Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia menargetkan penerimaan pajak di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini atau 2022 sebesar Rp 1.510 triliun. Target ini lebih besar jika dibandingkan posisi tahun sebelumnya sebesar Rp 1.229,6 triliun.
Bidang Kajian Akuntansi dan Perpajakan Asosiasi Emiten Indonesia, Ajib Hamdani memandang target tersebut bisa dicapai meski tahun ini masih penuh dengan tantangan. Apalagi Direktorat Jenderal Pajak sudah dibekali dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Advertisement
Dalam UU HPP tersebut diberikan ruang untuk intensifikasi dan ekstensifikasi dengan penambahan objek dan peningkatan tarif, seperti halnya dalam ketentuan baru atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Sementara, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) menjadi program tambahan yang bisa mendorong penerimaan lebih optimal di tahun 2022. Karena program PPS menjadi program yang ditunggu para wajib pajak untuk bisa mengungkapkan harta-harta yang sebelumnya tidak tercatat di SPT pajaknya dengan tarif yang lebih murah.
"Instrumen UU HPP ini menjadi daya dukung positif terhadap effort otoritas untuk kembali bisa mengulang kesuksesan tahun 2021 untuk tahun 2022," kata Ajib kepada merdeka.com, ditulis Minggu (2/1).
Sebagai informasi saja, Direktorat Jenderal Pajak pada 26 Desember 2021 lalu, telah mencapai penerimaan pajak sebesar Rp1.231,87 triliun. Pencapaian ini ekuivalen dengan 100,19 persen dari target awal sebesar Rp 1.229,6 triliun.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tantangan Pengumpulan Pajak
Ajib menambahkan, satu-satunya yang menjadi tantangan dalam upaya pengumpulan pajak adalah tentang integrasi data dan penguatan lembaga otoritas. Dengan asas perpajakan yang dianut di Indonesia self assessment, maka kunci pencapaian penerimaan adalah efektivitas edukasi dan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas.
Karena wajib pajak melakukan penghitungan pajaknya sendiri, menyetor, kemudian melaporkan ke kantor pajak. Fungsi dari kantor pajak adalah melakukan pengawasan atas pelaksanaan kewajiban para wajib pajak tersebut. "Integrasi data yang valid bisa menjadi instrumen yang sangat efektif untuk melakukan pengawasan ini," ujarnya.
Direktorat Jenderal Pajak, dengan struktur 34 Kantor Wilayah, 4 KPP Wajib Pajak Besar, 9 KPP Khusus, 38 KPP Madya, 301 KPP Pratama, dan 204 KP2KP, adalah struktur organisasi yang sangat kuat. Selanjutnya bagaimana struktur yang ada ini, dibekali dengan penguatan membuat regulasi dan eksekusi di lapangan.
"Tahun 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan, tetapi ketika pemerintah konsisten dengan komitmen membangun integrasi data yang valid dan penguatan kelembagaan atas Ditjen Pajak, sejarah kesuksesan pencapaian tahun 2021 akan kembali berlanjut di tahun 2022 dan menjadi momentum strategis ekonomi bisa bangkit pasca pandemi," pungkas Ajib.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement