Liputan6.com, Jakarta Pemerintah memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk properti. Perpanjangan insentif PPN DTP ini berlaku dari Januari hingga Juni 2022 dengan besaran insentif dikurangi 50 persen.
Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mengapresiasi perpanjangan tersebut sebagai komitmen pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN). Kebijakan ini pun sesuai dengan usulan REI.
Advertisement
“REI mengapresiasi keputusan pemerintah untuk memperpanjang PPN DTP sampai Juni 2022, meski sebenarnya kami mengajukan insentif ini diberlakukan setahun atau hingga akhir 2023,” ungkap Ketua Umum DPP REI, Paulus Totok Lusida, Senin (3/1/2022).
Meski demikian, dia menilai batas waktu yang diberikan selama 6 bulan tersebut sebenarnya kurang efektif. Itu karena untuk merampungkan pembangunan rumah tapak (landed house) saja pengembang butuh waktu minimal 8 bulan.
Padahal supaya terjadi efek berganda (multiplier effect) untuk perekonomian nasional, maka dana PEN sektor perumahan yang menurut kabar disiapkan pemerintah sebesar Rp 3,3 triliun atau untuk 40.000 unit rumah itu harus terserap optimal.
Untuk memaksimalkan target pemerintah tersebut, menurut Totok, REI segera memproses surat kepada Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian supaya realisasi rumah yang mendapatkan insentif PPN DTP dapat diundur sesuai kontrak penyelesaian rumah.
“Meski diberlakukan sampai Juni 2022, namun kami mengharapkan penyelesaian rumah ditetapkan sesuai kontrak atau sampai akhir 2023. Karena selain rumah tapak juga ada rumah susun (apartemen) sehingga waktu konstruksinya bervariasi. REI akan sampai surat dan kawal usulan ini,” jelas Totok.
Menanggapi besaran insentif PPN DTP yang dikurangi 50 persen, Totok menduga Kementerian Keuangan mungkin hanya melihat dari angka realisasi saja, tetapi tidak melihat sisi dukungan dari institusi pemerintah lain termasuk pemerintah daerah.
Menurutnya, bisnis perumahan alur prosesnya panjang dan melibatkan regulasi dari banyak institusi pemerintah.
“Kendala yang dihadapi pengembang tidak dilihat dan diselesaikan terutama soal perizinan, padahal itu semua berkaitan erat dengan realisasi PPN DTP di lapangan. Saat ini misalnya, belum ada daerah yang menerbitkan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) sebagai pengganti IMB, sehingga pengembang tidak bisa membangun,” ujar dia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyatakan jika untuk penyerahan rumah tapak atau rumah susun baru dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar, insentif PPN DTP hanya diberikan 50 persen.
Sementara penyerahan rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar, insentif PPN DTP yang diberikan hanya 25 persen.
Sementara merujuk PMK No 103/2021 yang berlaku hingga 31 Desember 2021, insentif PPN DTP 100 persen diberikan atas penyerahan rumah tapak atau rumah susun baru dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar.
Sedangkan insentif PPN DTP 50 persen berlaku atas penyerahan rumah tapak dan rumah susun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar.
Evaluasi REI
Totok menilai program PEN sejauh ini sudah tepat berada di jalurnya (on the track). Sebagai salah satu asosiasi pelaku usaha khususnya di industri properti, REI memberikan dukungan penuh terhadap kerja keras pemerintah tersebut. Meski diakui masih ada sejumlah hambatan yang perlu segera dituntaskan pemerintah.
Berdasarkan evaluasi REI, merujuk data dari Sikumbang (Sistem Informasi Kumpulan Pengembang) pada 30 Desember 2021 terdapat 30.062 calon konsumen yang mendaftar, di mana 23.561 calon konsumen dari REI dan sisanya asosiasi pengembang lain.
Namun realisasi yang melakukan BAST (Berita Acara Serah Terima) hanya 5.894 konsumen, di mana 4.700 konsumen dari REI. Artinya, hanya 19,3 persen yang terealisasi dari jumlah yang mendaftar.
“Dari data itu kami melakukan evaluasi bahwa berkurangnya jumlah yang mendaftar kemungkinan karena pengajuan KPR-nya ditolak bank. Namun rendahnya realisasi yang melakukan BAST yakni 5.894 konsumen, itu masalahnya dipastikan karena bangunan rumah atau rumah susun yang belum selesai per Desember 2021,” rinci Totok.
Banyak faktor yang membuat bangunan hunian belum rampung. Salah satunya karena waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan unit rumah bervariasi minimal 8 bulan.
Hambatan kedua adalah perizinan yang belum lengkap terutama pasca perubahan IMB menjadi PBG, karena belum ada satu pun peraturan daerah (perda) di Indonesia yang merilis tentang PBG.
Ketiga, adanya penerapan sistem Online Single Submission (OSS), dimana banyak daerah belum siap.
Oleh karena industri properti tidak hanya berkaitan dengan satu institusi saja, ungkap Totok, maka hambatan koordinasi tersebut perlu segera dituntaskan pemerintah agar program PEN sesuai keinginan pemerintah khusus Presiden Joko Widodo.
REI mengajak semua pihak untuk duduk dan bergerak bersama untuk memulihkan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19.
“Perlu ada PIC (person in charge) yang ditugaskan pemerintah untuk mengawal semua hambatan di industri perumahan ini. Bukan seperti sekarang justru saling lempar tangan. Saya kira enggak bisa ada pertandingan sepak bola dimana pemain hanya dikasih bola tetapi tidak dikawal (diwasiti),” pungkas Totok.
Advertisement