Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta masih lama. Namun sejumlah nama pengganti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah mulai bermunculan.
Masa jabatan Anies sebagai orang nomor satu di DKI memang akan berakhir pada 16 Oktober 2022 mendatang. Namun DKI Jakarta baru akan melaksanakan Pilkada secara serentak pada 2024, berdasarkan UU No 10 Tahun 2016. Itu artinya, tidak ada Pilkada pada 2022 dan 2023.
Selama kekosongan, DKI Jakarta dan sejumlah provinsi yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir sebelum pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 akan dipimpin oleh Penjabat (PJ) Gubernur. Nantinya, PJ Gubernur akan dipilih oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Baca Juga
Advertisement
Meski begitu, beberapa nama besar yang akan maju di Pilkada DKI 2024 mulai bermunculan. Adalah Ketua Dewan Pembina DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, M Taufik yang pertama kali memunculkan nama-nama yang berpeluang bertarung di Pilkada DKI nanti.
Kata dia, sejumlah nama yang berpeluang merupakan para tokoh yang berpengalaman dalam pemerintahan. Setidaknya ada empat nama yang disebut Taufik berpeluang maju di Pilkada DKI 2024, yakni Ahmad Riza Patria, Anies Baswedan, Airin Rachmi Diany, dan Bahlil Lahadalia.
Dia juga menilai, sosok anak muda yang dibutuhkan untuk pemerintahan di DKI Jakarta saat ini. Apalagi Jakarta akan mengalami perubahan besar setelah nanti tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara Indonesia.
"Jakarta perlu tokoh yang punya visioner berkaitan dengan perubahan status Jakarta sebagai ibu kota, apa yang akan dilakukan," ucap Taufik saat dihubungi, Selasa (4/1/2022).
Meski begitu, nama-nama itu belum final yang akan diusung Gerindra. Nama-nama tersebut akan dibahas terlebih dahulu di internal partai. Dia menegaskan, dengan memperkenalkan nama tokoh lebih dini dapat mempermudah masyarakat mengetahui rekam jejaknya.
"Baru pandangan M Taufik aja itu. Kalau saya sih maunya dari sekarang suguhkan lah tokoh-tokoh itu semua pada rakyat, supaya rakyat melihat rekam jejaknya. Jangan di ujung gitu," ucap Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta ini.
Partai Golkar turut memunculkan nama tokoh untuk maju di Pilkada DKI Jakarta 2024. Partai berlambang pohon beringin itu mengotak-atik skenario dengan memasangkan petahana Anies Baswedan dengan Ketua DPD Golkar DKI Jakarta, Ahmed Zaki Iskandar.
"Kalau Pak Anies tidak maju Pilpres dan maju lagi di Pilgub DKI. Kami harap Pak Anies bisa tandem atau satu paket dengan Ahmed Zaki Iskandar. Itu harapan kami dan kami akan berjuang mati-matian mewujudkan itu," ujar Sekretaris DPD Golkar DKI Jakarta, Basri Baco kepada wartawan, Selasa (4/1/2021).
Namun jika Anies enggan maju di Pilkada DKI dan lebih memilih bertarung di Pilpres 2024, maka DPD Golkar DKI akan mendorong Ahmed Zaki menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Zaki saat ini tengah menjabat sebagai Bupati Tangerang.
"Ketua Golkar DKI ini menurut hemat kami paling pas untuk menggantikan Pak Anies dengan asumsi Pak Anies maju pilpres," ucapnya.
Golkar DKI Jakarta kini tengah menyusun program kerja untuk mengenalkan Ahmed Zaki Iskandar kepada warga Ibu Kota. Dengan demikian, diharapkan Zaki bisa mengimbangi elektabilitas Anies dan menyaingi popularitas Cagub DKI lainnya.
"Kami yakin beliau bisa diterima rakyat Jakarta. Karena apa? Secara kapasitas beliau paham kondisi Jakarta," kata Basri.
Partai NasDem tak mau ketinggalan. Parpol pimpinan Surya Paloh itu akan mengusung Ahmad Sahroni pada kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2024 mendatang.
Sahroni bukan lah nama asing bagi perpolitikan Tanah Air dan Ibu Kota. Dia merupakan anggota DPR RI dua periode sejak tahun 2014 dari daerah pemilihan (Dapil) DKI Jakarta III. Selain duduk sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR periode 2019–2024, Sahroni kini juga ditunjuk jadi Ketua Pelaksana Formula E di Jakarta.
"Terkait dengan Pilkada DKI, kami punya kader namanya Ahmad Sahroni. Silakan yang lain punya partai-partai lain mungkin sudah punya calon terserah mereka, tapi NasDem sudah punya kader yang juga siap bertarung, namanya Ahmad Sahroni," kata Ketua Teritorial Pemenangan Pemilu Partai NasDem Wilayah Jawa 1, Achmad Effendy Choirie kepada Liputan6.com, Rabu (5/1/2022).
Sahroni dianggap pantas menggantikan Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dia mempunya perjalan hidup panjang sampai menjadi orang sukses seperti saat ini.
"Secara fisik, secara umur dia masih muda, sehat jasmani rohani, dia humble, dia punya penampilan yang menarik, keren, ya pokoknya dia anak muda yang gaul keren, punya relasi berbagai pihak," ujarnya.
NasDem berencana memasangkan Sahroni dengan Airin Rachmi Diany. Mantan Wali Kota Tangerang Selatan itu dianggap cocok duet dengan Sahroni, karena sama-sama berpengalaman dan sosok pemimpin muda.
"Saya secara pribadi memasangkan Sahroni kalau dipasangkan dengan Airin itu akan menjadi pasangan yang keren dan seksi," katanya.
Skenario itu bisa terjadi dengan asumsi Anies Baswesan tak kembali maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2024. Namun jika Anies kembali maju, maka menurut Effendy, Sahroni bisa dipasangan dengan petahana tersebut.
"Umpamanya Anies maju lagi, kita juga mengajukan Ahmad Sahroni sebagai wakil enggak ada masalah, asal Roninya mau," tandas dia.
Berbeda dengan Gerindra, Golkar, dan NasDem, PDIP justru mengaku belum membahas kandidat yang akan diusung di Pilkada DKI 2024 mendatang. Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono menilai, selain waktunya masih lama, dia beralasan kondisi politik sangat dinamis.
"Jadi terlalu dini kalau saya bicara soal sosok yang akan dimajukan di DKI Jakarta. Karena memang waktunya masih panjang dan kita fokus bekerja saja untuk mengentaskan persoalan-persoalan yang kita hadapi di Jakarta," kata Gembong saat dihubungi, Rabu (5/1/2022).
Kendati begitu, dia menyatakan PDIP memiliki sejumlah kader yang berpotensi untuk digadang menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Anies Baswedan. Namun penunjukan kader tetap harus berdasarkan keputusan DPP PDIP.
"Kita punya kader-kader yang memiliki kualifikasi, diharapkan mampu menjawab persoalan Jakarta. Tapi sekali lagi, soal sosok soal calon itu sepenuhnya menjadi kewenangan DPP partai," ucapnya.
Gembong juga menegaskan, Jakarta membutuhkan sosok pemimpin muda yang mampu mengatasi sejumlah persoalan yang ada. "Salah satunya soal pengentasan banjir, soal kemiskinan, soal penataan kota dan sebagainya. Jadi pengalaman track record penting di PDIP untuk memajukan sosok yang nanti mampu menjawab persoalan-persoalan Jakarta," katanya.
Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas juga menilai terlalu dini memunculkan kandidat untuk bertarung di Pilkada DKI 2024. PKB, kata dia, belum berpikir ke arah sana karena menilai pelaksanaan Pilkada Serentak masih jauh.
"Karena undang-undangnya juga kan nanti berubah. Pilkada itu menunggu hasil Pileg di 2024. Ini mohon maaf kalau Bang Taufik (Gerindra) berbicara seperti itu, itu masih terlalu jauh. Jadi berbicara di awang-awang menurut saya," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (5/1/2021).
Menurut Hasbiallah, PKB DKI saat ini masih fokus melaksanakan tugas kepartaian di samping juga turut mengawasi pembangunan DKI Jakarta. Dalam urusan politik, pihaknya juga tengah fokus mensosialisasikan pencalonan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024 mendatang.
"Ini kebijakan DPP, DPW DKI. Kita fokus mensosialisasikan Pak Muhaimin Calon Presiden 2024. Karena ini simbol partai kami, simbol umat Islam terbesar di Indonesia," ujarnya.
Meski begitu, bukan berarti PKB akan mengabaikan kontestasi Pilkada DKI Jakarta. Hanya saja masih terlalu dini untuk membahasnya sekarang. "Masih terlalu jauh. Masih menunggu hasil Pileg 2024. Atau nanti mau mendekati Pileg, 2023 mungkin kita bicara itu," ucap Hasbiallah.
Jubir Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest turut angkat bicara mengenai banyaknya nama tokoh yang digadang-gadang bakal maju di Pilkada DKI Jakarta. PSI mengklaim memiliki kader yang mumpuni untuk mengatasi permasalahan di Jakarta.
"Karena 2024 itu masih jauh, konstelasi politik masih akan terus berubah. Menjelang 2024, kami enggak akan repot mencari keluar, karena kader-kader PSI juga mumpuni untuk posisi gubernur. Kita lihat saja nanti," kata Rian dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu (5/1/2022).
Namun begitu, dia menilai bahwa saat ini lebih baik fokus mengawasi kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakilnya Ahmad Riza Patria yang masih menjabat hingga Oktober 2022, ketimbang sibuk memunculkan nama untuk Pilkada.
"Fokus pada permasalahan depan mata kita," ucapnya.
Tak jauh berbeda, PKS juga belum memunculkan nama kandidat yang bakal diusung di Pilkada DKI Jakarta. Sekretaris DPW PKS DKI Jakarta, Abdul Aziz mengaku pihaknya tengah meramu kriteria yang harus dimiliki pengganti Anies Baswedan pada 2024 nanti.
"Saat ini kalau PKS enggak ada nama, tapi kita biasa membuat sistem ya, kriteria. Kriteriannya ini sedang kita definisikan. Kita definisikan nih gubernur ke depannya harus seperti apa. Dari kriteria itu baru kita cari namanya," ujar Abdul Aziz kepada Liputan6.com, Rabu (5/1/2022).
Dari kriteri yang telah diramu tersebut, PKS akan memetakan siapa saja tokoh-tokoh yang cocok dan pantas diusung. "Mungkin ada yang memenuhi kriteria ini 50 persen, mungkin ada 70 persen, 90 persen. Nah nanti 90 persen inilah yang akan kita ambil. Kalau sekarang kita belum bisa sebut nama karena kriteriannya sedang kita susun," katanya.
PKS mengaku terbuka terhadap nama-nama yang bakal diusung di Pilkada DKI, asal memiliki rekam jejak yang baik. Dan yang terpenting, telah teruji secara kepemimpinan.
"Ya di masyarakat juga terlihat kiprahnya. Itu syarat-syarat utama dan itu harus kita jabarkan nantinya ke syarat-syarat yang kecil. Tapi kriteria yang utama adalah harus lebih baik dari gubernur yang sekarang," ucap Abul Aziz.
Menimbang Nama-Nama Beken di Pilkada DKI 2024
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin merespons baik munculnya sejumlah nama yang digadang bakal maju di Pilkada DKI Jakarta 2024, meski waktunya masih panjang. Menurut dia, nama-nama tersebut perlu dimunculkan lebih cepat agar masyarakat bisa melihat rekam jejaknya.
"Kenapa nama-nama itu perlu dimunculkan, agar nanti masyarakat atau warga Jakarta bisa melihat dan menilai track record dari tokoh-tokoh itu, apakah layak didukung atau tidak. Ini yang penting, agar masyarakat tidak memilih kucing dalam karung," ujar Ujang saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (5/1/2022).
Namun begitu, Ujang belum melihat siapa saja yang berpeluang menggantikan Anies Baswedan di periode selanjutnya. Sebab, elektabilitas tokoh-tokoh yang dimunculkan untuk memimpin Jakarta belum terlihat.
Menurut Ujang, saat ini semua orang masih memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk diusung di Pilgub DKI Jakarta. "Untuk maju dan menang kan butuh elektabilitas. Itu muncul dari dukungan publik kepada para kandidat itu. Sekarang siapa pun masih berpeluang," katanya.
Di tengah geliat munculnya nama-nama tokoh yang digadang maju di Pilgub DKI Jakarta 2024, PDIP masih tampak santai. PDIP bahkan mengaku belum membahas siapa yang akan dijagokan di Pilkada DKI karena menganggap waktunya masih lama.
Namun Ujang melihat, PDIP sejatinya sedang mengkalkulasi dengan matang siapa yang akan diusung di Pilkada DKI mendatang. Partai berlambang banteng itu dinilai tidak ingin kekalahan pada Pilkada DKI 2017 terulang.
"Itu kan menjadi pengalaman yang pahit bagi PDIP, menang di DPRD tapi kalah dalam Pilgub. Oleh karena itu saya melihat, kelihatannya nanti di ujung saja, di akhir dalam konteks dukung mendukung calon," katanya.
"Semua masih banyak skenario, bisa dukung Djarot, bisa Risma, bisa Gibran, semua masih spekulasi, masih menebak-nebak, belum ada yang pasti calon dari PDIP," sambungnya.
Begitu juga soal arah koalisi masih belum bisa ditebak, karena politik sangat dinamis tergantung pada kepentingan. Meski sempat memanas, Ujang tidak bisa memastikan hubungan Gerindra dan PKS akan putus di Pilkada DKI mendatang.
"Kalau Gerindra kelihatannya Ariza (yang akan diusung), arahnya ke sana saya melihat. PKS mungkin tokoh-tokoh yang ada di Jakarta. Saya belum tahu kalau PKS, karena PKS belum mengendorse nama-nama yang dijagokan," ucapnya.
Sementara Demokrat diyakini tidak akan mengulang 2017 dengan kembali mengusung ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Meskipun elektabilitasnya di Pilpres masih rendah, AHY tidak lagi diprioritaskan memimpin daerah.
"Apakah Demokrat punya skenario menjadikan AHY sebagai calon gubernur, saya belum lihat. Tapi kan hari ini kelihatannya condong ke arah capres/cawapres. Kelihatannya AHY itu menjadi cawapres. Semuanya masih proses, dinamika politik," kata Ujang.
Lebih lanjut, Ujang belum melihat tokoh-tokoh PSI yang memiliki elektabilitas untuk menjadi seorang pemimpin, meskipun mereka selama ini cukup vokal mengkritisi kebijakan publik. Bahkan ketua umumnya, Giring Ganesha elektabilitasnya masih nol.
"Jadi kita objektif saja dalam menilai siapa pun yang ingin menjadi capres-cawapres atau pun gubernur. Kita melihat yang didukung publik, publik mendukung parameternya elektabilitas itu," tuturnya.
Para politikus Kebon Sirih yang kini duduk di DPRD DKI Jakarta sebenarnya juga mempunyai peluang yang sama untuk mengikuti Pilgub DKI 2024. Hanya saja, elektabilitas mereka masih belum terlihat. Menurut Ujang, elektabilitas mereka masih kalah dengan tokoh-tokoh nasional.
"Kalau DKI itu kelihatannya level-level tokoh nasional. Misalnya ada Sahroni, itu digadang-gadang juga. Saya melihatnya (nanti) kombinasi antara tokoh-tokoh nasional dan tokoh-tokoh di DKI. Yang di DKI ini mesti membuktikan diri untuk bisa bersaing," kata Ujang menandaskan.
Senada dengan Ujang Komarudin, Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menilai bahwa Pilkada 2024 bukan waktu yang terlalu lama untuk menyiapkan kontestasi di DKI Jakarta.
"Semua partai sudah ancang-ancang merebut Jakarta. Bagi partai, Pilkada (DKI) 2024 sudah dekat," kata Adi saat dihubungi Liputan6.com, Rabu.
Dari sekian nama yang muncul, Ahmad Riza Patria adalah politikus yang paling berpeluang diusung Gerindra untuk maju di Pilkada DKI Jakarta nanti. Ariza kini menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI menggantikan Sandiaga Uno.
"Dari Golkar muncul nama Airin (mantan Wali Kota Tangsel) dan Zaki (Bupati Tangerang). Kalau dilihat kecenderungannya Zaki lebih berpeluang maju karena posisinya sebagai Ketua Golkar Jakarta. Nasdem ada nama Sahroni belakangan muncul. PDIP ada nama Risma dan Gibran, dua nama besar yang potensial maju. PAN ada Wali Kota Bogor, Pasha Ungu, dan Eko Patrio, tiga nama potensial maju," tuturnya membeberkan.
Namun Adi belum bisa memprediksi nama kandidat dari PKS yang bakal diusung. Pada Pilkada nanti, dia juga memprediksi PKS dan Gerindra tidak akan berkoalisi setelah hubungannya saat pemilihan pengganti Sandiaga Uno untuk kursi DKI 2 sempat memanas.
"Demokrat juga masih belum kelihatan siapa yang akan dimajukan pasca-AHY. Tak mungkin AHY maju lagi. AHY tetap diproyeksikan untuk Pilpres, bukan lagi Pilkada," katanya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini mengamini, PSI di DKI Jakarta memiliki banyak tokoh cukup vokal di media. Karena itu, PSI bisa mempertimbangkan diri untuk mengusung kadernya sendiri maju di Pilgub DKI 2024 nanti.
"Mestinya PSI bisa usung jagoan sendiri. Banyak nama-nama yang suka nyaring di media. Tentu bukan Giring karena diproyeksikan di Pilpres bukan Pilkada, kecuali mau nurunin level Giring ke Pilkada DKI," ujar Adi Prayitno memungkasi.
Advertisement
Anies Masih Bisa Maju Pilkada DKI Jika Gagal di Pilpres
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai, munculnya nama-nama calon Gubernur DKI Jakarta saat ini adalah hal yang wajar, mengingat masa jabatan Anies Baswedan tinggal sekitar 10 bulan lagi.
"Hal itu sesuatu yang wajar, bukan karena Pilkada 2024 yang masih lama, melainkan masa jabatan gubernur definitif yang sudah sebentar lagi berakhir," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (5/1/2022).
Menurut dia, sudah menjadi tradisi setiap dua tahun jelang berakhirnya jabatan kepala daerah, nama-nama potensial mulai bermunculan.
"Ini jadi bagian dari upaya meningkatkan elektabilitas. Dengan demikian saat tahapan pilkada tiba, ada dukungan publik yang signifikan dari nama-nama calon yang tersedia tersebut," jelas Titi.
Lebih lanjut, Titi menjelaskan mengenai penunjukan Penjabat Gubernur yang akan mengisi kekosongan DKI Jakarta dan sejumlah provinsi lain setelah masa jabatan kepala daerahnya berakhir. Hal itu diatur dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Titi menyebut, penjabat Gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya, meliputi sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, kepala sekretariat presiden, kepala sekretariat wakil presiden, sekretaris militer presiden, kepala sekretariat dewan pertimbangan presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara.
"Pada penjelasan Pasal 201 ayat (9) ditentukan bahwa Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Wali Kota masa jabatannya satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun berikut dengan orang yang sama atau berbeda," tuturnya.
Penjabat Gubernur nantinya akan ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas usulan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Hal itu sesuai dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Nantinya, Pilkada Serentak akan dilakukan di tahun yang sama dengan pelaksanaan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Pelaksanaan tiga hajatan besar dalam setahun itu tentu akan memberi beban ekstra bagi penyelenggara Pemilu, apalagi ini menjadi pengalaman pertama.
Titi berharap, penyelenggara bisa mengatur jadwal dan tahapan Pemilu sedemikian rupa untuk menghindari beban kerja yang terlampaui berat. Sehingga tidak mengganggu profesionalisme dan kemampuannya dalam melaksanakan tahapan dan program Pemilu.
"Oleh karenanya, hari pemungutan suara Pemilu jangan lah terlalu dekat dengan hari pemungutan suara Pilkada yang akan berlangsung pada November 2024. Simulasi jadwal dan tahapan Pemilu harus dihitung dan kalkulasikan dengan tepat dan mempertimbangkan segala aspek agar tidak menimbulkan masalah berarti terkait teknis dan kinerja penyelenggara pada waktu pelaksanaannya nanti," ucapnya.
Selain itu, Titi menyebut bahwa Anies Baswedan masih memiliki peluang untuk maju di Pilkada DKI Jakarta, seandainya nanti gagal di Pilpres 2024. Hal itu juga berlaku untuk kandidat lain.
"Masih bisa, kalau jarak antara pemungutan suara Pemilu (Pilpres) tidak beririsan waktu dengan jadwal pencalonan Pilkada. Sejauh ini, tidak ada regulasi yang mengatur larangan bagi capres atau cawapres yang kalah di Pemilu untuk kembali maju di Pilkada," jelas Titi.
Seperti diketahui, Anies Baswedan sejak lama digadang-gadang akan bertarung di kontestasi Pilpres 2024 mendatang. Sejumlah survei menunjukkan, elektabilitas Anies cukup tinggi dan bersaing ketat dengan sejumlah tokoh nasional lainnya, seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, hingga Ridwan Kamil.
Namun begitu, Anies belum menyatakan resmi niatnya maju di Pilpres 2024 mendatang. Dia justru sempat mengungkapkan keinginannya menjadi Gubernur DKI Jakarta dua periode. Namun niat itu urung lantaran tidak ada Pilkada 2022, karena diserentakkan pada 2024.
Anies kemudian memilih fokus menuntaskan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selepas menjabat, dia mengaku ingin keliling Indonesia. Apakah untuk menjaring dukungan di Pilpres 2024? Hanya Anies Baswedan yang tahu.
Infografis Selain Anies Baswedan, 6 Gubernur Akhiri Masa Jabatannya di 2022
Advertisement