Liputan6.com, Nur- Sultan - Pemerintah Kazakhstan mengumumkan ada kelompok radikal yang memicu kerusuhan yang terjadi sejak pekan lalu. Kelompok radikal tersebut dituding menunggangi demo yang terjadi.
Awalnya, demo terjadi karena masalah harga gas, kemudian pemerintah Kazakhstan langsung mengikuti tuntutan dengan menurunkan harga. Akan tetapi, kerusuhan masih terjadi hingga pemerintah menerapkan kondisi darurat nasional (state of emergency).
Baca Juga
Advertisement
Kazakhstan meyakini pihak perusuh memiliki pengaruh asing.
"Tuntutan-tuntutan pengunjuk rasa telah terpenuhi. Namun, unjuk rasa damai dibajak oleh teroris, ekstremis, dan kelompok-kelompok kriminal untuk menambah ketegangan dan kekerasan," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Kazakhstan, Senin (10/1/2021).
"Berdasarkan data awal, para penyerang termasuk individu-individu yang memiliki pengalaman pertempuran zona pertempuran di barisan kelompok-kelompok radikal Islam," lanjut pihak pemerintah.
Pihak pemerintah berkata ada 18 penegak hukum yang "dibunuh eksteremis dan teroris." Ada pula lebih dari 700 personel militer dan 1.000 warga sipil yang terluka.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pemerintah Minta Bantuan Asing
Pemerintah mengumumkan bahwa ada hampir 2.500 personel pasukan perdamaian yang tiba di Kazakhstan. Mereka berasal dari Collective Security Treaty Organization (CSTO).
"Pasukan perdamaian CSTO akan distasiunkan di Kazakhstan pada basis yang secara tegas temporer dan akan meninggalkan negara segera saat situasi stabil begitu diminta permintaan oleh pihak Kazakh," jelas pemerintah.
Anggota CSTO adalah negara-negara Kazakhstan, termasuk Rusia. Pemerintah berkata sedang melindungi demokrasi dan konstitusi dari "radikal Islamis."
Pemerintah Kazakhstan juga berkata akan menetapkan 10 Januari 2022 sebagai hari nasional duka cita untuk mengenang korban dari kerusuhan yang terjadi.
Advertisement