Perjalanan Lembaga Riset Eijkman, Menangkan Nobel hingga Pamit Jadi Peneliti COVID-19

Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman belakangan tengah ramai menjadi perbincangan.

oleh Diviya Agatha diperbarui 04 Jan 2022, 17:20 WIB
Ilustrasi Laboratorium - Image by Michal Jarmoluk from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman belakangan tengah ramai menjadi perbincangan di media sosial. Pada Jumat, 31 Desember 2021 lalu, lembaga ini mengunggah sebuah kabar melalui akun media sosial resminya.

"Mulai tanggal 1 Januari 2022, kegiatan deteksi COVID-19 di PRBM Eijkman akan diambil alih oleh Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)," tulis PRBM Eijkman melalui akun Twitter @eijkman_inst dikutip Selasa, (4/1/2022).

"Selamat Tahun Baru 2022. Salam sehat, WASCOVE. Bersama, kita pulih kembali. Kami pamit," sambungnya.

WASCOVE sendiri merupakan tim yang dibentuk PRBM Eijkman untuk membantu menangani pandemi COVID-19 di Indonesia sejak Senin, 16 Maret 2020. Termasuk dalam hal penelitian plasma konvalesen dan pengembangan Vaksin Merah Putih.

Banyak kabar bermunculan bahwa ilmuwan PRBM Eijkman kehilangan pekerjaannya setelah terintegrasi oleh BRIN setelah mengunggah kabar tersebut. Namun, kabar pun dibantah langsung oleh Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.

Menurut Handoko, dengan adanya penggabungan tersebut, para ilmuwan dan instansi justru bisa diangkat menjadi peneliti dengan mendapatkan hak finansial yang seharusnya. Mengingat sebelumnya, PRBM Eijkman bukanlah lembaga resmi pemerintah.

"Kondisi inilah yang menyebabkan selama ini para PNS Periset di LBM Eijkman tidak dapat diangkat sebagai peneliti penuh, dan berstatus seperti tenaga administrasi," kata Handoko melalui pernyataan resmi dikutip News Liputan6.com.

Bahkan, BRIN pun telah memastikan bahwa para peneliti di Eijkman akan direkrut sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Menurut Handoko, ada 71 orang peneliti yang berstatus honorer di eks LBM Eijkman, yang sebagian diantaranya sudah memiliki kualifikasi berupa pendidikan S3.

Sedangkan yang belum S3 akan diangkat menjadi asisten periset, yang mana akan diberikan opsi untuk melanjutkan studi. Hal ini dilakukan agar mereka dapat meningkatkan kualifikasi menjadi S3, sehingga bisa menjadi periset penuh di BRIN.

"Secara langsung peneliti terdampak, mereka tidak bisa diangkat menjadi peneliti dan diberikan hak finansial penuh. Maka sampai kapan ini berjalan. Apalagi banyak yang statusnya honorer," kata Handoko melalui keterangan dalam laman brin.go.id.

"Dimana mereka maksimal mendapat kontrak satu tahun dan tidak punya kepastian hukum. Langkah yang dilakukan saat ini, kami tempatkan pada koridor yang seharusnya," tambahnya. 


Memperkuat perkembangan vaksin

Tak hanya itu, Handoko juga mengungkapkan bahwa bergabungnya PRBM Eijkman dengan BRIN dapat memperkuat perkembangan vaksin COVID-19. Termasuk juga dalam hal pelayanan seperti Whole Genome Sequencing.

Pengembangan vaksin COVID-19 saat ini juga dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sehingga, dengan terintegrasinya PRBM Eijkman ke BRIN dinilai bisa memperkuat perkembangan vaksin.

"Apalagi dalam waktu dekat, sebagian periset Balitbang Kemenkes juga akan bergabung ke dalam BRIN, maka ini akan semakin memperkuat pengembangan vaksin Covid-19,” kata Handoko.


Sejarah Eijkman: Menangkan Nobel Prize

Kiprah PRBM Eijkman di dunia penelitian juga tidak baru dimulai pada beberapa tahun belakangan ini. Sejak tahun 1888, Institut Eijkman telah beroperasi dan menjadi lembaga yang diakui secara internasional di Indonesia.

Mengutip laman eijkman.go.id, pendiri Institut Eijkman, Christiaan Eijkman, melakukan penemuan besar tentang hubungan antara vitamin B1 dan beri-beri. Buah dari karyanya tersebut pun dianugerahi dengan penghargaan Nobel (Nobel Prize) pada tahun 1929.

Laboratorium penelitian Eijkman kemudian ditetapkan sebagai Laboratorium Medis Pusat pada peringatan 50 tahun pendiriannya. Institut Eijkman sempat tutup pada tahun 1960 karena Indonesia mengalami kesulitan ekonomi.


Kembali beroperasi

Namun, Institut Eijkman kembali beroperasi karena kebutuhan mendesak Indonesia akan sebuah lembaga penelitian biomedis. Dari sanalah, Lembaga Molekuler Eijkman (LBM) resmi berdiri pada Juli 1992.

LBM Eijkman mulai beroperasi kembali pada April 1993, dan diresmikan Presiden Soeharto pada 19 September 1995. Institut Eijkman yang baru ini berfokus sebagai lembaga penelitian biologi sel molekuler pada masalah genetika manusia dan medis, penyakit menular di daerah tropis, dan rekayasa biomolekuler.

Sejak saat itu, LBM Eijkman ikut berkontribusi dalam berbagai hal, seperti mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri pada kasus terorisme, dan diagnosis penyakit menular seperti flu burung.

Laboratorium Institut Eijkman sendiri terletak di gedung bersejarah seluas 5.500 meter persegi di Jakarta Pusat. Kemudian barulah sejak September 2021, nama LBM Eijkman beralih menjadi PRBM Eijkman. 


Infografis

Infografis Vaksin Merah Putih Karya Anak Bangsa Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya