, Teheran - Iran dilaporkan telah meluncurkan roket pembawa satelit ke angkasa luar pada hari Kamis 30 Desember 2021.
Mengutip DW Indonesia, Sabtu (1/1/2022), Teheran mengumumkan telah meluncurkan roket pembawa satelit ke luar angkasa dengan tiga perangkat penelitian di dalamnya. Langkah itu dilakukan di tengah pembicaraan kesepakatan nuklir yang sedang berlangsung.
Advertisement
Sebelumnya, sejumlah peluncuran roket Iran termasuk beberapa upaya yang gagal, telah menuai kritik keras dari Amerika Serikat (AS).
"Roket Simorgh yang membawa satelit berhasil meluncurkan tiga perangkat ke luar angkasa," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Ahmad Hosseini lewat televisi pemerintah.
"Untuk pertama kalinya, tiga perangkat diluncurkan secara bersamaan ke ketinggian 470 kilometer dengan kecepatan 7.350 meter per detik," tambah Hosseini.
Peluncuran roket tersebut diklaim sukses oleh Kementerian Pertahanan Iran, tetapi masih belum jelas apakah roket itu telah mencapai orbit.
Sebelumnya Garda Revolusi Iran, organisasi paramiliter yang sangat berpengaruh dan kuat di Iran, melakukan peluncuran satelit yang sukses ke orbit tahun lalu sebagai bagian dari program luar angkasa paralel mereka.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bersamaan dengan pembicaraan nuklir di WinaPeluncuran roket yang dilakukan pada hari Kamis (30/12) tersebut, terjadi beraamaan dengan pembicaraan putaran kedelapan yang sedang berlangsung di Wina, mengenai kemungkinan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran.
Keputusan untuk melakukan peluncuran di tengah negosiasi pelik yang sedang berlangsung, dinilai sebagai tipikal pemerintah di Teheran.
Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang menggantikan Hassan Rouhani pada awal 2021 lalu, dipandang lebih dekat dengan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamanei dan lebih tidak percaya pada AS dan kekuatan Barat lainnya.
Kesepakatan nuklir, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), pertama kali ditandatangani pada 2015 oleh Iran dan AS, serta Uni Eropa (UE), Cina, dan Rusia.
Menurut kesepakatan itu, Teheran setuju untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi.
Namun, pada tahun 2018 mantan Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari pakta tersebut dan menerapkan kembali sanksi keras. Sejak saat itu Iran telah bergerak maju dengan pengayaan uranium di luar batas yang ditetapkan dalam JCPOA.
Pemerintahan Biden saat ini berusaha untuk kembali ke kesepakatan, tetapi upaya mereka sejauh ini tidak membuahkan hasil. Teheran menginginkan jaminan, AS tidak akan begitu saja mengabaikan kesepakatan itu lagi di waktu yang akan datang.
Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker
Advertisement