Liputan6.com, Jakarta Rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) atau harga minyak mentah Indonesia pada Desember 2021 tercatat sebesar USD 73,36 per barel. Nominal itu turun USD 6,77 per barel dari kisaran harga sebelumnya sebesar USD 80,13 per barel.
Tak hanya itu, ICP SLC juga mengalami penurunan sebesar USD 7,12 per bulan dari USD 80,15 per barel dari bulan sebelumnya menjadi USD 73,03 per barel.
Advertisement
Mengutip Executive Summary Tim Harga Minyak Mentah Indonesia yang dilaporkan Kementerian ESDM, Kamis (6/1/2022), penurunan ini antara lain dipengaruhi oleh pelaku pasar yang menanggapi secara overreacted atas ketidakpastian kondisi pasar seiring peningkatan kasus Covid-19.
Terlebih dengan munculnya varian Omicron, inflasi, pelepasan cadangan strategis dan berlanjutnya peningkatan produksi OPEC+, serta penguatan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang utama dunia lainnya. Situasi tersebut menyebabkan turunnya minat investor pada komoditas minyak hingga level terendah dalam beberapa tahun dan mendorong aksi profit taking di saat harga masih tinggi.
Faktor lainnya, munculnya varian virus Covid-19 baru Omicron yang menyebar dengan cepat pada awal Desember 2021. Kemudian penetapan WHO atas varian virus Covid-19 Omicron sebagai varian of concern di beberapa kawasan seperti Afrika Selatan, Eropa, Amerika, dan Asia menyebabkan negara-negara di Eropa seperti Inggris, Norwegia, Jerman, Italia, Australia, Denmark dan China memutuskan untuk kembali menerapkan pembatasan aktifitas.
"Hal tersebut menyebabkan kekhawatiran terjadinya penurunan aktivitas ekonomi dan penurunan permintaan minyak mentah global serta ekspektasi pasar agar OPEC+ menunda keputusan untuk tetap melanjutkan peningkatan produksi minyak," demikian bunyi Exsum tersebut.
Terkait pasokan/produksi dan stok minyak:
a. EIA (Energy Information Administration) melaporkan kenaikan stok gasoline sebesar 7,3 juta barel menjadi 222,7 juta barel dibandingkan stok per November 2021. Itu terjadi seiring menurunnya permintaan secara musiman yang diperkuat dengan pengetatan aktifitas akibat sebaran varian virus omicron.
b. IEA (International Energy Agency) dalam laporan Desember 2021, menyatakan pasokan minyak mentah global melebihi permintaan terutama akibat peningkatan produksi AS seiring peningkatan aktifitas pengeboran dan peningkatan produksi OPEC+ sebesar 450.000 barel per hari.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Permintaan Minyak
Sedangkan terkait permintaan minyak:
a. IEA dalam laporan Desember 2021 menyatakan, rata-rata permintaan minyak mentah global tahun 2021 mengalami penurunan sebesar 100.000 barel per hari dibanding laporan bulan sebelumnya akibat peningkatan kasus Covid-19 yang berdampak terutama pada penurunan aktifitas penerbangan dan konsumsi bahan bakar jet.
b. OPEC melaporkan permintaan minyak pada kuartal IB 2021 disesuaikan sedikit lebih rendah terutama untuk memperhitungkan langkah-langkah penahanan Covid-19 di Eropa, dan potensi dampaknya terhadap permintaan bahan bakar transportasi, serta munculnya varian Covid-19 baru (Omicron). Total permintaan minyak dunia sebesar 96,63 juta barel per hari secara tahunan pada 2021.
Penurunan harga minyak mentah internasional juga dipengaruhi oleh Bank of England yang mengumumkan kenaikan suku bunga yang tidak terduga setelah The Fed AS. Kebijakan ini mengindikasikan potensi percepatan pengurangan stimulus fiskal dan menaikkan suku bunga lebih awal, untuk mengatasi inflasi. Indikasi tersebut membuat Dollar AS lebih menarik bagi investor dibandingkan dengan pasar ekuitas.
“Rystad Energy memperkirakan throughputkilang global pada kuartal 4 tahun 2021 direvisi turun 400.000 barel per hari dibanding laporan bulan November 2021 menjadi rata-rata 78,7 juta barel per hari,” tulis Exsum Tim Harga Minyak Mentah Indonesia.
Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, juga dipengaruhi oleh terus berlanjutnya ekspektasi akan pelepasan cadangan minyak strategis China, penurunan pertumbuhan perekonomian di wilayah Asia Pasifik, terutama di China dan India, serta penurunan impor minyak mentah di China dan Jepang.
Advertisement