datang."


Infografis Ayo Bersiap Transisi dari Pandemi ke Endemi Covid-19

Infografis Ayo Bersiap Transisi dari Pandemi ke Endemi Covid-19. (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya