Elon Musk Prediksi Terjadinya Krisis Keuangan Global di 2022?

Elon Musk bicara mengenai prediksi keuangan di tahun 2022. Ia dianggap pesimistis tentang kondisi ekonomi di 2022.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 04 Jan 2022, 20:00 WIB
Elon Musk. (dok.Instagram @elonrmuskk/https://www.instagram.com/elonrmuskk/?hl=id/Henry)

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini miliarder Elon Musk mengungkapkan pandangan pesimistisnya mengenai kondisi ekonomi di 2022. Elon Musk disebut-sebut memprediksi terjadinya krisis ekonomi global bakal terjadi tahun ini.

Sayangnya, Elon Musk tidak mengungkap detail alasannya berpikir demikian, termasuk apakah ada kemungkinan terjadi resesi besar pada 2022 atau kejadian lainnya.

Menariknya, Elon Musk membuat komentar ini di bawah cuitan yang tengah mendiskusikan tentang perusahaan-perusahaan unicorn global. Pengunggah pertama cuitan menginformasikan sebuah daftar perusahaan unicorn dan menanyakan berapa banyak unicorn yang akan bertahan dalam lima tahun ini.

Elon Musk pun menjawab cuitan tersebut. "Memprediksi makroekonomi itu menantang. Perasaan saya, mungkin sekitar musim semu atau musim panas 2022, tetapi tidak lebih dari 2023," cuitnya lewat Twitter @elonmusk.

Memang sejauh ini belum ada hal yang bisa mendasari prediksi Elon Musk tentang kondisi di 2022 yang mungkin mengalami krisis ekonomi. Namun, cuitan tersebut berdengung di Twitter beberapa hari terakhir.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Terkait Aksi Jual Saham Perusahaan AS?

CEO Tesla, Elon Musk, memperkenalkan Cybertruck di studio desain Tesla di Hawthorne, California (21/11/2019). Truk Pikap ini dibekali dua motor Listrik dengan sistem penggerak menggunakan konfigurasi semua roda atau yang biasa disebut 4WD. (AP Photo/Ringo H.W. Chiu)

Sementara itu, ada pendapat bahwa resesi yang dimaksud Elon Musk akan dimulai dengan aksi jual saham perusahaan-perusahaan AS.

Mengutip laman Gizchina, Selasa (4/1/2022), chief investment officer di Leuthold Group Doug Ramsey mengatakan, pasar saham di AS tengah dalam titik tinggi.

Tidak ada dana baru di luar pasar saham. Dana saham, menurutnya diakumulasikan dalam beberapa perusahaan terkemuka. Dengan begitu, valuasi perusahaan lain berada pada level yang rendah dan pembiayaan menjadi lebih sulit.

Hal ini ditambah dengan kebijakan moneter Federal Reserve yang cenderung konservatif, yang membuat situasi likuiditas ketat semakin meningkat.


Inflasi di AS

Pialang memeriksa kacamata saat tengah mengecek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta, Kamis (9/9/2021). IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat 42,2 poin atau 0,7 persen ke posisi 6.068,22 dipicu aksi beli oleh investor asing. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Para pengguna Twitter lainnya pun percaya, tingkat inflasi di Amerika Serikat telah mencapai rekor tertinggi dalam sejarah. Hal ini ditandai dengan harga barang-barang di toko retail meningkat dalam enam bulan terakhir.

Menurut Ramsey, apakah akan ada krisis keuangan pada tahap berikutnya, tergantung dari apakah The Fed akan secara efektif menarik diri dari kebijakan moneter pelonggaran kuantitatif.

(Tin/Ysl)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya