Liputan6.com, Jakarta - Jika pasar berada dalam gelembung, orang-orang kaya Amerika Serikat menyongsong 2022 mengatakan tidak benar-benar menginginkan lebih dari apa pun, menurut survei CNBC baru-baru ini terhadap jutawan.
Sentimen orang kaya masih condong ke arah bullish. Apabila moderat dan kaum kolongmerat AS mengantisipasi suku bunga dan tarif pajak yang lebih tinggi pada 2022. Setidaknya 41 persen orang kaya mengatakan ekonomi akan menjadi lebih kuat pada 2022. Sedangkan 35 persen lainnya dari hasil survei meyakini ekonomi 2022 melemah.
Advertisement
52 persen orang kaya di negara Paman Sam berharap indeks S&P 500 mampu menutup 2022 dengan keuntungan 5 persen atau lebih.
Ini menandakan penurunan dalam antusiasme dan melemahnya selera risiko secara keseluruhan. Padahal pasar selamat dari kasus COVID-19 baru-baru ini. Indeks S&P 500 mencetak rekor baru dan Dow Jones Industrial Average tetap mendekati level tertinggi.
Sentimen lainnya yaitu kekhawatiran peningkatan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed).
Dua kali setahun, CNBC Millionaire Survey menanyakan kepada investor kelas aset utama mana yang mereka rencanakan untuk meningkatkan eksposur selama tahun depan.
Selera investor untuk setiap jenis investasi sekarang lebih rendah daripada survei musim semi 2021. Persentase jutawan yang mengatakan mereka akan meningkatkan investasi menurun di setiap kelas aset, termasuk ekuitas, investasi real estat, investasi alternatif, investasi internasional, dan logam mulia.
Untuk CNBC Millionaire Survey, Spectrem Group mensurvei 750 orang Amerika Serikat dengan aset yang dapat diinvestasikan sebesar USD 1 juta atau sekitar Rp 14,34 miliar (asumsi kurs Rp 14.344 per dolar AS) per Oktober-November.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tak Bisa Ambil Risiko
“Pasar tinggi dan orang-orang gelisah. Klien kami ketakutan tetapi tidak ada dari mereka yang ingin keluar. Mereka tidak punya nyali untuk keluar,” ujar CEO Altfest Personal Wealth Management Lew Altfest, dikutip dari laman CNBC, ditulis Minggu (9/1/2022).
Di sisi lain Presiden Bone Fide Wealth Doug Boneparth menuturkan, investor tidak bisa benar-benar mendapatkan lebih banyak risiko sejauh dolar AS dalam kondisi baik. Para jutawan AS tidak melakukan apapun dan tidak ada yang berani menggelontorkan modal dan investasi ke pasar saham yang tengah berkembang.
Pasar sudah 13 tahun bullish yang mana setelah kenaikan besar dalam volatilitas tahun lalu yang diselesaikan dengan stimulus pemerintah dan The Fed mencetak lebih banyak uang.
Menurut Bonepart terdapat ruang terbatas untuk naik sehingga tidak perlu menginjak pedal terlalu dalam di sektor ini.
Walaupun begitu, kondisi tersebut tidak menjamin Itu tidak apa pun yang setara dengan pengurangan risiko yang signifikan. Namun, masih masuk akal jika orang mengambil langkah mundur dan menilai kembali portofolionya`.
“Ini adalah perjalanan yang sangat sulit, dan selera risiko hanya meningkat di masa lalu yang tidak terlalu lama,” tambahnya.
Advertisement
Inflasi, The Fed dan Ekonomi 2022
Altfest menuturkan, apabila orang kaya selaku pembeli saham kurang antusias, mereka adalah pembeli barang supaya ekonomi tetap berjalan dengan baik meskipun di luar saham investor kaya membeli semuanya dengan harga lebih tinggi.
Sejatinya kegiatan pembelian barang bertujuan guna menghasilkan keuntungan perusahaan. Alfest menambahkan ketika orang bosan membelanjakan dengan bebas lebih penting bagi ekonomi dan pasar daripada ketika orang kaya menarik sedikit selera risiko mereka di seluruh kelas aset.
Setelah dua tahun yang sangat positif untuk pasar 2020-2021, investor mencerna informasi seputar inflasi. Apakah itu berarti harus mengantisipasi pertumbuhan ekuitas yang lebih lambat dalam waktu dekat. Bonapert berpendapat dua hal itu berapa banyak lagi risiko yang bisa para jutawan ambil.
“Kegelisahan sangat terlihat dalam semua pertemuan kami,” ujar pendiri dan ketua sebuah jaringan investor kaya, Tiger21, Michael Sonnenfeldt.
Sebenarnya inflasi bukanlah ancaman besar bagi orang kaya. Lantaran apabila kekayaan seseorang bernilai USD 10 juta dan biaya hidup sekitar USD 200 ribu per tahun. Saat terjadi inflasi sebesar 6 persen tidak akan mengubah gaya hidup Anda, menurut pemikiran Sonnenfeldt.
Bagi orang kaya, kecemasan inflasi tidak sama dengan kekhawatiran yang sah yang dimiliki masyarakat yang kurang beruntung tentang anggaran makanan atau membeli mobil baru.
Namun, tidak ada jalan keluar dari fakta inflasi dapat mengikis nilai aset. Otomatis inflasi membuat lebih sulit untuk menimbang inflasi relatif terhadap investasi setelah periode ketika investor mendapat manfaat dari pasar yang luar biasa seperti itu.
“Tahun ini kenaikan aset melebihi lonjakan inflasi tetapi untuk tahun depan (2020-red) bisa menjadi pukulan ganda. Di mana jika inflasi tumbuh dan pasar datar, investor akan melihat erosi nilai,” ujar Sonnenfeldt .
Ia menuturkan, setidaknya tahun ini, tidak ada alasan untuk panik. “Para pemelihara kekayaan meningkatkan aset lebih cepat daripada tingkat inflasi karena The Fed membanjiri pasar. Saya tidak tahu banyak orang dalam fase pelestarian kekayaan yang tidak mengungguli inflasi tahun ini,” ujar dia.
Sementara itu, Direktur Penelitian di Spectrum Group Tom Wynn mengatakan orang-orang masih memperhatikan kasus COVID-19 dan pemilu masih jadi sentimen.
Oleh karena itu, investor masih wait and see. Para pelaku pasar pun masih mengamati inflasi dan pajak. Sehingga belum ada sikap tegas dengan satu atau lain cara bahwa segala sesuatunya jauh lebih buruk atau lebih baik, itu pendapat Wynn.
Saham Kapitalisasi Besar
Altfest tidak akan menyarankan investor untuk mengatur waktu pasar, masuk atau keluar semua. Dia telah mengatakan kepada investor memperoleh keuntungan besar di saham seperti Microsoft inilah saatnya untuk menjual sebagian kepemilikan sahamnya. Lantaran mayoritas kenaikan di indeks S&P 500 datang dari empat perusahaan teknologi baru-baru ini.
“Banyak orang berkata, ‘Pasar telah baik bagi saya,’ dan itu terutama berlaku untuk orang-orang dengan saham yang sedang tumbuh. Ketika investor benar-benar kembali ke analisis saham inti, apa yang tidak dapat Anda hindari adalah kelipatan harga-ke-pendapatan. Bahkan dengan keuntungan perusahaan yang tumbuh dengan pesat. Itu tidak bisa tumbuh selamanya, dan P/E-nya sangat tinggi,” kata Altfest.
Tekanan antara pemegang saham pemenang yang telah melakukannya dengan sangat baik. Tetapi justru mengkhawatirkan pergerakkan ekonomi dan pasar di masa depan. Sangat berpotensi membuat investor dalam posisi yang digambarkan Alftest sebagai “nyaris bullish tentang saham.”
Presiden firma penasihat investasi ClientFirst Strategy, Mitch Goldberg mengungkapkan setiap kali seseorang memberi tahu investor untuk mengambil sedikit Apple dan Microsoft, mayoritas orang akan mengatakan hal itu salah. Namun, kuncinya justru akan benar pada akhirnya hanya saja tidak tahu kapan wktu yang tepat.
Advertisement
Ambil Risiko dengan Cara Tepat
Seorang investor yang tidak membuat perubahan pada portofolio mereka pada 2021 memegang lebih banyak ekuitas sekarang hanya dengan tetap stabil. Baru-baru ini Goldberg mengatakan mengingat kondisi pasar bull untuk saham dan pengembalian pasar obligasi yang lemah.
Banyak investor tidak cepat untuk menyeimbangkan kembali setelah periode apresiasi di kelas aset tertentu. Maka memperparah proses memiliki eksposur yang lebih besar dalam hal ini untuk saham. Goldberg menambahkan sebagian besar investor, itu adalah sikap yang akan mereka pegang.
"Tidak ada alternatif dari apa yang saya lihat, investor lebih serakah tetapi mereka tidak menindaklanjutinya. Bagi saya, itu adalah bentuk kepuasan diri, seperti menunggu bel berbunyi dan mereka akan bisa keluar sebelum pasar menyusut,” ungkapnya.
Investor senior tidak membutuhkan uang pasar untuk memenuhi kebutuhan mendesak. Termasuk baby boomer yang telah melakukannya dengan baik dalam ekuitas dan memiliki setidaknya beberapa tahun tersisa di cakrawala waktu pasar. Tidak perlu juga mengurangi eksposur saham mereka secara keseluruhan.
Investor senior hanya harus berpikir tentang pengurangan komposisi saham yang dimiliki, kata Goldberg. Sementara menjauh dari saham meme dan saham pandemi, mereka juga telah mendorong valuasi saham di bagian lain pasar, seperti bahan pokok konsumen dan saham dividen dan pemimpin teknologi inti.
Mengambil risiko dari meja tidak harus berarti perubahan besar dalam rencana alokasi aset portofolio secara keseluruhan.
Boneparth berpikir mengambil risiko dari meja dapat berarti beralih dari pembagian pendapatan tetap 90 persen ekuitas dan minus 10 persen menjadi 80 berbanding 20 persen. Pergeseran seharusnya tidak membuat investor melompat dari kursi mereka. Banyak investor membuat kesalahan dengan menarik diri sepenuhnya dari pasar, kata Boneparth. Pendekatan “uang pintar” itu paling sering merugikan.
"Ini (pendekatan uang pintar) adalah pengembalian yang jauh di atas nilai historis mereka, itu selalu menciptakan pertanyaan, ‘Kapan ini benar?’. Jangan sampai kita lepas kendali. Mari kita dapatkan beberapa konteks tentang mengurangi risiko, bukan perubahan drastis, bahkan tidak mengatakan penurunan, hanya tidak menambahkan, ”kata Boneparth.
Reporte: Ayesha Puri