Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pihaknya akan mengawal pengelolaan dana desa lantaran rawan terjadi tindak pidana korupsi. Sejak 2015, KPK sudah menemukan setidaknya 14 potensi persoalan dalam pengelolaan dana desa.
"KPK telah menaruh perhatian serius terkait pencegahan korupsi dana desa. Dalam kajian (tahun 2015) KPK saat itu menemukan setidaknya 14 potensi persoalan yang meliputi empat aspek, yaitu regulasi dan kelembagaan, tata laksana, pengawasan, dan sumber daya manusia," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Senin (10/1/2022).
Baca Juga
Advertisement
Ipi menyebut, pada aspek regulasi dan kelembagaan, KPK mempersoalkan belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa. Selain itu tejadi potensi tumpang-tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa pada Kementerian Dalam Negeri.
Sedangkan pada aspek tata laksana, terdapat lima persoalan. Antara lain siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi desa, satuan harga baku barang dan jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun anggaran pendapatan belanja desa (APBDesa) belum tersedia.
Kemudian transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran belanja desa masih rendah, laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi, serta APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa.
Aspek Pengawasan dan Sumber Daya
Sementara pada aspek pengawasan ada tiga potensi persoalan, yakni efektivitas inspektorat daerah dalam mengawasi pengelolaan keuangan desa masih rendah, saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah, serta ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan belum jelas.
Pada aspek sumber daya, KPK menilai pentingnya proses rekrutmen tenaga pendamping dilakukan secara profesional dan cermat, mengingat adanya kasus korupsi dan kecurangan yang dilakukan tenaga pendamping oleh penegak hukum.
"Umumnya para oknum pendamping tersebut melakukan korupsi atau fraud dengan memanfaatkan kelemahan aparat desa dan longgarnya pengawasan pemerintah," kata Ipi.
Advertisement
Rekomendasi KPK
Ipi menyebut, dari kajian itu KPK telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada kementerian terkait maupun pemerintah daerah dalam penyaluran dana desa dengan membangun mekanisme pengawasan partisipatif.
KPK meminta membentuk sarana pengaduan masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa, rekrutmen pendamping yang kredibel untuk membantu aparat desa mengalokasikan dana, sekaligus membuat laporan penggunaannya.
Untuk di tingkat pusat, KPK memunta agar kinerja Kementerian Dalam Negeri bersama Kementerian Desa, Transmigrasi, dan Daerah Tertinggal, tidak tumpang-tindih.
"KPK meyakini potensi risiko dalam pengelolaan keuangan desa akan lebih besar apabila aparat desa, pemerintah pusat, dan masyarakat tidak bersinergi mengawasi penggunaan anggaran yang besar tersebut. Karenanya, KPK mengajak masyarakat untuk berperan serta dalam mengawal dana desa, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat desa sesuai dengan tujuannya," kata Ipi.
KPK juga meminta pemda untuk mempublikasi dan melaporkan pertanggungjawaban dalam mengelola APBDesa. KPK meminta Dinas Pemerintah Desa bersama-sama kepala desa dan lurah melibatkan partisipasi masyarakat dengan membuka dan mempublikasikan APBDesa.
KPK juga meminta inpektorat daerah mengawasi pengimplementasian aplikasi Siswaskeudes secara komprehensif. Jika pemda belum mengimplementasikan Siswaskeudes, KPK meminta Inspektorat melakukan audit keuangan desa berdasarkan prioritas risiko.
"Selain itu, KPK juga mendorong inspektorat untuk membangun sarana pengaduan masyarakat yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat desa dan menindaklanjuti setiap pengaduan yang diterima," kata Ipi.